6.Enduro -Until now-

10 2 0
                                    

I'm glad I can hold my breath...

•

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hinata sangatlah lelah, tapi ia juga cukup senang.

Ketika ia berkerja setidaknya ia bisa bertemu beberapa oang yang memperlakukan ia sangat baik.

Dan ada keluarga Dokter yang selalu ada untuk nya, Hinata juga berjanji dengan suami Dokter untuk tak menangis lagi karena Hinata adalah Wanita yang kuat.

Itu juga salah satu alasan yang membuat Hinata bertahan.

Dan di umur nya yang ke 19.

Hinata didatangi oleh seseorang yang mengaku sebagai keponakannya.

Laki laki yang mendatangi nya itu setidaknya lebih tua 2 tahun dari nya.

Laki laki itu datang untuk meminta maaf akan seluruh yang pamannya lakukan kepada Hinata.

Hinata sempat bingung, ia yakin setidaknya keponakannya ini tidak tau tentang kekerasan yang dilakukan pamannya.

Tapi Keponakannya itu bercerita. Bahwa selama ini laki laki itu memperhatikan Hinata dari jauh.

Keponakan nya itu merasa iba dan juga bangga ke Hinata yang masih bisa bertahan akan kekejian hidup.

Laki laki yang mengaku keponakan nya itu benar benar memberitahu cerita yang tak diketahui Hinata.

Disisi lain Hinata merasa senang dan tenang ketika mendengar pengakuan dan perkataan bahwa laki laki di depannya akan melindunginya.

Namun disisi lainnya juga ia bingung, ia tak dapat percaya ke orang lain dengan mudah

Walaupun cerita laki laki itu sudah meyakinkan.

Tapi, pada akhirnya Hinata memilih untuk percaya akan laki laki di depannya.

Se usai kejadian itu, Hinata menelpon anak si dokter.

Hinata menceritakan kejadian yang barusan saja terjadi.

Di telpon itu Hinata sempat ragu akan laki laki yang mengaku sebagai keponakannya
Namun si anak dokter berkata bahwa lebih baik untuk percaya ke keponakan nya untuk beberapa waktu kedepan.

Dan laki laki yang mengaku keponakannya itu memang benar, semakin Hinata kenal semakin Hinata tau tentang kedua orangtuanya begitu pula pamannya ataupun beberapa keluarga lainnya.

Di umur Hinata yang ke 20. Itu adalah puncak akan emosi nya membeludak.

Pamannya itu mengambil uang tabungannya yang sudah ia kumpulkan sejak ia keluar dari rumah bordil.

Dan uang untuk dirinya melarikan diri lalu hidup damai itu sirna semuanya hilang.

Kehidupan damainya, perasaannya, harapannya.

Semuanya sirna.

Hinata yang sudah sangat marah itu memaki pamannya, Hinata tak peduli apakah ia akan dipukuli lagi setelah itu.

Karena yang sekarang ingin ia lakukan hanya memaki pamannya yang tak waras itu.

Namun, waktu itu tak seperti biasa. Pamannya tidak termakan emosi akan makian dari mulut Hinata.

Padahal melihat wajah Hinata saja terkadang mem buat mood pamannya buruk, Hinata kira jika dirinya memaki seperti ini pamannya akan seperti gas yang siap meledak.

Melihat pamannya yang hanya menanggapi dengan senyuman, membuat Hinata sadar bahwa ada yang tidak beres.

Ketika suara cegukan terdengar, Hinata sadar bahwa pamannya mabuk.

Lalu puncak kegilaan adalah ketika pamannya mulai mengoceh bahwa ia membakar rumah dokter Lalu Anak dan Suami si dokter malam ini akan terluka. Dan itu semua karena Hinata.

Detik itu Hinata menampar pamannya sendiri.

Persetan dengan sedarah. Dia adalah bajingan iblis!

Setelah menampar, Pamannya pingsan mungkin efek samping meminum terlalu banyak alkohol.

Sejujurnya Hinata yakin itu hanyalah perkataan tak jelas dari mulut seorang yang sedang mabuk berat.

Namun detakan jantung yang berpacu cepat membuat Hinata sendiri tahu bahwa dirinya panik jika apa yang dikatakan pamannya memang benar.

Hinata tau pamannya tak pernah main-main akan ucapannya tapi, Hinata menolak untuk sadar.

Pasti keluarga dokter akan aman...

Setidaknya itulah yang Hinata pikir kan sebelum ia menerima telpon dokter...

Malam itu Hinata dapat mendengar isakan tangis yang sudah berumur. Itu suara dokter yang sedang bercerita bahwa suami dan anaknya sekarang sedang di rumah sakit
Lalu tentang rumah nya yang tiba tiba terbakar.

Mendengar isakan tangis itu membuat hati Hinata sangat pilu, seorang yang ia anggap ibu itu menangis sendirian disana.

Dan Hinata hanya bisa mendengar isakan tangis itu yang setiap detik semakin deras.

Setiap detik mendengar suara tangisan di seberang telpon, semakin besar pula rasa bersalah yang dimiliki Hinata.

Setelah mematikan telfon Hinata pergi keluar rumah tanpa arah.

Malam itu keadaan Hinata sangat mengenaskan,

Hinata yakin setidaknya telapak kakinya membeku karena tidak memakai alas untuk berjalan.

Baju Hinata juga malam itu tipis.

Tapi Hinata tak peduli lagi, karena pikiran nya sekarang dipenuhi akan rasa bersalah...

Ditambah dengan udara yang dingin, hujan mulai mengucur deras dari langit yang gelap.

Seolah olah tau perasaan sakit Hinata,
Saat itu ia benar benar ingin menangis dan berteriak untuk melepaskan perasaan yang tertahan.

Ia ingin berteriak sambil memaki takdir maupun orang orang yang telah jahat kepadanya.

Tapi tidak bisa, air mata nya tidak ingin ia keluarkan karena ia sudah berjanji untuk tidak menangis.

Dan detik itu Hinata bertemu dengan laki laki, Hinata dapat mencium bau Alkohol samar samar, jelas sekali bahwa laki laki itu mabuk. Hinata kira malam itu mungkin ia akan digauli oleh laki laki yang mabuk.

Dan untuk pertama kalinya, feeling buruknya tak benar.

nyatanya laki laki itu hanya memberikan jaket kulitnya ke Hinata, lalu menepuk puncuk kepala Hinata.

Detik itu juga.

Derai air mata yang ia simpan mulai keluar.

Mulut nya tanpa izin menceritakan keluh kesah hidupnya ke laki laki yang bahkan tak pernah ia temui.

Tapi bercerita dengan orang asing lebih baik daripada dengan orang terdekat.

Setidaknya membutuhkan 2 jam untuk Hinata menenangkan diri, Hujan pun sudah cukup reda kala itu.

Malam itu, kesadaran Hinata lepas tanpa se izin nya.

_______________________________________________

   ⃟🥀 ཹ One Year ❢🌹 ᭄Where stories live. Discover now