Sakit

56 10 6
                                    

Setelah pertengkaran itu mereka memasuki restoran yang dimana teman teman Anya sudah duduk. Meja itu panjang dan mereka duduk bersebalahan.

Teman teman Anya hanya terdiri dari 2 orang. Raizel tidak begitu kenal siapa mereka tetapi sekilas tau namanya karna Anya sering memintanya untuk menjemputnya ketika dia sedang libur dan terkadang bertemu mereka, mungkin membuatnya sedikit akrab.

"Kakak Rai, aku akan memesan hotpot dengan isian yang berbeda, teman temanku sangat menyukai daging jadi kami akan memiliki dua tungku, apa Kakak Rai mau juga?" tanya Anya.

"Tidak, aku lebih suka banyak sayuran. Tapi tidak papa. Kita bisa berbagi tungku, jangan menambah tungku karna kita hanya sedikit, buatlah kuah secukupnya dan ambil banyak isiannya," jawab Raizel dan diangguki oleh Anya. Dia menatap teman temannya.

"Ayo cepat pesan," ucapnya.

Selagi menunggu, mereka mulai berbincang-bincang.

"Kakak Xu, apa kamu tidak merasa lelah jika bersama Anya?" tanya salah satu temannya, dia adalah Zia.

"Itu benar, itu benar! Kami bahkan sering merasa prustasi setiap dia menemukan hal yang menarik perhatiannya dan menyeret kami," celutuk Haeri dengan semangat, seolah menambahkan minyak pada api.

"Tidak lelah hanya saja jika adik kakak ini disatukan, itu baru menciptakan kata lelah," jawabnya sambil tersenyum, secara tidak sengaja dia menyindir keduanya tetapi objek yang dia sindir justru malah seolah tidak mendengarkan.

"Kakak Xu, dibanding keduanya siapa yang lebih sulit untuk dihadapi?" tanya Haeri.

Raizel sedikit memikirkannya dan baru hendak menjawab sebelum Anya mendahului, "tentu saja Kakak Hansel!"

Hansel yang mendengar itu menendang kursinya dengan kesal, tidak terlalu kuat tetapi mampu membuat Raizel menatapnya dengan tajam. Dari situ kedua temannya menyadari bahwa dibanding Anya sepertinya Kakaknya lah yang sedikit sulit dihadapi karna tingkahnya terkadang sebelah duabelas dengan Anya.

"Kakak Hansel, kamu selalu kekanakan, bagaimana bisa Kakak Rai betah didekatmu? Itu pasti kamu mengancamnya, 'kan?"

"Kamu banyak bicara karna ada Raizel disini, kita lihat apa kamu punya keberanian untuk banyak bicara saat dirumah nanti," ucap Hansel dan menahan sakit ketika Raizel dengan santai mencubit pahanya.

"Aku tidak takut, wle!"

"Aku baru merasakan apa yang Kakak Xu rasakan ketika mereka berdua disatukan," ucap Zia penuh keprihatinan.

Raizel hanya menunjukkan wajah setuju. Setelah itu meja dipenuhi dengan uang dari kuah dan segala macam isian. Raizel mengusap-usap tangannya dan mengambil sumpit.

Aroma kuah pedas memasuki penciumannya dan itu sangat menggugah selera. Entah kenapa Raizel merasakan air liurnya memenuhi mulutnya hanya melihat kuah berwarna merah itu.

"Campurkan semuanya," ucap Raizel sambil mengaduk kuah.

Raizel terlihat lebih antusias daripada biasanya, dia bahkan sibuk menginstruksikan apa yang harus di masukan lebih dulu dan nanti. Ketika itu sudah selesai dan semakin menggugah selera, Raizel mendekatkan piring kecil dan mengambil sayuran dari dalam tungku.

Raizel tidak bisa diganggu saat makan makanan enak tetapi tiba tiba saja ketika mencium kuah yang sudah dia buat, perutnya merasa mual baunya seperti menusuk ke hidung.

Sayuran pedas yang sudah di depan mulutnya dia simpan di piring dan dia terdiam sebentar mencoba merasakan apakah benar dia merasa mual atau itu hanya ilusinya.

"Ada apa?" tanya Hansel yang melihat perubahannya.

Raizel tersadar dan dia menggeleng, melihat sekitar yang juga memperhatikannya. Raizel tersenyum dan mengatakan, "tidak ada."

PSYCHEWhere stories live. Discover now