I

25 3 8
                                    

Bagaimana jika kita hanya butuh satu kali tembakan untuk mengakhiri sebuah peperangan? Hanya butuh satu tembakan untuk mengakhiri keserakahan dan kesombongan umat manusia, untuk mengakhiri pertaruhan eksistensi antara peradaban para raksasa yang telah mencengkeram planet bumi selama puluhan—bahkan ratusan tahun silam.

Ada sebuah kemungkinan yang mampu menghentikan semua rencana jenderal-jenderal besar di palagan semu bernama Perang Dingin Kedua. Palagan yang perlahan telah membuat penderitaan kepada seluruh umat manusia. Maksudku,  adakah perang yang tiada membuat penderitaan di setiap kehidupan umat manusia? Pada setiap konflik yang diorkestrasi oleh manusia, selalu meninggalkan duka dan lara. Perang selalu menorehkan dendam untuk diceritakan kepada keturunannya satu sama lain, serta selalu mencatatkan dusta-dusta bangsa yang tidak pernah terlintas sebelumnya.

Lalu, peristiwa seperti apakah yang mampu menghentikan seluruh prajurit yang saling baku tembak, seluruh mata-mata yang sedang menggali informasi, seluruh propagandis negara adidaya yang sedang mengagitasi bangsa lain untuk saling menumpahkan darah sesamanya?

Kalau engkau tanya diriku ... maka aku akan menjawab dengan setengah bercanda.

Membuat Bumi keluar dari orbitnya, mungkin.

Namun, itulah jawabanku. Terdengar seperti jawaban yang bercanda di bawah pengaruh alkohol atau tergantung oleh bayang-bayang semu yang dihasilkan Asam Lisergat Dietilamida.

Aku serius. Mungkin hal itu terdengar mustahil, tetapi masih bisa berkemungkinan terjadi. Seluruh hidupku kucurahkan untuk mewujudkan hal tersebut. Bahkan, jika yang kulakukan adalah untuk mengakhiri seluruh konflik antar umat-manusia—mengeluarkan bumi dari jalur revolusinya—akan kupastikan itu terjadi.

Hanya saja, kini ada satu masalah. Tidak terlalu serius, tetapi cukup mengganggu. Merepotkan pula.

"Saya senang sekali, berkesempatan untuk bertemu dengan Anda di sini, Tuan Cakra. Mungkin saya benar-benar beruntung bisa bertemu dengan Anda." Senyuman yang dilontarkan oleh pria berjas hitam dan berdasi biru navy, dengan motif polkadot abu-abu di depanku membuatku sedikit merasa tidak enak. Ia jabat tanganku dengan cukup kuat, sembari terus menatap wajahku dengan senyuman ganjil. Ia berbicara dengan lidah Spanyol yang cukup kental, tetapi aku tahu bahwa tidak seharusnya aku beramah-tamah dengan 'Si Pria'—begitu kusebut dirinya—sama sekali.

"Anda jauh-jauh ke Kopenhagen untuk menemuiku—Ah, tidak—Anda ingin mencokokku di sini," ujarku ketus, tepat ketika aku melepas jabatan tangan pria di depanku.

"Maaf?" Si pria menelengkan kepalanya, berakting bingung.

"Siapa yang mengirimmu? CIA? NSA? Konservationis?" Aku menyipitkan mata, sembari memandang tajam Si Pria.

Si Pria pun berkata dengan tenang, "Terlalu berhati-hati seperti itu hanya akan membuat Anda dalam masalah besar. Saya sarankan untuk mengikuti alur yang sudah kami siapkan."

"—Ah, iya. Saya sarankan juga, jangan melawan, Tuan Cakra. Kami sudah merencanakan pertemuan ini jauh-jauh hari," lanjutnya.

"Merencanakan, huh? Seolah kau telah tahu bahwa aku akan berada di sini," komentarku.

Bagaimanapun, satu kejahilan kecil yang Agen Intelijen Amerika lakukan ini, benar-benar cukup merepotkan. Sudah jelas kelihatan, sejak dia dan orang-orangnya menguntitku dari Bandara Kopenhagen dengan sangat lihai. Sudah diprediksi, bahwa pekerjaanku bakal menyeret orang-orang merepotkan seperti mereka untuk ikut-ikutan, sembari membawa permainan mereka sendiri. Lagipula, Cecelia melakukan 'publikasinya' dengan sangat bombastis, sampai-sampai membuat seluruh ilmuwan dunia menegakkan faksi 'Konservationis' untuk menentangnya terang-terangan. Kini, mereka yang tengah beradu di palagan semu—mereka yang tergabung dalam Konservationis—berlomba-lomba untuk menangkapku dan Cecelia sebagai salah satu 'pionir' dari kebidatan ilmuwan Astrofisika. Bahkan aku sebenarnya bukanlah ilmuwan Astrofisika.

EVENT HORIZON : All Quiet Under Distant SkyWhere stories live. Discover now