Part 2

6.8K 420 6
                                    

          "Gue ngga habis pikir deh sama orang-orang yang suka tawuran kaya kalian. Kalian pikir tawuran itu bisa buat untung apa? Yang ada kalian bakal babak-belur, luka disana-sini, masih untung ngga sampai mati. Coba kalau mati, siapa yang akan susah? Kalian sih enak, mati udah ngga ngerasain apa-apa. Gimana sama orang yang kalian tinggalin? Kalian cuma buat mereka sedih doang."

            Alvin mengamati gadis aneh yang masih saja sibuk berbicara panjang-lebar tanpa memperdulikan dirinya yang kebingungan. Jadi gadis ini membawanya lari dari area tawuran hanya untuk memberikan ceramah?

            "Apa lo liat-liat? Naksir?"

            "Heh?!"

            Tanpa mengindahkan Alvin, Via –gadis tadi- duduk di samping Alvin. Tangannya sibuk mengobrak-abrik isi tas selempangnya. Setelah menemukan apa yang dicari, Via segera mengeluarkan benda itu. Sebuah kotak P3K.

            "Eh?!" kaget Alvin ketika tiba-tiba gadis aneh ini membersihkan darahnya dengan kapas putih. Setelah bersih, Via meneteskan obat merah pada luka Alvin hingga membuat Alvin mengerang kesakitan.

            "Ngga usah manja deh," Alvin mencibir. Sejantan-jantannya laki-laki kalau emang benar-benar sakit pasti akan mengerang kesakitan.

            Setelah selesai meneteskan obat merah dan meniup-niupnya pelan, Via membalut luka Alvin dengan perban. Tanpa sadar Alvin memperhatikan wajah gadis yang tak dikenalnya itu.

PLAK

            "Aduh!" Alvin memegangi lengannya yang kini terbungkus perban putih. Kedua matanya menatap tajam Via yang terlihat sama sekali tak merasa bersalah setelah dengan kejam menepuk lengannya.

            "Apa-apaan sih lo?" protes Alvin.

            "Jangan ngeliatin gue mulu." rupanya sedari tadi Via sadar jika Alvin memperhatikannya. Alvin yang merasa tertangkap basah pun memutuskan untuk diam.

            "Kenapa sih kalian seneng banget tawuran?" tanya Via setelah lama terdiam.

            "Semua berawal dari saling menghina sekolah. Kita yang ngga terima akhirnya terlibat tawuran deh." jawab Alvin santai seolah itu bukanlah masalah besar. Via berdecak sebal.

            "Bodoh."

            "APA?!" Alvin menoleh dan menatap marah Via yang secara tak langsung menghinanya bodoh.

            "Kalian itu pelajar. Tentu saja aspirasi kalian akan lebih diterima masyarakat daripada harus tawuran ngga jelas. Golongan pelajar tapi ngga terpelajar. Itu julukan yang cocok buat pelajar yang ngga bisa gunain otaknya dengan baik kaya kalian. Kalian bias membalasnya dengan menunjukkan prestasi kalian masing-masing. Dengan begitu ngga akan ada pihak yang dirugikan. Tapi sayangnya kapasitas otak kalian rendah." ujar Via tanpa menoleh kearah Alvin. Alvin melongo mendengar kata-kata pedas yang diucapkan Via.

            "Berani banget lo ngomong gitu! Lo ngga tau siapa gue?" gertak Alvin. Via mengangkat satu alisnya. Kepalanya ia longokkan guna melihat name tag  yang tertera di dada kanan seragam Alvin. Salah satu sudut bibirnya terangkat menciptakan senyum sinis yang mengotori wajah cantiknya.

            "Alvindra Pramuditya Anggara. Pentolan SMA Pelita, si  trouble maker, 3 kali dalam seminggu keluar-masuk ruang BP." Via telah selesai menyebutkan ciri-ciri Alvin dan membuat Alvin lagi-lagi melongo. Darimana gadis itu tau?

"Lo-- stalker gue ya?" tuduh Alvin yang membuat Via terkekeh.

"Siapa sih yang ngga kenal lo," balas Via. Alvin terdiam. Benar apa yang dikatakan Via. Siapa yang tidak mengenal pentolan SMA Pelita si pembuat onar itu.

Via melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Pukul 15.30. Ia harus segera kembali ke rumah.

"Gue harus balik nih. Oh ya, gue Via anak SMA Pertiwi." Via menjabat tangan Alvin secara paksa. Setelahnya Via berdiri dan melangkah meninggalkan Alvin namun sebelumnya tangannya dicekal oleh Alvin. Via menoleh.

"Thanks."ujar Alvin disertai senyum yang tersungging di bibirnya.

"Sama-sama. Jangan ulangi lagi ya." Via menarik pergelangan tangannya lantas melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda.

Alvin mengamati langkah kecil Via hingga gadis berambut sebahu itu hilang di tikungan gang sempit. Tanpa sadar Alvin memegangi perban yang membungkus lengannya, dan sebuah senyum kecil pun terukir di bibir tipisnya.

"My savior..."

Love Me Like You DoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang