Bab 22 Alasan untuk Sebuah Senyum

Mulai dari awal
                                    

Pertanyaan itu mengiris hati kecilnya karena ia tahu orang yang dirindukan tidak akan kembali seperti dulu. 

***

Satu minggu terlewati dengan begitu banyak latihan keras. Anggota latihan khusus DBL benar-benar mencurahkan seluruh tenaga agar namanya ditulis sebagai pemain terpilih yang akan ditempatkan di tempat khusus DBL yang berasrama di luar kota.

Satu minggu yang krusial ini dihabiskan dengan latihan penuh setiap hari. Latihan ini terhitung cukup keras bagi calon atlet wanita, tetapi Coach Jeffrey dan Coach Lea tak peduli. Mereka ingin melihat ketahanan, stamina, dan niat dari murid-muridnya. “DBL bukan tempat bagi orang yang gampang nyerah”, itulah yang selalu dikatakan Coach Jeffrey.

Selama satu minggu ini pula Abelle tidak berhubungan lagi dengan Bintang. Urusannya telah selesai dengan manusia menjengkelkan itu. Bahan pada saat Abelle melihat gerak-gerik Bintang yang ingin mendekatinya, ia menjadi lebih berani untuk menggertaknya lebih dulu. Entah nyalinya terbang kemana, Bintang langsung ciut dan tak jadi berbicara dengan Abelle lagi.

Sore ini, Coach Jeffrey dan Coach Lea mengumpulkan murid-muridnya di pinggir lapangan. Abelle dan yang lain masih mengatur napas agar kembali normal setelah tiga jam latihan. Tapi mereka dibuat kaget karena melihat Coach Lea membawa sebuah nampan kayu. Ia memegangnya dengan agak tinggi sambil berdiri sehingga isinya tak terlihat oleh Abelle dan yang lain karena mereka sedang duduk di lantai lapangan. Beberapa orang berbisik mempertanyakan nampan itu.

“Oke, latihan kita cukup sampe di sini. Udah seminggu kita latihan non-stop dan gue tau pasti kalian capek. Tanpa lama-lama lagi, gue mau ngumumin lima orang terpilih yang pantes di DBL.”

Seketika semua orang berseru kaget. Kehebohan terjadi selama beberapa detik. Mereka mengira pengumumannya akan dibacakan minggu depan, tapi ternyata langsung diumumkan setelah selesai latihan di hari terakhir.

Abelle merasakan seperti ada balon besar yang pecah di dadanya. Ia gugup, grogi, dan ketakutan bukan main. Tangan Abelle langsung menarik Keisha dan Celine mendekat. Mereka bertiga menimbulkan reaksi yang sama gugupnya. Tak mengira hari ini datang begitu cepat.

“Yuk, tenang dulu.” Coach Lea mengingatkan.

“Gue tau kalian semua udah berjuang sejauh ini. Tapi yang namanya persaingan nggak bisa ilang dari calon atlet. Selama latihan dari awal ekskul sampe latihan khusus, gue udah merhatiin kalian satu-satu. Inget, buat kalian yang nggak kepilih, masih ada banyak jalan di luar DBL. Sekarang, ayo kita sama-sama ngehargain temen-temen kalian yang kerja kerasnya udah terbayar, understand?”

Yes, coach!” Semua menjawab lantang.

Abelle sudah tak tahan lagi. Satu detik yang terlewat terasa seperti lima menit baginya. Ia ingin cepat-cepat tahu siapa saja yang terpilih di DBL. Ia ingin tahu apakah kerja kerasnya selama ini membuahkan hasil. Hatinya semakin gugup setiap menitnya, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.

Akankah Abelle membanggakan Papa dengan hasil yang beberapa detik lagi akan diumumkan?

Coach Jeffrey memegang sebuah papan jalan dan bersiap untuk membacakan beberapa nama.

“Oke, pertama, selamat untuk Keisha!”

Satu teriakan panjang langsung terdengar sepersekian detik setelah Coach Jeffrey bicara.

Keisha hampir menangis mendengar namanya disebut pertama sebagai yang terpilih untuk DBL.

“Keisha, sini.” Coach Lea memberi kode kepada Keisha untuk berdiri dan mendekat ke arahnya.

Ternyata yang dipegang Coach Lea di nampan itu adalah sebuah medali.

Coach Lea mengalungkan sebuah medali dengan nama yang terpilih dan logo DBL di baliknya. Keisha terlihat begitu bahagia sampai akhirnya air matanya tumpah. Abelle dan Celine yang melihatnya ikut bahagia sambil bertepuk tangan.

Between Jersey & Macaron (END✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang