Putri tersenyum pada Kafka yang sudah duduk di tepi kasur. Hanya senyuman.

"Maukah kamu mengajari aku salat?"

Keterkejutan terlihat jelas dari wajah Putri. "Mas mau salat?"

Kafka mengangguk. "Tapi aku melupakan semuanya."

Perasaan hangat menyapa hati Putri. Apa yang menjadi keinginan Kafka saat ini meyakinkan Putri bahwa Kafka benar-benar ingin memulai semuanya dari awal.

Perlahan meski ada sedikit rasa ragu Putri memberanikan dirinya untuk membawa tangan Kafka ke dalam genggamannya. "Kita belajar bersama."

Kafka tersenyum, senyuman yang sangat tulus. Bersyukur karena Tuhan masih berbaik hati padanya meskipun telah ia lupakan dalam kurung waktu yang lama.

***

Sepulang dari rumah ibu Kafka tidak pergi ke kantor, ia lebih memilih untuk tetap berada di apartemen bersama Putri. Bagaikan anak kecil yang tak mau jauh dari ibunya Kafka terus saja menempel pada Putri, dan tentu hal itu membuat Putri risih. Kafka yang biasanya cool berubah menjadi manja.

"Aku mau masak dulu, sekarang mas hafalin dulu bacaan salatnya nanti setelah makan siang aku tes." Ucap Putri sambil memberikan buku berisi tata cara salat pada Kafka.

"Nanti saja..." tolak Kafka, karena hal yang ingin dia lakukan sekarang bukan belajar salat tapi berada di dekat Putri.

"Nggak boleh nanti-nanti Mas."

Kafka mengangguk patuh. Ia pun duduk di sofa dan mulai menghafalkan bacaan salat, dimulai dari niat sampai salam, sedangkan Putri menyibukkan dirinya di dapur. Siang ini ia akan memasak sayur asem dan ikan asin, entah kenapa tiba-tiba ia ingin makan dengan sayur asam dan ikan asin untung saja tadi sebelum pulang dari rumah ibunya ia mampir dulu di warung dekat rumah ibunya yang menjual berbagai macam sayur dan ikan asin. Dan Kafka pun tak keberatan ia masak ikan asin walaupun dia sendiri tidak suka ikan asin. Ya, satu fakta yang Putri ketahui hari ini yaitu Kafka tidak suka dengan ikan asin, jadi khusus untuk Kafka Putri menggoreng ikan munjair yang diambil langsung dari kolam ikan yang terdapat di belakang rumah Putri. Ibu sengaja membekali Putri  dengan ikan tersebut.

Makan siang sudah tersaji di atas meja. Senyuman menghiasi wajah Putri, Putri tidak menyangka kalau kemarin di hari ulang tahunnya yang ke dua puluh delapan tahun akan menjadi akhir dari penderitaannya dan hari ini akan menjadi awal dari. kebahagiannya.

Kafka memeluknya dari belakang, hal itu masih sedikit membuat Putri tak nyaman, namun sebisa mungkin Putri berusaha untuk melenyapkan rasa tak nyaman itu.

Ia meletakkan tangannya di atas tangan Kafka yang memeluknya. "Gimana sudah hafal bacaan salatnya?"

"Sudah." Kafka mengeratkan pelukkannya.

"Benarkah?"

"Kamu tidak percaya?" Kata kau kinipun telah berubah menjadi kamu, tanda kalau Kafka benar-benar tak lagi menganggap Putri orang asing yang terpaksa ia nikahi karena sebuah taruhan.

"Ayo makan dulu. Setelah makan nanti aku tes yah." Ucap Putri sambil melepaskan tangan Kafka yang memeluknya.

Kafka mengangguk.

Untuk pertama kalinya keduanya makan siang dengan santai, tak ada lagi kemarahan, ketakutan, dan ketidaknyamanan diantara keduanya.

"Biar aku yang cuci piring." Ucap Kafka saat Putri hendak membawa piring kotor ke bak cuci.

"Nggak usah Mas, biar aku saja." Tolak Putri.

Kafka tetap bersikeras. Ia meraih piring kotor dari tangan Putri dan langsung mencucinya.

Senyuman terukir di bibir Putri saat melihat cara Kafka mencuci piring, kelihatan sekali kalau Kafka tak pernah cuci piring.

"Sekarang saatnya di tes bacaan salatnya." Ucap Putri saat Kafka sudah mengakhiri kegiatannya mencuci piring.

Kafka mengangguk. Ia dan Putri pun duduk di sofa. Senyuman lebar menghiasi wajah Putri saat Kafka dapat membaca bacaan salat dengan baik dan benar.

"Tinggal bacaan tasyahud sama qunut yah Mas yang harus dihafalin lagi. Untuk urutan gerakannya Mas sudah ingatkan yah?"

"Sudah."

"Alhamdulillah."

Untuk pertama kalinya Putri membelai lembut rambut Kafka. Kenyamanan seketika Kafka rasakan. Kini ia yakin kalau sekarang ia benar-benar telah jatuh cinta pada Putri.

Secepat itu perasaan cinta menerpa hatinya. Tapi begitulah cinta tak ada yang bisa menebak kekuatannya dan secepat apa ia tumbuh di hati seseorang.

TBC

12 Muharram 1445H

Bukan Pernikahan ImpianWhere stories live. Discover now