14 September, 2038
'The Melting Pot'
"Astaga ... kau kurus sekali, jadi terlihat macam tengkorak hidup."
"Hahaha, benar. Sewaktu SMA kau gemuk seperti babi. Lalu sekarang, kurus bak leher burung unta."
"Hei, Heera, ukuran pahamu mungkin hanya selebar lengan selebritis wanita, kekeke."
"Tapi, bukankah dulu Heera bercita-cita menjadi idol?"
"Pertanyaannya, agensi mana yang bersedia merekrut perempuan gembrot dan berjerawat? Hahaha ...."
"Eh, dengar-dengar sekarang kau seorang penulis, ya? Sudah menerbitkan berapa buku, sih? Satu, dua, atau jangan-jangan satu lusin?"
"Jangan salah, penulis terkenal royalti yang didapat lumayan besar, loh. Heera pasti punya banyak uang sekarang. Benar kan, Heera?"
"Memangnya dia terkenal? Aku seorang manager toko buku, tapi tidak pernah melihat buku-bukunya. Apa jangan-jangan belum ada satupun buku yang kau terbitkan?"
"Ckckck, nampaknya begitu. Lihat saja dia sekarang. Cungkring."
Heera tak mengeluarkan sepatah katapun. Tangan kanannya sibuk meraup dan mulutnya terus mengunyah. Saus daging menempeli seluruh permukaan bibir. Mestinya, ia tidak perlu susah-susah datang kemari. Namanya saja reuni, tapi kegiatannya hanya mengejek orang-orang lemah.
Uhuk!
Karena terlalu cepat makan, Heera tersedak. Lekas ia meneguk air dingin dari gelasnya hingga kosong. Orang-orang yang melabeli diri sebagai 'teman' tentu saja menyaksikan. Sekali lagi, dirinya bertingkah seperti orang bodoh di hadapan mereka.
"Meskipun sudah kurus, tetapi Heera tetap seperti babi, ya. Rakus dan jorok, kekeke."
Heera beranjak, menatap tajam mereka yang disebut 'teman' satu persatu, namun bukan untuk merobek mulut tak berperasaan itu.
"Aku permisi ke toilet sebentar," katanya, kecil dan halus, tak akan terdengar bila semuanya tidak mengheningkan cipta seperti saat ini.
Tanpa menunggu jawaban, Heera segera berlari menuju toilet dekat dapur. Di bilik paling ujung, ia memuntahkan segala isi perutnya. Terus menusuk-nusuk dalam telunjuknya ke lubang tenggorokan.
Ya, Heera yang telah menderita bulimia selama sepuluh tahun lebih tengah melakukan 'pembersihan'.
"Setelah sepuluh tahun berlalu, mereka masih tetap sama. Bodohnya aku sempat berpikir mereka akan berubah menjadi sedikit manusiawi."
Heera menyeka permukaan bibirnya dengan punggung tangan secara kasar.
"Mereka pikir aku menjadi seperti ini karena siapa? Bajingan, seenaknya saja melupakan perbuatan kejinya. Karena mereka aku menjalani kehidupan sekolah yang sulit selama tiga tahun!"
Setelahnya, Heera tidak kembali lagi ke ruangan VIP. Ia kabur melalui jendela, meninggalkan tas serta mantelnya disana.
.... euphoria ....
Kamarnya gelap. Satu-satunya sumber penerangan hanyalah cahaya komputer.
Klik
Klik
Klik
Layar komputer menampilkan jelas aplikasi photoshop. Telunjuknya tak henti menekan mouse, sibuk memangkas habis lemak-lemak pipi.
Semenjak mendedikasikan hidup sebagai penulis cerita anak, Heera memiliki hobi lain yang membangkitkan semangatnya. Ya, mengedit wajahnya sendiri.
Awalnya hanya iseng, tetapi pada akhirnya berubah menjadi candu. Ia yang terobsesi untuk kurus selalu merasa tak puas dengan dirinya. Di matanya, tubuhnya tetap terlihat gemuk meski sebenarnya sekarang tubuhnya sudah kurus kering.
Smileson mengirim satu postingan
Sayangnya, komentar-komentar yang ia terima justru meledakkan emosinya. Semua orang kompak berkata bila dirinya terlihat kurus dan menyarankannya pergi ke rumah sakit.
"Apa mereka semua buta? Gemuk begini disebut kurus? Oh, mereka pasti sengaja mengirim komentar seperti ini karena tidak ingin berat badanku turun!"
"Dunia ini benar-benar tidak adil. Aku sudah muak hidup seperti sampah disini!"
Diambilnya sebotol racun rumput yang ia beli beberapa hari lalu di salah satu marketplace. Kemudian, tanpa pikir panjang ia meminumnya hingga tersisa setengah.
Tak menunggu waktu lama bagi racun untuk bekerja. Beberapa detik setelahnya, ia mulai merasakan sakit dan bengkak pada mulut juga tenggorokan. Bersamaan dengan itu, lidahnya pun terasa melepuh. Keringatnya bercucuran amat deras, perutnya terasa melilit, dan kesulitan bernapas. Apakah begini rasanya ketika nyawa seseorang dicabut?
Bahkan, diambang kematiannya, yang terlintas dalam pikiran adalah seringaian jahat orang-orang.
Perlahan-lahan matanya mulai terpejam dan ia tak ingat apa-apa lagi.
Selamat tinggal, dunia.
YOU ARE READING
EUPHORIA
FanfictionKotak musik antik itu memberi kesempatan bagi Noh Yeonhee dan Son Heera merasakan yang namanya 'Euphoria'. ... Noh Yeonhee yang sisa hidupnya hanya tinggal enam bulan tiba-tiba kembali ke masa remaja, tepatnya delapan belas, setelah tak sengaja mend...
