Bab 19 Sedikit Lagi

Mulai dari awal
                                    

“Iya, kamu emang gila! Bisa-bisanya kamu deket sama Steven! Kamu—”

“Udah, deh! Capek, tau denger omonganmu!”

“Aku nggak akan berenti sampe kamu jauhin dia!”

“Mending kalian ketemuan aja, gimana?”

Bintang terdiam. Raut wajahnya jelas menunjukkan ia kaget mendengar kata-kata Abelle. Ia berjalan mendekat ke arah Abelle sambil mengacungkan jari telunjuknya di hadapan Abelle.

“Nggak usah ngurusin orang lain. Intinya jangan pernah kamu ketemu lagi sama dia, ngerti?”

“Sebenernya aku heran, kenapa aku disuruh ngejauhin Steven mulu padahal kalo kamu kenal dia, kamu bisa langsung bilang ke Steven. Apa susahnya sih?” Perkataan Abelle memancing emosi Bintang.

Brug! Abelle didorong secara tiba-tiba oleh Bintang.

Abelle terjerembab ke dalam toilet, kepalanya membentur kloset. Bintang langsung menutup pintu dengan menaruh pel di depannya, sehingga pintu tidak bisa dibuka dari dalam.

Abelle terkunci di dalam toilet.

“BINTANG!!”

Bintang pergi seperti tak terjadi apa-apa.

“Tolong! Tolong!” Abelle menggebrak-gebrak pintu berusaha untuk keluar.

Abelle mengumpat dalam hati. Ia terkunci di toilet lobi yang jarang dilewati orang lain. Murid-murid lain pun sudah tidak ada karena bel pulang telah berbunyi satu jam yang lalu. Kosong melompong, tidak ada yang mendengar Abelle.

Tenaga Abelle semakin lemah setelah memukul pintu berkali-kali. Sudah lima menit ia terkunci dan tidak ada yang mendengarnya.  Ia sudah mencoba untuk memanjat, tapi dinding toilet terlalu tipis sehingga resiko paling buruk bisa saja terjadi, yaitu jatuh dari ketinggian dua meter.

“Halo, pak?”

Terdengar sebuah suara dari luar.

Itu suara Coach Jeffrey!

Sedetik sebelum Abelle berteriak meminta tolong, percakapan Coach Jeffrey dengan seseorang mengalihkan perhatiannya.

“Maaf, saya nggak mau kayak gitu, pak. Anak-anak udah latihan keras sebelum sparing. Saya liat sendiri perjuangan mereka. Tapi saya yakin mereka lebih bangga kalau kemenangan mereka didapat dari hasil kerja sendiri, pak.”

“...”

“Pak, saya minta maaf mereka gagal kemaren. Tapi saya yakin mereka sudah belajar dari kesalahan dan akan memberi yang terbaik di sparing berikutnya, pak.”

“...”

“Saya masih ingin ngajar di sini lebih lama lagi, pak. Saya tahu anak-anak itu hebat semua, tapi kegagalan juga bagian dar proses belajar, pak.”

“...”

“Saya jamin, pak. Saya minta tolong, pak. Saya masih ingin di sini, saya pastikan anak-anak bisa bawa nama baik sekolah di sparing berikutnya, pak.”

“...”

“Terima kasih banyak, pak. Baik, pak. Baik, siap, pak.”

Percakapan itu berakhir.

Abelle membeku mendengar kata-kata Coach Jeffrey. Jadi, selama ini ada sesuatu yang disembunyikan di balik sparing waktu itu? Tapi Abelle tidak mengerti karena ia tak mendengar omongan seseorang yang ada di telepon itu.

Di sisi lain, Abelle tersentuh sekaligus sedih mendengar kata-kata Coach Jeffrey. Ia meminta maaf atas dirinya karena kemarin tim basket gagal membawa pulang piala. Abelle bisa mendengar suara Coach Jeffrey yang bergetar saat ia berbicara tadi. Coach Jeffrey betul-betul menyayangi murid-muridnya sampai ia berani berkata seperti itu. Dibalik ketegasannya, Abelle baru mengetahui ternyata pelatihnya memiliki sisi rapuh.

Between Jersey & Macaron (END✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang