D U A

832 92 6
                                    

Part sebelumnya

Ravel menunduk tidak berani menatap langsung ke arah mata tajam itu, tiba-tiba saja bibir tebal itu terbuka dan berucap.

"Siapa kamu?"

***

Sontak tubuh kecil itu bergetar. Suara pria itu terlalu menakutkan, belum lagi aura dominasi yang dikeluarkan pria itu. Dingin. Gelap. Seakan mengatakan untuk tidak mendekatinya.

Hening... tidak ada suara yang terdengar. Kicauan burung di hutan pun tidak terdengar, karena aura dominasi yang di keluarkan pria itu. (Lebay anjy wkwk)

"Maaf tuan, mari kita lanjutkan perjalanan. Waktu tuan tidak banyak," ucap seseorang yang sedari tadi berada di samping pria itu. Bisa dibilang orang itu adalah tangan kanan atau orang kepercayaan pria itu.

Pria itu melirik sekilas ke orang tersebut. Tanpa sepatah kata, dia berjalan melewati Ravel. Namun, baru saja dia melangkahkan satu kakinya terdengar suara dari Ravel.

"Hiks... hiks... hiks... huwaaaaa. Huhu... hiks..." Ravel menangis karena sudah tidak tahan dengan aura pria itu. Terlebih lagi, Tora mendesaknya untuk berbicara kepada pria itu agar pria itu tidak pergi.

Karena ditekan dari dua pihak, (walaupun sebenarnya pria itu tidak) Ravel pun menangis. Dia bingung, disatu sisi dia ketakutan dengan pria itu. Disisi lainnya, dia didesak oleh Tora untuk berbicara kepada pria itu.

Bagaimana mau bicara? Menatapnya saja seperti tidak mungkin bagi Ravel. Aura dominasi yang dikeluarkan pria itu benar-benar menakutkan.

Mendengar Ravel menangis, pria itu menghentikan langkahnya. Dia berjongkok di depan Ravel. Tangannya mengangkat dagu Ravel, dan terlihatlah wajah menggemaskan berlinang air mata.

Pria itu tertegun sejenak, entah kenapa seperti ada getaran aneh saat melihat wajah balita yang tidak dikenalnya ini.

Sedangkan Ravel sendiri sudah berhenti menangis. Entah dia tidak tau kenapa, tapi saat melihat mata pria itu ketakutan akan pria itu berkurang.

Sama seperti pria itu, Ravel merasakan getaran saat melihat pria itu. Mata pria itu saat melihat dirinya memancarkan sedikit kelembutan.

Takut dan khawatir tuannya akan melakukan sesuatu kepada sosok mungil tidak bersalah ini, seseorang yang tadi menegur pria itu berucap.

"Tuan, izinkan saya saja yang mengurus balita ini. Tuan bisa melanjutkan perjalanan Anda yang tertunda." Orang itu mengucapkannya begitu pelan dan hati-hati, seraya membungkukan tubuhnya dengan tangan di depan dada.

Tidak ada balasan dari pria itu, membuat orang tersebut berkeringat dingin. Takut akan ada nyawa melayang karena ucapannya. Entah itu dirinya, atau balita mungil di depannya.

"Tidak, aku yang akan mengurusnya. Batalkan semua janjiku hari ini. Kita kembali ke mansion." Tanpa di duga pria itu berucap.

Pria itu kemudian berdiri sambil menggendong Ravel, berjalan menuju arah sebaliknya yang tadi ingin dituju.

Ravel hanya pasrah saja, tidak mungkin juga dia berontak. Lagipula pria itu menggendongnya dengan lembut dan penuh dengan kehati-hatian.

Tora yang melihatnya pun ikut mengikuti langkah pria itu, meskipun dengan langkah yang sedikit tertarih. Karena dirinya masih seekor bayi harimau.

Jadi Bayi?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang