Chapter 1: "Awal pertemuan"

680 18 3
                                    

-25 Agustus, 1941

   Malam yang damai, dengan suara hujan dan udara dingin yang menghampiri, membuat semua orang enggan untuk keluar dari rumah.

Tetapi aku, sedang berada di depan sebuah toko buku, menanti hujan reda sambil merasakan hawa dingin yang terus menusuk kulitku.

"Ughh....kenapa hujannya makin deras......aku ingin pulang" ucapku pada diriku sendiri

Aku lupa membawa payungku dan terpaksa harus menunggu hujan reda.
Aku menanti dengan sabar tetapi hujan sama sekali tidak kunjung reda.

Tak lama, aku merasakan kehadiran seseorang disampingku

Aku melihat ke sampingku
seorang pria tinggi dengan tubuh yang gagah dan besar berada disana.

Dia memiliki wajah yang tegas, kulitnya putih, dan memiliki rambut berwarna coklat tua.

"Ah, halo" ucap pria itu ramah saat menatapku "Ah, iya" ucapku gugup dan malu

"Hujannya deras sekali...." ucap pria itu sambil menatap jalanan yang penuh genangan air
Aku sangat bersyukur bahwa aku menggunakan sepatu boot hari ini

"Yah, begitulah..." ucapku menahan malu setengah mati karena ketahuan menatap pria itu. Suasana kami berdua begitu canggung

'Aku tidak nyaman!' teriakku dalam hati

Hujan tak kunjung berhenti dan hari semakin gelap
Jalanan mulai sepi karena hari sudah mulai larut

"Huft....nampaknya hujan ini tak akan berhenti" ucapku

"Entah apa yang terjadi dengan Paris hingga hujan begitu deras hari ini" jawab pria itu terkekeh.

"Ah apakah rumah anda jauh, nona?" Tanya pria itu ramah takut aku tersinggung. "Ah, rumah saya tak begitu jauh" ucapku ramah

Pria ini benar benar ramah dibanding wajahnya yang tampak tegas dan kaku

"Oh begitukah? Lalu mengapa anda tidak berlari atau semacamnya?" Tanya pria itu

"Yah....saya mau saja.....tetapi buku saya akan ikut basah"ucapku menghela nafas sambil memeluk buku yg baru kubeli
"Ah...begitu rupanya" pria itu mengangguk

"Kalau anda bagaimana tuan ee...." aku kelihatan kebingungan karena tidak tau namanya

Pria itu menyadari kebingunganku dan terkekeh kecil
"Ah...maafkan aku" ucap pria itu tersenyum

"Perkenalkan nama saya Nicholas...anda bisa memanggil saya Nick" ucapnya sopan dan menaruh tangannya di dada

"Senang bertemu dengan anda, Tuan Nick" ucapku

"Dan....siapakah nama Nona??" Ucapnya

"Namaku Eilaria...anda bisa memanggilku Larie" ucapku sopan memegang gaunku dan sedikit menunduk 

"Salam kenal Nona Larie" ucapnya 

"Anda begitu tinggi.....berapakah umur anda??" Ucapku ramah

"Saya masih berusia 33 tahun" ucapnya

"Ah?? Begitukah?? Wajah anda tak terlihat seperti berumur awal 30an " ucapku sedikit kaget

Dia terkekeh
"Anda terlalu memuji......kalau begitu, berapakah umur anda, Nona??" Tanyanya balik

"Saya baru genap 30 tahun" ucapku terkekeh
"30? Anda pasti bercanda" ucapnya nampak terkejut

Aku hanya tertawa
"Tapi begitulah kenyataannya" jawabku "Tetapi anda masih nampak seperti berumur 20an" ucap pria itu
Aku hanya terkekeh

"Apa pekerjaan anda??" Tanya pria tersebut
"Yah....saya hanya pekerja lepas" ucapku tersenyum

"Bagaimana dengan anda??" Tanyaku balik

"Saya hanya seorang pegawai negeri biasa" ucapnya tersenyum
Aku hanya mengangguk angguk

"Pasti sulit menjadi pekerja lepas di masa perang seperti sekarang" ucapnya

"Hmmmm....terkadang hidup memang sulit......tetapi walau begitu aku tidak pernah mengalami kesulitan tentang uang" ucapku dan kami pun tertawa bersama

"Bagaimana dengan anda?? Pasti sulit juga menjadi pegawai negeri di masa masa seperti ini" aku menatap pria itu

"Begitulah.....memang kadang terasa sulit....tetapi saya sudah terbiasa" ucap pria itu enteng
"Jujur, di masa perang seperti ini, pekerjaan menjadi lebih berat, dan penghasilan juga perlahan lahan menurun" ucap pria tersebut

"Perang memang tidak memberikan apapun" aku menatap ke jalanan yang sepi karena hujan
"Mengapa anda berpikir seperti itu??" Dia bertanya

Walau aku melihat jalanan di depanku, aku tau bahwa dia sedang melihatku
"Menurutku, perang hanya akan meninggalkan rasa sakit" aku berkata dengan serius

"Orang orang mungkin akan menyerukan bahwa ini adalah tentang kemenangan, mereka dan lainnya" 

Aku menatap pria disampingku itu

"Tapi bagi orang dengan status rendah, itu hanyalah penyiksaan tanpa akhir" lanjutku

 Suasana di antara kami menjadi hening dan hanya terdengar suara hujan. Dia hanya menatapku diam

Setelah 5 menit, dia membuka kembali mulutnya
"Perang memang seperti itu....dan kita tentu tidak bisa memilih" ucapnya

 "Semakin kau bersuara, itu hanya membuat dirimu dekat dengan maut" lanjutnya

Suasana kami menjadi canggung
Hanya suara hujan yang bisa terdengar dan udara dingin yang semakin menusuk kulit

"Anda sangat menarik, Nona Larie....saya senang berbicara dengan anda" dia tersenyum lembut

Aku harap dia tidak melihat rona merah di wajahku

"Saya juga" ucapku menunjukkan senyum milikku

"Hujan sudah reda.....apakah anda akan berlari ke rumah anda??" Tanyanya
Hujan memang sudah reda digantikan hujan hujan kecil tetapi masih bisa membuat bukuku basah

"Tidak terimakasih.....buku saya akan basah" ucapku sopan "Jika anda ingin pergi silahkan" lanjutku mempersilahkannya

Dia tersenyum dan melepaskan mantelnya 

"Kalau begitu..." dia menjeda 
Aku merasakan tubuh besar itu sangat dekat denganku

Tangannya berada diatas kepalaku dan membentangkan mantelnya di atas kami
"Jika begini anda tak akan kehujanan bukan?" Ucapnya sambil terkekeh

"Tunggu, saya tak apa" ucapku panik "Anda akan kehujanan jika seperti itu" lanjutku 

Dia kembali terkekeh
"Bagaimanapun saya juga akan tetap akan kehujanan jika tidak seperti ini.....jadi biarkan saja" ucapnya tersenyum

Sesaat, aku berpikir bahwa senyum pria ini memang harus dihilangkan dari bumi ini. Itu terlalu menyilaukan dan tak baik untuk jantungku

" sedangkan Anda tak ingin buku anda basah jadi saya hanya berbaik hati untuk mengantar anda" lanjutnya

Aku terdiam sejenak "Baiklah....." ucapku

Dia kembali membentangkan jasnya diatas kami berdua
"Anda siap?" Ucapnya

Aku mengangguk pasti

"Baiklah kalau begitu ayo" ucapnya dan kami pun mulai menerobos hujan tersebut

Ditengah tengah hujan kota paris, 2 orang yang berlarian di tengah tengah hujan dengan jas coklat di atasnya.

Itu benar benar mengesankan layaknya waktu berhenti di sekitar kami

Hanya ada aku, Nicholas dan buku milikku di dalam dekapanku, kami menyusuri hujan di malam itu.

Rasa dingin dari hujan yang menusuk kulit kami, digantikan dengan perasaan hangat layaknya api unggun.

A CANVASحيث تعيش القصص. اكتشف الآن