1 • Queen Of Witchcastle

4 2 0
                                    

Celine Linette Adora, ketua organisasi Witchcastle, penguasa jalanan yang sangat ditakuti di ibukota Jakarta

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Celine Linette Adora, ketua organisasi Witchcastle, penguasa jalanan yang sangat ditakuti di ibukota Jakarta. Bukan sekadar omong kosong belaka, terbukti dari cabang bisnis dikelola oleh anggota yang lebih dari ratusan member.

Tidak memiliki jiwa kewirausahaan dan amat boros terhadap uang, Celine dan 3 sahabat karibnya hanya berkontribusi sebagai penyedia dana saja. Sebagai pemegang saham utama pada bisnis anggota Witchcastle saja.

Wataknya yang berfoya-foya, membuat Celine kerap menghabiskan uang dalam semalam sebanyak 3 digit ketika menyewa table pada sebuah klub malam, atau menyewa sebuah pulau agar seluruh anggota organisasi dapat berlibur. Uang? Tentu, berasal dari dompet tebal sang ayah dan juga kakaknya yang merupakan pengusaha.

Sebagai anak bungsu dan memiliki 3 orang kakak laki-laki, membuat rekening Celine selalu dibanjiri saldo melimpah setiap bulannya. Dia tidak takut kehabisan uang atau seluruh hal yang ada di sekelilingnya.

Prinsipnya hanya satu, uang merupakan medan magnet yang akan menarik seluruh orang agar mendekat ke arahnya. Siapa pun teman Celine akan hidup makmur, tenteram, dan terjamin.

Seperti saat ini, saldo di ATM Celine baru saja terkuras setelah beranjak dari kasir yang telah membayar belanjaan para sahabatnya.

“Ah, love buat Queen. Lo tahu saja kalau tas keluaran terbaru Gucci ini incaran yang gagal gue beli!” Angelica Lauren, si paling suka dengan barang branded, berseru bersemangat setelah mengecup manja sebelah pipi Celine bagaikan tengah bersama seorang ibu.

“Iya, Beb. Santai saja, lo mau apa lagi?” Dengan senyuman lebar tersemat di wajah yang kini menampilkan lesung pipi, Celine membalasnya tanpa beban. Walau, untuk harga satu tas Angelica, dia bisa membeli sebuah perumahan di kawasan elite.

“Yee, kagak usah, Line. Si Lica bisa minta borong satu toko kalau lo tawari seperti itu.” Seruan dari sebelah kiri Celine terdengar, berasal dari Rebecca Samantha. Satu-satunya sahabatnya yang tidak hobi shopping. Di dalam benaknya hanya ada makan, makan, dan minum. Sehari, dia bisa 4 kali makan tetapi tak pernah berat badannya naik. Kalau kata Angelica, Rebecca terlalu ideal. Walau dia memiliki hobi mengisi perut, jangan remehkan ketajaman dan jiwa detektif Rebecca yang mampu mendapatkan apapun dalam sekejap.

“Ya, terus? Lo mengode mau mengajak makan, gitu?” Dengan memamerkan cebikkan bibir ke arah Rebecca, Angelica pun menimpali dan sudah hafal atas keinginan sahabatnya yang doyan makan.

“Sudah, kali. Berantem mulu, cosplay jadi Tom dan Jerry, ya?” Sahabat terakhir Celine ini memiliki koneksi luas. Terbukti dari mereka bisa mendapatkan edisi tas terakhir yang limited edition, Jenifer Geraldine. Anak konglomerat juga keturunan dari darah biru. Memiliki kakak seorang penyanyi Internasional dan adik yang atlet Nasional, membuat Jenifer yang hobi menghabiskan uang selalu dianak tirikan.

“Cabut yuk, Angkasa sudah ngabarin kalau ada Pak Pengacara kita datang ke basecamp.” Setelah membaca pesan singkat yang dikirimkan oleh wakil ketua organisasi, Celine segera mengajak mereka untuk kembali ke markas besar Witchcastle.

Raut wajah kecewa Rebecca terlihat amat kentara. Disusul desahan kasarnya, lantas, dia menyahut, “Yah, kagak jadi makan dong?”

“Pesan saja nanti lewat ojek online.” Sembari merangkul bahu Rebecca agar tidak terlalu kecewa, Celine pun memberikan ide yang langsung diangguki olehnya.

Mereka berjalan ke arah parkiran. Sesampainya di sana, betapa terkejutnya ke-4 gadis remaja itu melihat segerombolan cowok topeng kain hitam tengah mengempisi ban mobil milik Celine.

“Woy, Anj! Lo apain mobil Queen, Sat?!” Suara Rebecca menggelegar paling kencang. Sedikit menggetarkan tembok di parkiran basemant tersebut.

Ketika mereka mendekat, para cowok-cowok tersebut segera kabur dari sana dengan tawa mengejek yang kentara.

“Sial, 4 ban mobil lo kempis semua, Line. Gue telepon bengkel supaya derek mobil lo ya?” Sembari menghela napas kasar, Jenifer mengusulkan dengan mengambil ponsel untuk menelepon pemilik bengkel yang merupakan pamannya sendiri.

“Ck! Bec, lo selidiki siapa mereka. Gue pesan ojek online dulu.” Setelah mengatakan itu, Celine mengambil ponsel iPhone keluaran terbaru yang beberapa hari lalu dia beli dan memesan ojek mobil di sebuah aplikasi hitam.

Menunggu beberapa saat, sebuah notifikasi muncul. Menandakan bahwa ada driver berada di dekat lokasi mereka dan mengambil orderan tersebut.

“Yuk, sudah dapat. Kita tunggu di lobby luar,” kata Celine.

Lantas, mereka bergegas berjalan ke depan walau menahan kekesalan akibat harus berjalan sebentar.

“Mobil BMW X3 black metalik, plat 1CU.” Seraya berjalan ke tempat yang dituju, Celine memberitahu deskripsi mobil yang akan mengantarkan mereka ke alamat tujuan.

“Lah, BMW? Orang kaya gabut jadi Ojol?” celetuk Angelic geli sendiri.

Celine mengedikkan bahunya bingung. Dia berkata, “Mybe. Gue juga heran, ada ya, ojek online pakai mobil BMW yang mahal.”

“Ada, tuh buktinya lagi OTW jemput kita,” sahut Jenifer lalu terkekeh pelan.

Berselang beberapa detik, sebuah mobil yang berharga lebih dari 1 milyar, percis seperti milik ayah Celine tersebut, berhenti di depan mereka. Jenifer dan Rebecca segera melihat plat dan mencocokkannya seperti kalimat Celine tadi.

“Benar, Guys. Gak tipu-tipu!” Terlalu antusias, membuat Rebecca tanpa sadar berjingkrak semangat.

Celine hanya tersenyum. Dia berdiri di sebelah pengemudi, ketika tangannya terangkat untuk mengetuk jendela pintu, kaca tersebut turun hingga menampilkan wajah tampan sesosok pemuda yang membuatnya terperangah dan membatu.

“Kak Celine Linette?” Suara serak dan amat dalam tersebut, menggema di telinga mereka yang membeliak melihat sopir ojek online tersebut.

Tidak mendapatkan jawaban, membuat si sopir kembali memanggil, “Kak Celine?”

Yang pertama tersadar adalah Jenifer, dia segera mengguncang pelan bahu Celine hingga tersentak. “Dipanggil Pak Sopir tuh.”

“Eh, iya. Gue.” Sembari memalingkan wajahnya gugup dan memerah, Celine berkata.

“Benar ya orderannya. Silakan naik, Kak.”

Melihat Celine salah tingkah, membuat pemikiran jahil muncul di benak para sahabatnya. Mereka spontan duduk di belakang membuatnya mau tak mau harus duduk di samping pengemudi.

“Sesuai alamat ya, Kak,” katanya sembari menoleh singkat ke arah Celine.

“Em, iya, Kak.” Bingung harus memanggil apa membuat Celine mengikuti panggilan seperti sopir tersebut.

Dari belakang, Jenifer yang mempunyai jiwa jahil dan kekanakan segera merapat ke depan. “Mas, umur berapa?” tanyanya dengan sengaja.

“Em, 17 tahun, Kak.”

“Wah, berondong! Nama lo siapa? BTW, gue Jenifer,” katanya semakin bersemangat sampai-sampai mengulurkan tangan ke depan. Membuat, Celine segera menepuk punggung tangan Jenifer.

“Awan, nama saya.” Dia terdiam sesaat, lalu, kembali berkata, “Iya, Kak. Saya tahu kakak-kakak semua, kok. Saya dari SMA Garuda juga.”

“Serius lo, anjir? Wih, jodoh memang ye! Kagak ke mana-mana,” celetuk Jenifer sembari melirik-lirik ke arah Celine yang telah memalingkan wajah menghadap ke arah jendela.

Ketika mobil berhenti di lampu merah, ide jahil lainnya hinggap di benak Jenifer. Membuatnya berkata, “BTW, Awan. Teman gue naksir tuh, si Celine. Tukaran WhatsApp, gih.”

Sontak, Celine dan Awan langsung menoleh hingga saling adu pandang. Tak ada satu pun di antara mereka yang memalingkan wajah.

“Anjir, nih cowok ganteng ya! Ih, mau gue milikin!!”

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 23, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Pelan-Pelan Pak SopirWhere stories live. Discover now