📷 chapter f o r t y t h r e e

Comincia dall'inizio
                                    

"... apa gue terlalu berlebihan?"

"Kalau gue harus jujur, iya, ini agak berlebihan. Harusnya lo nggak perlu repot-repot--"

Di saat itu Alsa menghentikan kalimatnya sebab mendengar suara Mama yang baru muncul dari dalam rumah sembari berkata, "Loh, Radya udah datang rupanya?"

Karenanya Alsa pun segera meraih lengan kanan Radya dan menariknya untuk masuk ke halaman rumah. Usai melepas sepatu sebelum menginjak lantai, laki-laki itu segera membungkuk dan bersalaman pada Mama dengan sopan. "Siang, Tante, apa kabar?"

"Baik, baik sekali, Radya. Memang udah lama sekali ya, kita nggak ketemu. Udah gitu kamu pakai acara hilang segala," ujar Mama seraya menggeleng-geleng heran.

Radya tersenyum kaku. "Maaf, Tan, kejadian itu bener-bener di luar kuasa saya."

"Aduh, ngapain kamu minta maaf? Kan memang benar, semuanya di luar kuasa kamu. Yang paling penting kamu baik-baik aja sekarang, dan Alsa udah nggak perlu sedih lagi seperti waktu itu."

"Iya, justru karena itu saya minta maaf Tan, karena saya udah bikin anak Tante sedih."

Mama kontan tertegun. Begitu pula dengan Alsa. Ia tak menyangka Radya akan langsung to the point mengatakan itu di saat kedatangannya baru beberapa menit saja. Padahal, Alsa cuma iseng ketika ia berkata bahwa Mama menyuruh Radya bertandang ke rumahnya sebab laki-laki itu sudah berani membuat Alsa menangis. Nyatanya Mama hanya ingin sekadar mengundangnya makan siang bersama dan mengobrol santai. Namun, rupanya Radya menanggapi pernyataan Alsa dengan serius.

Lantas Mama pun manggut-manggut sebelum meloloskan napas pelan. Sorot memperingati kemudian tampak dalam keduanya. "Kalau begitu sekarang kamu udah tau, kan, siapa yang harus kamu hadapi kalau kamu berani menyakiti anak Tante dan bikin dia sedih?" Ada jeda sejenak. "Jadi, jangan sampai hal seperti itu beneran terjadi, ya?"

Alsa langsung menatap Mama tak percaya. Kenapa suasananya betulan jadi seserius ini?

Radya yang mulanya tampak sedikit terkejut pun pada akhirnya mengangguk paham dan membalas, "Iya, Tan, pasti saya usahakan ...."

Sebelum Mama sempat berkata macam-macam lagi, Alsa buru-buru menyela dengan menunjukkan tas plastik berisi kue pemberian Radya. "Ma, ini dari Bang Radya," ujar Alsa.

Mama menengok, lalu bereaksi tak jauh berbeda dengan Alsa sebelumnya. "Ya ampun, kue di toko ini sih yang paling suka Tante beli, Radya, tapi paling hanya bisa setahun sekali." Mama kemudian beralih pada Radya. "Kamu serius beli ini buat keluarga Tante?"

Senyum simpul lantas terbit di bibir Radya yang disertai dengan anggukan ringan. "Iya, Tan. Sebenernya ini saran dari papa saya karena saya bingung harus bawa apa."

"Wah, saran dari papamu ternyata?" Mama terlihat takjub. "Sebetulnya kamu datang dengan tangan kosong pun sama sekali nggak masalah, kok. Tapi makasih banyak, ya, Radya?" ungkapnya dengan tulus. "Kalau gitu ayo masuk, masuk. Masa kita ngobrolnya di luar begini."

Lagi-lagi Radya hanya menurut dan bersiap beranjak untuk masuk. Namun, tepat di saat itu Alsa yang juga hendak beranjak segera menemukan Papa yang turut memunculkan diri dari dalam rumah. Pandangan Papa lekas tertuju pada Radya, dan untuk sejenak pria itu tampak terpana. Radya pun jadi bingung sendiri hingga lama-lama ia merasa canggung. Alhasil yang laki-laki itu lakukan yakni menunjukkan sopan santunnya, seperti yang ia lakukan pada Mama sebelumnya.

"Ma," panggil Papa setelahnya. Wajahnya terlihat serius, tetapi kalimat yang terlontar setelahnya adalah, "bener ini pacarnya si kakak, bukan gapura komplek kita?"

Radya mengerjap, tampak bingung. Alsa dan Mama pun tak mengerti apa maksud Papa.

"Apa sih Pa, nggak jelas banget," cibir Mama.

Through the Lens [END]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora