25

974 38 1
                                    

Seperti permintaan Tuan Mayer, akhirnya kini keduanya ada di halaman rumah Larine. Frank mengetuk pintu itu tapi tidak ada sahutan.

"Aku akan mencobanya lagi. Semoga kali ini berhasil".

Tangan Frank baru saja akan mengetuk lagi tapi daun pintu perlahan terbuka. Kepala Larine muncul di balik pintu.

"Kau kembali?".

Tanya Larine serak. Frank hanya menatapnya dengan senyum.

"Ayah ada di sini untuk melihatmu".

Ada ekspresi kaget di wajah Larine sehingga ia langsung membuka pintu lebih lebar.

"Paman Harold...".

Larine mempersilahkan Tuan Mayer masuk dan duduk.

"Aku dengar kau sakit".

"Tidak. Aku hanya sedikit lelah tapi sekarang aku baik-baik saja. Dimana Elena?".

"Dia menitipkan salam untukmu. Dia sedikit sibuk jadi tidak bisa mengucapkan selamat tinggal. Kami akan kembali ke Kopenhagen siang ini. Jika kau mau, mari pulang bersama. Setidaknya kau bisa memulihkan dirimu".

Mata Larine berkaca-kaca saat mendengar perkataan Tuan Mayer.

"Terima kasih Paman tapi aku tidak bisa ikut sekarang. Semuanya terlalu cepat untukku. Aku bahkan belum tahu apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku hanya ingin menyendiri saat ini".

Tuan Mayer mengangguk lalu menatap Frank.

"Apa pekerjaanmu sudah selesai? Maksudku kita akan kembali bersama?".

Mendengar pertanyaan Tuan Mayer, Larine berharap Frank akan kembali. Ia tahu sebentar lagi hubungan mereka akan bermasalah. Ia ingin menarik diri.

"Sudah ayah. Tentu saja kita akan pulang bersama".

Tuan Mayer berdiri dan melihat ke sekeliling ruangan. Ia menarik napas.

"Beritahu paman jika kau butuh sesuatu. Jaga dirimu ".

Larine langsung memeluk pamannya erat. Rasa kehilangan kembali mengisi hatinya.

"Aku akan merindukanmu. Terima kasih sudah ada di sini".

Tanpa aba-aba Frank juga memeluk Larine di depan mertuanya. Tak peduli jika Larine akan setuju atau tidak.

"Aku hanya berharap bahwa waktu yang berlalu akan membuatmu lebih baik dari sekarang. Kami akan selalu mendukungmu. Jangan putus asa. Semua orang memiliki masa-masa sulit dalam hidup mereka".

Larine takjub dengan perkataan Frank. Ia mengakui sikap dewasa pria ini. Kalau saja Tuan Mayer tidak ada di sini Ia pasti sudah memeluk Frank erat.

Hal yang sama juga dipikirkan oleh Tuan Mayer. Ia harus mengakui kata-kata menantunya ini. Sayangnya, ia belum tahu jika arti kalimat itu sangat dalam dan khusus. Itu diucapkan dengan penuh cinta dan perhatian dari hati yang paling dalam. Itulah sebabnya siapapun yang mendengarnya akan terkesima.

Mobil Frank sudah tiba di bandara. Theodor menunggu mereka dan langsung membawa mereka ke hanggar. Mereka pulang dengan jet pribadi Tuan Mayer.

Selama penerbangan Frank memilih untuk tidur karena memang ia sangat lelah. Beberapa hari bersama Larine telah menguras semua energi dan juga perasaannya.

Begitu mendarat di Kopenhagen mereka langsung berpisah. Tuan Mayer pulang dengan mobil jemputannya. Sedangkan pasangan suami istri Frank dan Elena pulang dengan Theodor sebagai sopirnya.

"Antarkan aku ke Central lalu antarkan Elena ke Naerum".

Titan Frank dengan suara dingin seperti biasanya. Elena yang duduk di sampingnya terhenyak.

"Apakah kau baru saja mengusirku?".

Frank memandang keluar jendela dan menghembuskan napas berat.

"Aku rasa kau salah paham. Bukankah selama ini semuanya seperti itu? Lagipula aku memiliki banyak pekerjaan. Aku tidak ingin berdebat denganmu. Aku lelah El...".

Mungkin ini adalah kalimat terpanjang yang diucapkan suaminya selama pernikahan mereka. Biasanya Frank hanya bicara beberapa kata saja yang lebih mirip perintah. Kini Elena mengerti bahwa suaminya ini hanya ingin memangkas waktu untuk kebersamaan mereka.

"Turunkan aku di halte depan. Aku akan naik taksi!".

Frank menjambak rambutnya dengan kasar hanya untuk menahan dirinya. Lewat spion di depannya ia menatap Theodor tajam. Itu artinya ia tetap dengan keputusan semula.

Ketika melewati halte, Elena terkejut karena mobil tidak berhenti. Refleks ia memukul kaca dan mencoba membuka pintunya. Theodor semakin gelisah.

"Hentikan mobilnya Theodor!".

Ucap Frank dengan suara keras. Ban mobil berdecit karena rem mendadak. Tanpa menunggu lama Elena langsung membuka pintu dan turun. Frank sama sekali tidak menoleh untuk melihatnya. Ia menyembunyikan kemarahannya di balik kaca mata hitam.

"Apa yang kau tunggu? Ayo jalan!".

Kembali Frank memberi perintah pada Theodor untuk meninggalkan Elena di situ. Namun begitu mobil baru melaju seratus meter, Frank meminta Theodor untuk berhenti.

Walau bingung tapi Theodor tetap melakukannya. Ia pikir mungkin Frank berubah pikiran. Dan benar saja Frank memintanya untuk putar balik. Senyuman lega terpancar di wajah Theodor.

Namun apa yang selanjutnya terjadi di depan mata mengubah segalanya.

Baru saja mobil melambat untuk berhenti di tempat Elena turun tadi sebuah motor hitam sudah lebih dahulu berhenti. Pengendara itu menyodorkan helm pada Elena dan membantunya memakainya.

Mata Frank berkilat saat mengingat motor yang familiar itu. Ia menggeram pelan.

"Ayo pulang ke Central!".

"Tapi Tuan...".

Theodor tidak melanjutkan kalimatnya karena tatapan Frank sekarang seperti ingin membunuhnya. Mobil langsung memutar arah.

"Apa sebaiknya aku mengikuti motor itu?".

Tanya Theodor ragu.

"Tidak perlu. Kau bekerja untukku bukan untuk Elena".

"Aku mengerti Tuan Jensen".

Sepanjang perjalanan otak Frank terus berusaha mengingat detail motor itu termasuk plat nomornya.
Kemudian ia mengambil ponsel dan mengetik sesuatu di sana.

Apa ini pertanda bahwa rumah tangga kami bermasalah selama ini?

Frank mulai meragukan banyak hal. Mulai dari Elena yang penurut dan tiba-tiba bersikap konyol. Lalu pertengkaran yang akhir-akhir ini dipicu oleh Elena.

Aku akan melakukannya dengan caraku Elena....


➡️➡️➡️➡️➡️➡️➡️➡️➡️➡️➡️➡️➡️➡️➡️

*up lagi....

*Jangan lupa vote dan komen_nya ya 🙏😁

*menurut kalian apakah mereka akan bercerai?
Coret di kolom komentarnya dong 🤩🤩🤩

SECOND HOME (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang