Snippet (I): Noh Yeonhee

176 24 6
                                        

14 September, 2038
Rumah Sakit Universitas Konguk

"Glioblastoma?"

Dokter Cha mengarahkan pointer bercahaya merah dan melingkari bentuk bulat besar di bagian dalam ronsen.

"Seperti yang Anda lihat, sel kanker ini tumbuh pada otak besar tepatnya di lobus temporal. Melihat ukurannya yang tak lagi kecil, saya menyarankan Anda untuk melakukan biopsi."

"Jika saya melakukannya, apa saya akan pulih sepenuhnya dari penyakit ini?"

Ada dua hal yang paling menyedihkan bagi kebanyakan dokter. Pertama, saat pasien yang mereka tangani meninggal dunia. Dan kedua, ketika menyampaikan hasil diagnosa.

"Sayangnya, biopsi tidak dapat menyembuhkan, melainkan hanya memperpanjang waktu hidup. Jika berkenan melakukannya, Anda bisa bertahan paling lama enam bulan. Bila menolak ... kemungkinan sisa hidup Anda hanya tinggal tiga bulan."

"Tetapi, sebagai dokter, saya menyarankan Anda untuk melakukan biopsi, Nona Noh."

Tubuh Yeonhee membeku dan tatapannya berubah kosong. Jiwa dan akal sehatnya melanglang buana selama beberapa saat. Sementara di depannya, sang dokter nampak mengerti dan memberikannya waktu untuk menerima kenyataan.

Glioblastoma Multifrome adalah tumor yang tumbuh dan berkembang amat cepat. Jenis kanker yang menghancurkan jaringan otak normal dan biasanya menyebabkan kematian dalam 15 bulan pertama selepas di-diagnosis.

Selama ini Yeonhee abai terhadap sakit kepala yang menyerangnya hampir setiap hari. Mengira bila yang dialaminya hanyalah sakit kepala biasa akibat terlalu sering bekerja di depan komputer. Alih-alih memeriksakan kesehatannya, ia justru hanya mengonsumsi obat-obatan umum yang beredar di minimarket atau apotek. Tetapi, setelah dipikir-pikir, cepat atau lambat, akhirnya ia pasti akan mati.

"Jadi, Nona Noh, apa Anda akan melakukan biopsi?"

"Saya akan memikirkannya." Yeonhee beranjak dari kursinya. "Kalau begitu, saya permisi, Dok."

.... euphoria ....

Mobil ambulans berhenti tepat di depan pintu UGD (Unit Gawat Darurat) Rumah Sakit Universitas Konguk. Tiga orang paramedis turun bersama dengan tandu yang di atasnya terdapat seorang perempuan akhir dua puluhan. Surai legamnya berantakan, tubuhnya cungkring bak orang malnutrisi, dan yang menjadu sorotan ... mulutnya penuh busa serta darah kental.

"Namanya Son Heera. Umur, 29 tahun. Melakukan percobaan bunuh diri dengan meminum paraquat. Napas di paru-paru kanannya menurun. Dia juga muntah darah sebanyak 80cc. Juga sempat henti jantung selama sepuluh detik dalam perjalan."

Para perawat bertindak cepat dalam menangani pasien darurat sementara sang dokter masih menanyai paramedis yang membawa si wanita mengenai hal-hal lanjutan sebelum turun tangan.

Noh Yeonhee yang kebetulan hendak mampir ke bilik ATM tak sengaja melihat kekacauan tadi. Ketika ia hendak berlalu, matanya tak sengaja menangkap benda ramping—seperti kartu—yang tergeletak di atas aspal. Iapun mendekat dan akhirnya sadar bila itu adalah Kartu Tanda Pengenal seseorang. Sepertinya milik wanita yang tengah krisis tadi.

Son Heera.

Yeonhee lekas menyerahkan Kartu Tanda Pengenal tersebut kepada seorang perawat yang kebetulan terlihat olehnya. Tak lupa juga menyertakan informasi tentang si pemilik. Setelahnya, ia lekas memasuki bilik ATM di dekat UGD.

INFORMASI SALDO
SALDO: 3.394.000 won

Sebelas tahun dia bekerja, dari karyawan biasa hingga naik jabatan menjadi ketua tim, tak ada satupun hasil yang terlihat. Bahkan tabungannya tak lebih dari tiga juta. Sejatinya, Noh Yeonhee adalah bagian dari generasi roti lapis.

Terlahir sebagai anak pertama, perempuan, dan berasal dari keluarga miskin. Noh Yeonhee sudah bisa menebak masa depan suram yang akan dilaluinya. Bahkan, di usia 33, ia masih harus mengeluarkan uang untuk menghidupi orang tua dan adik-adik tirinya. Jika tidak memberi 'jatah bulanan', sang ibu akan berakting menyedihkan dan mogok melakukan segala hal; seperti anak kecil.

Yeonhee sudah mengikhlaskan takdirnya karena ia menyayangi ibu serta keempat adik tirinya. Akan tetapi, ketika penyakit mengerikan itu menghancurkan hidupnya, ia merasa kerja kerasnya selama ini sia-sia.

Ting!
Ting!

Baek Yumi:
Eonni ... uang praktikum paling lambat dibayar lusa.

Baek Hyunsu:
Nuna! Teman-temanku punya sepatu bola seperti ini. Aku juga mau. Kalau Nuna gajian, belikan untukku, ya!

Baek Sena:
Eonni, jangan lupa ayam gorengnya, hehe.

Ibu:
Kau belum membayar uang sewa rumah bulan ini? Agen properti baru saja mengirim pesan.

Yeonhee menghembuskan napas panjang. Jika semua orang bergantung padanya, akan seperti apa keadaan keluarga ini setelah kematiannya?

EUPHORIAWhere stories live. Discover now