"Paman, dimana kau mendapatkan sepatu ini?" tanya Jimin basa-basi, entahlah dia hanya ingin bicara dengan orang lain.

"Oh, di area pembuangan sampah di ujung kota. Sepatunya masih bagus, mau kuberikan pada cucuku yang besok ulang tahun."

Si Kakek tersenyum senang saat memamerkan sepatu itu. "Aku menjual barang bekas, kau mau beli? Keliatannya kau orang kaya, mungkin barang bekas ini bisa kau berikan pada pelayanmu."

Jimin tertegun sebelum mengeluarkan dompetnya, mengambil seluruh uang dalam dompet—mungkin sekitar satu juta won, lalu dia berikan pada si Kakek.

"Beli hadiah lebih layak untuk cucumu, aku ambil sepatu ini." Dia mengambil sepatu sambil menyerahkan uangnya, menarik tangan si Kakek dan menyerahkan uang pada si Kakek yang mendadak kaku.

"Aku tahu ini terlalu sedikit, aku jarang membawa uang cash," kata Jimin. "Dimana rumahmu, aku bisa datang lagi dan membayar lebih sepadan."

"Aigoo! Ini justru terlalu banyak untuk membeli barang bekas, mereka biasa hanya membayar 20 ribu won untuk satu barang. Kau mau barang yang lain, pilih saja yang kau suka." Si Kakek hendak mengeluarkan barang-barannya lagi, tapi Jimin buru-buru menyela.

"Tidak perlu, aku hanya butuh yang ini." Jimin berkata. "Sepatu ini mirip dengan yang dipakai istriku, jadi aku ingin menyimpannya."

"Oh, istrimu? Sudah punya yang mirip, kenapa beli yang bekas?"

"Karena istriku hilang dan dia memakai sepatu ini." Jimin merasa udara di sekitarnya mendadak dingin, tiap kali ingat Sera mengilang dari hidupnya. "Paman, benar-benar tidak mendengar apa pun sekitar dua hari lalu?"

"Tidak, tapi aku melihat ada orang meneliti mobil itu sebelum menelepon mobil derek."

"Itu pengendara yang menemukan pertama kali, dia juga seorang polisi yang kebetulan lewat."

"Laki-laki?"

"Polisi wanita."

"Aigoo... orang yang kulihat bukan perempuan tapi laki-laki, dia mengecek mobil yang hancur itu sambil menelepon lalu pergi dengan mobilnya sendiri."

"Laki-laki?—bagaimana postur orangnya?"

"Tidak begitu jelas, tapi badannya tinggi dan aku yakin dia bukan perempuan."

Sementara itu, Jungkook sedang memandangi barang bukti yang ditunjukkan Jaeyun. Berpikir keras tentang potongan kecil dari semacam kertas, ditemukan Jaeyun di dekat pintu, lengket di antara alas kursi.

"Ini seperti potongan sticker." Jungkook mulai berkata. "Tempelan dibuku anak-anak, bagian telinga—hei, hewan apa yang telinganya berwarna cokelat?"

"Beruang?" gumam Jaeyun tidak yakin, tapi pandangannya tertuju pada Jimin yang mendekati mereka sambil menenteng sepatu.

"Paman itu melihat ada laki-laki yang meneliti mobil, sebelum petugas mobil derek datang."

"Mungkin salah satu pengemudi yang juga melaporkan pada petugas, aku akan mengeceknya."

Jungkook dan Jimin kembali ke mobil, sementara Jaeyun tetap berada di sana untuk mengecek sekali lagi area yang sisir ulang.

"Jim, apa Sera penyuka sticker beruang?" tanya Jungkook, mereka berdiri di depan mobil.

"Setahuku tidak."

"Ada sisa potongan mirip sticker beruang di dekat pintu mobil—"

"Tunggu!" Jimin menatap Jungkook kelewat lurus. "Taehyung penyuka beruang."

"Oh, sial! Si Anjing!" umpat Jungkook.

"Kita temui dia sekarang, sejak awal aku hanya mencurigainya."

The CovenantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang