Bab 29 - Malapetaka

81 33 35
                                    

"Ras, aku nggak ingat apa-apa. Waktu itu aku dapat telepon dari Erlina. Dia kena tilang karena mengendarai mobil dalam keadaan mabuk. Di kawasan rumahnya masih rawan maling. Jadi, aku putusin buat bawa dia ke hotel karena nggak mau Disya liat Bundanya kacau seperti itu."

"Kamu mabuk juga?" Saras menatap tajam mata Damar.

Damar menggeleng. "Nggak, Ras."

Saras menyandar di pintu sambil bersedekap. "Apa nggak ada pilihan yang lebih baik daripada hotel? Orang tuanya? Saudaranya? Temannya? Apa kalau ada masalah harus selalu kamu yang turun tangan ngurusin dia, Dam? Kalian itu udah nggak ada ikatan lagi! Dia memang Bunda Disya, tapi bukan istri kamu!"

Damar menelan ludah. "Orang tuanya sudah meninggal dua tahun lalu. Dia nggak punya siapa-siapa lagi."

"Kamu lupa aku juga sebatang kara, Dam?" sergah Saras.

"Ras, aku nggak punya perasaan lagi sama Erlina!" Tanpa sadar, Damar menekankan kalimatnya dengan nada tinggi.

"Kamu berani bilang gitu karena ketahuan, kan? Kalau kamu memang masih ada perasaan sama Bundanya Disya, silakan Dam. Lebih baik hubungan kita sampai sini aja, Dam!"

Blam! Saras membanting pintu. Ia tersulut emosi mendengar penjelasan Damar. Perempuan itu mengunci pintu dengan kasar. Tubuhnya terasa lemas. Ia terduduk di balik pintu. Buliran air mata mengalir deras membasahi pipinya.

Damar mengetuk pintu berulangkali. "Ras, aku belum selesai bicara. Aku nggak pernah ngapa-ngapain sama Erlina!"

"Ras, tolong buka pintunya. Kita harus luruskan kesalahpahaman ini," bujuk Damar lirih.

Satu jam berlalu, suara ketukan pintu masih terdengar menandakan Damar tak beranjak dari rumah Saras. "Ras, aku bakalan nungguin kamu di sini sampai kamu mau buka pintu lagi. Kita harus bicara, Ras."

Sayangnya, usaha Damar tak berhasil membuat Saras bersuara. Lelaki itu tetap berdiri menghadap pintu. Tangannya memutar gagang, tapi percuma karena Saras sudah mengunci pintu.

Damar memutuskan untuk menunggu selama satu jam lagi. Kali ini ia diam, tanpa ketukan pintu atau bujukan lagi. Hati kecilnya berharap Saras mau membuka pintu walaupun hanya untuk memastikan kepergiannya. Namun, Damar harus menelan kekecewaan karena tak ada tanggapan apapun dari balik pintu.

***

Semalaman ini pikiran Damar kusut. Ia tak tahu harus bagaimana agar Saras mau mengangkat telepon darinya. Daripada ia terus terpaku mengubungi Saras, lebih baik ia mencari solusi atas permasalahan genting ini.

Disya sedang tidak ada di rumah. Buah hati Damar itu pergi bermain di rumah tetangga sebelah, Bude Yana. Oleh karena itu, Damar bergegas mengajak Erlina bertemu.

Pertemuan dadakan itu disetujui Erlina dengan gembira. Damar ingin mengajukan banyak pertanyaan pada Erlina, termasuk insiden malam di hotel itu.

"Mas, tumben ngajak makan malam di luar?" Erlina tersenyum ramah. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru restoran.

Bukannya menjawab pertanyaan Erlina, Damar malah mengalihkan pembicaraan ke masalah utama. Lelaki berkacamata kotak itu meletakkan kedua tangannya di atas meja.

"Er, apa yang terjadi malam itu? Tolong jawab dengan jujur!"

Erlina menyipitkan matanya. "Maksud kamu malam yang mana, Mas?"

Damar berdecak kesal. Ia menarik napas, lalu mengembuskannya dengan kasar. Ia menggulung lengan kemeja hitamnya.

"Aku nggak mau berprasangka buruk, Er. Aku masih menghormati kamu sebagai Bundanya Disya. Tolong jujur," ujar Damar pelan.

Erlina mengaduk es lemon tea, kemudian menyeruputnya perlahan. "Bukannya kamu yang maksa ke hotel? Trus, apa yang ada dipikiranmu saat itu?"

"Er, kamu--"

"Aku nggak bisa kehilangan kamu, Mas. Aku bisa lakuin apapun untuk membuat keluarga kecil kita kembali utuh," sanggah Erlina sambil menyentuh jemari Damar.

Perempuan berhidung mancung itu hendak menggenggam tangan mantan suaminya. Namun, dengan sigap Damar menghempaskan tangan Erlina.

Damar tersentak. "Maksud kamu apa, Er?"

"Lupakan Saras, Mas. Kamu nggak perlu bohong tentang perasaanmu. Kamu masih cinta sama aku, kan?" Erlina meraih dompetnya, lalu mengambil beberapa lembar foto. Ia menyodorkan foto-foto itu pada Damar.

Damar memijat pelipisnya. Ulah Erlina benar-benar membuatnya pusing. Foto-foto itu menunjukkan Damar dan Erlina yang berpelukan dan berbaring dengan balutan selimut di ranjang hotel.

"Aku tahu kamu pacaran sama Saras hanya untuk membuatku cemburu," tukas Erlina lugas.

"Er, aku nggak punya---"

Telunjuk Erlina sudah mendarat di depan bibir Damar. Ia memberi isyarat agar mantan suaminya itu diam.

Erlina beranjak dari duduknya. Ia melangkah ke belakang kursi Damar. Dirangkulnya pundak Damar dengan mesra. "Aku mau kita rujuk, Mas."

***

Mawar Merah #IWZPAMER2023 (On Going)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن