Dua

468 65 2
                                    

Diam-diam Karen memperhatikan Erick yang dengan lahapnya  memasukan suap demi suap nasi goreng yang tadi ia buat ke dalam mulutnya. Bukan hanya nasi goreng itu, sepertinya Erick selalu lahap memakan apapun yang Karen buat tak peduli bagaimanapun rasanya. Karena terkadang saat Karen mencoba memasak menu baru yang tak pernah ia masak sebelumnya, rasanya tak selalu enak. Tapi, suaminya itu tak pernah sekalipun mencela makanan yang ia buat.

Harusnya Karen beruntung masih ada lelaki sebaik Erick, yang bisa menerima apa adanya. Setelah percakapan mereka semalam, Karen mulai tersadar tak seharusnya ia menyia-nyiakan laki-laki sebaik Erick.
Meski sejujurnya saat ini hanya rasa nyaman yang Karen punya untuk Erick, ia akan terus mencoba menjadi pasangan yang baik untuk suaminya itu.

"Mas" panggil Karen, sedikit ragu.

"Apa sayang?" Tanya Erick, sambil menyeruput kopi hitam miliknya. Ia baru saja menyelesaikan makannya.

"Makan siang nanti mau aku masakin apa?" Tanya Karen, malu-malu. Ia sudah mengumpulkan keberaniannya sejak bangun tidur hanya untuk mengatakan itu. Karen ingin sedikit berubah dengan mulai memberikan perhatian-perhatian kecil pada suaminya itu. Ia akan belajar menjadi istri sesungguhnya untuk sang suami.

"Nanti aku anterin ke kantor, kita makan siang sama-sama" tambahnya.

Erick sempat tak percaya dengan apa yang ia dengar, namun tak lama senyum di wajah lelaki itu terbit apalagi saat melihat wajah sang istri yang terlihat malu-malu saat menatapnya. Erick menarik kursi yang ia duduki agar merapat pada Karen, lalu dengan gemas ia menangkup wajah sang istri menggunakan kedua telapak tangannya.

"Manisnya istriku"

"Sini cium dulu"

Bukan menyodorkan pipi kanannya,  kali ini dengan berani Karen mengecup sekilas bibir Erick. Lagi-lagi Erick tak bisa menahan luapan rasa bahagianya mendapatkan itu semua dari wanita kesayangannya.

"Astaga sayang, gemesin banget, sih"

"Pengen aku bawa ke kasur" ujar Erick yang seketika membuat wajah Karen tegang.

"Aku bercanda, sayang" mendengar itu Karen bisa sedikit melemaskan tubuhnya. Untuk yang satu itu Karen masih harus mencoba mengumpulkan lebih banyak nyalinya lagi.

"Mau aku masakin apa?" Tanya Karen lagi, karena pertanyaan sebelumnya belum Erick jawab.

"Apapun aku makan asal makannya sama kamu, yang"

****

Satu botol air mineral berhasil Karen habiskan hanya dalam beberapa kali tegukan. Setelahnya ia meletakan begitu saja botol yang isinya sudah habis ia tenggak di atas meja.

Pandangan Karen mengedar, menatap nanar sebagian dapur di toko kuenya yang sudah hangus. Beberapa peralatan juga terlihat rusak dan tak mungkin digunakan kembali. Beruntungnya sebelum melahap semua bagian dari dapur ini api tersebut masih bisa dipadamkan.

"Maaf, Bu" Karen hanya menoleh sekilas sambil menampilkan wajah datarnya.

Karen ingin marah, tapi melihat wajah-wajah penuh ketakutan saat menatapnya itu membuat dirinya tak tega, apalagi tentu tak ada yang tau semua kejadian buruk ini akan terjadi. Namun, sebagai atasan tentu Karen harus tegas kepada para pegawainya.

"Ini pelajaran juga untuk kalian semua! Jangan kebanyakan mengobrol! Jangan kebanyakan melamun" ujar Karen tegas, dengan pandangan mengedar menatap wajah-wajah yang kini sedang tertunduk lesu takut untuk menatapnya.

"Sekarang kalian bersihkan semua kekacauan ini, setelah itu kalian berdua saya tunggu di ruangan saya"

"Baik, Bu!"

Passive SideDonde viven las historias. Descúbrelo ahora