五 | Sebuah Liontin

169 51 2
                                    

   Sorry for late update





   Sorry for late update

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Malam harinya

Seperti biasa usai makan malam sendirian—Bunda masih menghadiri rapat di kantornya—aku memilih bersantai. Alih-alih belajar atau mengerjakan laporan praktikum, aku membaca novel itu kembali. Bukan yang bagian kedua, melainkan novel bagian pertama yaitu kisah raja Rigel dan ratu Inés. Aku ingin menuntaskan kisah cinta mereka sebelum lanjut ke bagian dua—sekaligus penasaran tentang bagaimana kisah cinta mereka berakhir, entah sedihkah ataukah bahagia.

Kalau dugaanku, sih, berakhir tidak bahagia. Raja Rigel poligami, sih. Mana ada wanita yang mau dipoligami suaminya sendiri? sekalipun demi kekuasaan?

Sembari membawa novel tebal itu, aku lantas mendudukkan diri di kasur. Posisikan tubuh setengah berbaring, dengan punggung menyandar pada bantal yang sudah kutata. Setelah itu, mulailah aku menenggelamkan diri ke dalam kisah mereka.

Namun sial, semakin aku menyelami cerita ini, semakin aku dibuat kesal sekaligus sedih. Raja Rigel berubah setelah pernikahannya dengan putri Aeris. Diceritakan bahwa perubahan raja Rigel terlihat dari sikapnya pada rakyat dan bahkan ratunya sendiri, ratu Inés. Ia menjadi pemarah, culas dan semena-mena. Rasa cintanya pada ratu Inés pun seolah menguap. Tatapan penuh cinta yang biasa tampak, berubah menjadi tatapan kebencian. Ada adegan di buku ini, di mana ratu Ines bertengkar hebat dengan raja Rigel, lalu berakhir sang raja mengasingkan ratu bersama buah hati mereka ke paviliun barat. Pada saat itu paviliun barat merupakan bangunan milik selir yang lokasinya jauh dari istana utama dan istana ratu. Tak lama setelahnya, ratu Inés dipenjarakan di istana bawah tanah.

Si penulis pada buku ini juga menceritakan bahwa ada dugaan sang raja dikendalikan oleh permaisuri Aeris. Pasalnya, sang raja
hanya menuruti ucapan wanita itu. Di samping itu, raja lebih sering menggelontorkan dana kerajaan dengan sangat banyak untuk kebutuhan permaisuri. Mulai dari pakaian hingga renovasi istana.

Puncaknya, raja memberikan kewenangan mengurus internal istana kepada permaisuri Aeris yang saat itu dipegang oleh sang ratu. Hal ini tentunya menyebabkan ratu Ines marah besar karena merasa telah dihina oleh suaminya sendiri. Dengan kondisi badan yang belum sehat sempurna, ratu Inés menemui sang raja dengan membawa pedangnya. Pertemuan itu berakhir dengan pertengkaran hebat dan penggulingan ratu Inés dari posisinya. Raja Rigel mengasingkan ratu Inés beserta anaknya ke paviliun barat dan akhirnya memenjarakan wanita itu beserta anak mereka yang masih merah.

Mengetahui ratu Inés digulingkan dan dipenjara, kerajaan Almeria mengibarkan bendera perang—pemenjaraan dan penggulingan posisi ratu Inés sama halnya dengan memutus relasi dan menghina kerajaan Almeria. Gilanya, hal itu disambut baik oleh raja Rigel. Dibantu prajurit dari kerajaan Eustace dan duke Odysseus, raja Rigel membawa pasukannya ke perbatasan antara kerajaan Asteria dengan kerajaan Almeria. Tepatnya, di lembah Vanagræn yang dingin dan menyeramkan, perang berdarah itu pun meletus. Akibat dari perang yang memakan waktu satu minggu, raja Almeria atau ayah dari ratu Ines meninggal—raja Rigel menikam jantungnya dan memenggal kepalanya—dan raja Rigel kehilangan kakinya sebelah. Tak hanya itu, banyak dari prajurit Almeria berjatuhan hingga tak tersisa.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 25, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Safe and Sound ft Lee FelixWhere stories live. Discover now