Bab 8 Lemparan Bebas

Start from the beginning
                                    

Tak tanggung-tanggung, bola itu melesat ke dalam ring dengan mudahnya. 

Sorakan seketika terdengar lagi. 

Abelle menatapnya kaget tak percaya, begitu pula Keisha dan Celine. Semudah itu ia melakukan free throw, dengan mata tertutup pula?

Steven melakukan lemparannya lagi. Lemparan kedua, masuk. Setelah dilempar bola itu langsung otomatis memantul ke arahnya lagi. Steven memantulkan bola di tempat lagi, bersiap untuk lemparan yang ketiga. Kakinya melompat dan posisi tangannya berhasil memukau Abelle karena seperti pose pemain basket dunia saat melempar bola. Tapi sayangnya badannya tak setinggi pemain basket di luar sana. 

Tunggu. 

Bagaimana bisa badan yang tak terlalu tinggi untuk ukuran laki-laki itu bisa melempar bola dengan mudah? Dan ketiga lemparannya masuk ke dalam ring pula. Abelle amati teman-temannya kebanyakan lebih tinggi daripada Steven. Tapi sungguh, Abelle belum pernah melihat aksi seperti itu. 

“Gimana kalo aku tantang free throw juga? Bisa aja aku salah ngenilai kamu tadi.” Steven menyunggingkan smrik nya. 

“Gas, Steven!”

“Hayo, bisa nggak free throw tutup mata?” 

“Eh, kasian kali. Dia ‘kan cewek.”

“Bener juga. Kita kasih keringanan deh, nggak usah tutup mata.”

“Tuh, enak ‘kan, nggak usah pake merem?” 

Tangannya mengepal sampai merah, kedua alisnya menyatu, dan kesabarannya sudah sampai di puncak kepalanya. Abelle berjalan dengan menghentakkan kaki sambil mengapit bola di tangannya. Ia tak akan membiarkan harga dirinya diinjak-injak oleh laki-laki. 

“Aku terima tantangan kalian!” Keisha dan Celine tak bisa menahan Abelle lagi. Mereka hanya bisa pasrah dan menonton dari pinggir.

Abelle mengambil posisi di garis setengah lingkaran di depan ring. Ia memantulkan bolanya, memastikan posisinya lurus. Ia mengukur kekuatan yang harus ia gunakan agar bola bisa masuk ke dalam ring. Setelah dirasa cukup, Abelle memulai lemparan bebasnya. 

Lemparan pertama, masuk. Keisha dan Celine yang tadinya ketakutan kini bersorak heboh menyemangati temannya. 

Lemparan kedua, masuk. Kedua teman Abelle semakin heboh. Di sebelah, beberapa laki-laki bertepuk tangan sambil bersorak. 

Abelle mengumpulkan tenaga untuk lemparan terakhir ini. Kakinya menekuk sedikit, kemudian melompat sambil melempar bola. 

Abelle terdiam mendapati lemparan ketiganya tidak masuk ke dalam ring. 

“Yahh!” Keisha dan Celine menyayangkan lemparan itu. 

Tetapi di seberang sana, mereka tertawa puas melihat Abelle berusaha menahan malu. Bersorak girang kurang lebih meneriakkan bahwa Steven memang tak terkalahkan. 

“Nggak apa-apa, pemula emang biasanya gitu,” seru Steven dari seberang. 

Abelle tak menjawab lagi. Ia lelah dengan omong kosong laki-laki itu. Ia menghampiri Celine dan Keisha. 

“Kita pindah dari sini.” Lantas Abelle membereskan barang-barangnya dari loker. Keisha dan Celine tidak bertanya apa-apa lagi, mereka juga langsung membereskan tas dan barang lainnya. 

“Latihan lagi, ya! Semangat!” Abelle menutup pintu dengan kasar saat kata terakhir itu terdengar di telinganya. 

Steven sudah dimasukkan ke dalam daftar hitam Abelle. 

“Mereka gila kali, ya? Apalagi si Steven itu, sombong banget!” Celine misuh-misuh kesal. 

“Harusnya nggak usah kita tanggepin dari awal. Tapi mau gimana lagi, udah terlanjur.” Keisha menepuk-nepuk bahu Abelle.

“Habisnya dia ngeselin banget. Nggak kenal tapi ngeledekin kita mulu, aku nggak suka.” Abelle menghembuskan napas kasar. 

“Terus sekarang kita mau lanjutin latihan di mana?” 

“Kita coba ke lapangan di sana,” tunjuk Abelle dengan telunjuknya.

Mereka bertiga berjalan ke lapangan yang terletak di depan lapangan tadi. Saat mendekat, Abelle melihat ada tukang bersih-bersih sedang menyapu di depan pintu.

“Maaf, mbak, lapangannya udah disewa sama orang lain,” ucap petugas kebersihan itu saat Abelle hendak membuka pintu. 

“Ah. Maaf, pak, kirain masih kosong.” Abelle segera balik arah dari hadapan bapak itu. 

Abelle menjatuhkan tasnya ke lantai, menghentakkan kakinya ke lantai. Karena dirinya, teman-temannya tidak bisa latihan dengan nyaman sedari tadi. 

Sorry, gara-gara aku, kalian nggak bisa latihan.” Abelle tak berani menatap kedua temannya itu.

<><><>

Haloo! BJAM balik lagii! Gimana menurut kalian chapter ini? Anak barunya juga udah di spill tuhh, menurut kalian dia gimana? Maklum ya emang gitu anaknya 😅

Jangan lupa vote ⭐ dan komen 💬 yaa, thanks! ><

Between Jersey & Macaron (END✓)Where stories live. Discover now