#9_Surat Misterius

42 12 0
                                    

   Pernikahan itu banyak ujiannya.
Akan ada 40 setan menjelang pernikahan. 10 ada padamu
10 ada pada calonmu
10 ada pada orangtuamu
10 ada pada orangtua calonnya
Yang akan berlomba-lomba ingin menghancurkan niat ibadahmu.
.
.
.
.
.
.

   Aku pernah membaca kutipan diatas, intinya kita harus  benar-benar kuat dan meyakinkan diri sendiri untuk bisa tetap mempertahankan ibadah terpanjang ini. Persiapan demi persiapan sudah mulai kulakukan. Aku, papa dan Attala bersama kerabat dekat sudah mengunjungi rumah Ayumi untuk meminangnya.

   Saat pertama kalinya Ayumi membuka cadarnya dihadapanku. Ditemani dengan pak Ardhi disebuah ruangan, aku melakukan proses nadhor  yakni sebuah proses melihat calon pendamping secara langsung dengan ditemani dari masing-masing wali.

   Aku dibuat takjub, selain cantik hatinya ternyata Ayumi memiliki paras yang sangat cantik. Tak bisa lagi kuungkapkan dengan kata-kata.

   "Masyaallah." hanya kata itu yang mampu keluar dari lisanku. Sementara Ayumi tertunduk malu.

   Kami memilih tanggal yang liburnya sesuai dengan kesibukan kami masing-masing. Ternyata Ayumi adalah seorang guru muda disekolah dasar berbasic islami. Tak ada hari libur baginya, karena di hari liburpun Ayumi tetap berkontribusi untuk menjadi seorang relawan yang bertugas disebuah komunitas. Hari-harinya disibukkan dengan hal yang sangat bermanfaat. Sembari menunggu hari bersejarah bagi kami berdua, aku tetap menjalankan profesiku sebagai seorang dokter yang mengabdi pada banyak orang.

   "Pa, Kaffa berangkat dulu, ya." pamitku pada papa. Papa mengangguk, sebentar lagi papa dan Attala juga akan berangkat ke perusahaan juga. Hanya ada bi Nisa dan Kang Deni dirumah.

   "Hati-hati." pesan papa. Aku mengangguk kemudian melangkah keluar rumah.

   "Mobilnya sudah siap, den." ucap kang Deni memberi tahu. Aku mengangguk seraya mengucapkan terima kasih. Kuoercepat lajuku menuju rumah sakit. Tak lupa aku bawakan sesuatu untuk Aysilla yang biasanya sudah berada dipinggir jalan saat ini.

   Aku menyapa beberapa staf yang bertugas diluar rumah sakit. Kemudian segera bersiap untuk melaksanakan tugasku. Pundakku ditepuk dari belakang.

   "Congrats, bro." ucap dokter Kaffa mengejutkan. Aku mengernyitkan dahi, berpura-pura tak mengerti.

   "Untuk?" tanyaku tak mengerti.

   "Gue tahu kemarin lu habis dari rumah Ayumi, kan? Melamar dia?" terkadang dokter Kaffa. Dari mana ia bisa mengerti, padahal sama sekali aku tak bercerita padanya.

   "Kok tahu, kak?" tanyaku. Dokter Rafa menertawakanku.

   "Jangan lupa undangannya, ya!" pinta dokter Rafa kemudian berlalu. Aku menggeleng heran, kuabaikan dokter Kaffa yang berjalan lebih dulu didepanku. Kulanjutkan apa yang menjadi tugasku.

   Sudah hampir sore, Jakarta sudah tak lagi menampakkan matahari. Udaranya tak sepanas siang tadi. Syukurlah, aku bisa pulang lebih cepat dari biasanya. Kukemasi barang-barangku kemudian melaju pulang.

   Ternyata papa dan Attala belum pulang dari kantor, biasanya mereka lebih dulu pulang. Namun hari ini, aku yang pulang lebih dulu dari mereka.

Kaffa!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang