TL 05

511 41 2
                                    

WARNING!!!
Alur cerita berasal dari imajinasi sendiri!
Bantu follow akun author!
Jangan lupa vote dan komen!

Happy Reading

Alasan kenapa Giana tidak jadi pulang? Semua itu hanya akal-akalan Ayah. Sebenarnya Ayah tau apa yang terjadi di rumah, makanya Ayah menyuruh Dokter Doyna untuk mengulur kepulangan Giana.

Giana yang terlalu polos sangat mudah dibohongi. Apalagi disaat Giana hilang ingatan.

Beda lagi dengan Jenan yang sejak tadi menunggu. Pria itu menyaksikan kebahagiaan sang istri dari kejauhan. Ia hampir saja membuka pintu, namun langkahnya terhenti saat ketawa Giana terdengar sampai luar. Sudah lama rasanya Jenan tidak menyaksikan kebahagiaan Giana.

Jenan harap ... Giana pulih dan mengingat tentang mereka. Hanya itu keinginan Jenan.

Ayah yang merasa diperhatikan pun menoleh ke belakang. "Masuklah."

Pintu terbuka dan memunculkan Jenan. "Ayah, kenapa dia ada disini?" tanya Giana pelan.

Pria itu menyalami mertuanya bergantian. "Sayang, malam ini Ayah dan Bunda tidak bisa berjaga. Ayah meminta bantuan Jenan untuk menjaga Nana."

"Nana punya suami. Kenapa tidak suami Nana saja yang menjaga? Mas Mahen juga pulang tidak pernah balik ke sini. Apa dia tidak mencintai Nana lagi, ya?" ucap Giana dengan mata berkaca-kaca.

'Aku adalah suami kamu, Gia.'

"Kamu bicara?" tanya Giana yang langsung mendapatkan gelengan kepala dari Jenan.

"Na ... dengarkan Ayah. Mahen lagi ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. Jadi untuk malam ini, biarkan Jenan yang menjaga Nana, ya."

"Tapi ... Nana masih takut padanya. Bagaimana kalau dia ...." tutur kata itu terhenti saat bola mata mereka saling bertemu.

Seakan terhipnotis, Giana mengangguk. Ayah tersenyum tipis, ia mencubit gemas pipi Giana.

"Terima kasih karena sudah mau mengerti keadaan, sayang. Kalau begitu kami pulang dahulu," ucap Ayah yang lagi dan lagi membuat Giana melotot.

Ia tidak menyangka Ayah akan meninggalkan mereka secepat itu. Bahkan Giana baru saja menyelesaikan makan siangnya.

"Ayah, kenapa cepat sekali?"

"Pekerjaan sudah menanti Ayah, sayang," ucap Ayah menyengir.

Giana berdecak. "Uh, semua orang menyibukkan diri. Memang kamu tidak bekerja?" tanyanya pada Jenan, namun respons pria itu tetap sama dengan geleng kepala.

"Kamu tidak punya mulut, ya? Sejak tadi geleng kepala terus!"

"Jangan terlalu galak, sayang. Jenan sampai takut sama kamu," ucap Bunda menegur Giana. "Biarkan saja. Dia jahat pada Nana."

"Yasudah, kami pulang dahulu. Assalamu'alaikum ...."

"Wa'alaikumsalam."

Keadaan menjadi hening. Giana menyuruh Jenan untuk duduk di sofa, sedangkan ia menyibukkan diri dengan ponsel yang baru saja dibelikan Ayah. Sebelum ke rumah sakit kedua orang tuanya itu mampir ke toko handphone dahulu.

Giana berdecak saat merasa diperhatikan oleh Jenan. "Jangan memandang Gia begitu. Kamu seperti ingin menelanjangi Gia saja."

"Kenapa? Apa kamu mau aku telanjangi?

"Jangan macam-macam, ya, kamu!"

Jenan berdeham. "Ayo cari angin di luar."

"Tidak, nanti kamu bawa Gia pergi."

Their Love (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang