9. A Crush at the Coffee Shop

40 8 1
                                    

Judul: A Crush at the Coffee Shop
By Shizun19 shizun19

》---------------------《


'Sepuluh tahun sudah kita berumah tangga, tapi belum juga mendapatkan putra, jangan bersedih, jangan berduka mohon pada-Nya dalam berdoa.'

Penggalan lirik mandul tersebut sering terdengar di depan rumahnya Shen Qingqiu, dia sampai hapal dengan lagunya, karena Pak RT selalu memutar lagu itu setiap malam.

Qingqiu tidak bisa tidur karena suara bising dari lagu itu setiap malam. Dia pulang malam karena lembur tetapi di rumah dia tidak bisa beristirahat dengan tenang.

Tubuhnya kini seperti kuyang kayang terasa pegal-pegal dimana-mana, mata merah dan berkantung wajahnya tidak begitu semangat. Akhirnya dia meminum kopi di dekat tempatnya bekerja ada sebuah kedai kopi di sana.

Shen Qingqiu selalu datang ke kafe ini karena tempatnya bagus dan murah, yang jauh lebih menarik adalah pelayannya yang ramah dan super tampan.

Shen Qingqiu sudah terpesona dengan salah satu pelayan kafe di sana---Binghe. Setiap hari pasti dia membeli kopi sebelum berangkat bekerja.

"Tuan, mata Anda merah. Apa Anda baik-baik saja?" tanya Binghe sedikit khawatir.

"Ah, aku baik-baik saja. Ini hanya kurang tidur," jawab Qingqiu dengan wajah memerah.

"Wajah Anda merah juga, Anda yakin baik-baik saja? Ini kopinya." Binghe menyodorkan kopi yang sudah dibuatnya.

"Iya, aku baik. Terima kasih." Qingqiu pergi dengan tergesa-gesa karena malu dilihat Binghe.

Akibatnya dia sampai tidak melihat pintu yang sudah menutup dan tangannya kejepit pintu kaca.

"Aaaah!" Qingqiu kesakitan dan kopinya jatuh kelantai berantakan.

Binghe langsung berlari menghampiri Qingqiu dan membantunya bangun membersihkan kekacauan yang terjadi.

"Maaf, aku jadi mengotori lantainya." Qingqiu menjadi merasa bersalah.

"Tidak apa-apa, mari aku obati dulu lukanya." Binghe mengajak Qingqiu ke ruang para staf untuk mengobati lukanya.

Qingqiu sangat tidak percaya kini dirinya berada di dalam ruangan sempit berdua dengan Binghe. Jantungnya berdetak sangat cepat serasa ingin copot.

"Maaf, Aku Binghe, siapa namamu?" tanya Binghe sembari mengobati luka di jari Qingqiu.

"Aku Shen Qingqiu, aku sudah tahu namamu dari nametag." Qingqiu menunjuk ke arah dada Binghe yang terdapat namanya.

"Maaf karena aku menjadi gangguan saat kamu bekerja." Qingqiu bertingkah malu dan imut.

"Tidak apa-apa, aku sering mendapatkan gangguan seperti bau busuk dari ayam yang sudah busuk karena aku lupa memasukkannya ke dalam freezer. Atau dari rumah tua yang seperti rumah hantu di depan kafeku," jawab Binghe sedikit menakut-nakuti Qingqiu.

"Hah, hantu di mana? Aku takut!" Qingqiu tidak sengaja memegang tangan Binghe dan menarik ujung bajunya.

Binghe sedikit terkejut karena Qingqiu punya sifat manis seperti ini.

"Tidak ada apa-apa kok, paling-paling hanya sendal bolong," ucap Binghe membalas genggaman tangan Qingqiu.

"Bukan! Sundel bolong yang benar." Qingqiu meluruskan kata-katanya.

"Ha, ha, benar. Aku lupa." Binghe tertawa dan tersenyum.

Terlihat mereka sudah menjadi santai satu sama lain, hingga keduanya sama-sama merasa cocok dan sedikit malu.

"Qingqiu, boleh aku minta nomor ponselmu?"

"Emm." Qingqiu menyodorkan ponselnya.

Kini keduanya bertukar nomor ponsel, membuat hati Qingqiu berbunga-bunga dan perutnya dipenuhi kupu-kupu.

Di malam hari Qingqiu menunggu pesan dari Binghe, dia malu untuk mengirim pesan terlebih dahulu. Akibatnya Qingqiu tidak bisa tidur menatap ponselnya yang tidak kunjung berbunyi.

Setelah hampir satu jam menunggu akhirnya ponsel itu berbunyi. Binghe mengirim pesan dengan singkat.

'Qingqiu, apa kamu sudah tidur?'

Deg.

Jantungnya tidak berhenti berdebar-debar, Qingqiu terlalu senang sampai-sampai dia bingung harus menjawab apa.

---the end---

[INSOMNIA]Where stories live. Discover now