Tapi sayangnya Marcus Flint bukan cinta sejati mayat Harry Potter, ataupun empat orang bejat lainnya, dan Harry Potter bukan Putri Tidur. Harry Potter sudah mati.

Namun, meski kesadaran Marcus Flint berada di ambang langit yang tinggi setiap kali dia menajiskan mayat Harry Potter, bayang-bayang kewarasan masih bertahan dan menahannya ke bumi. Kewarasannya berbisik tentang ancaman kekejaman Dark Lord yang akan menghancurkannya jika dia dan komplotan bejatnya ketahuan.

Marcus tidak tidur nyenyak di malam hari. Marcus akan terbangun hampir setiap saat dalam tidurnya, merasakan sepasang mata merah mengawasinya setiap saat, siap menyiksanya dalam hidupnya.

Ketakutan itu begitu kentara, tumpah ruah dari tindak-tanduk cara dia bersikap dan berbicara. Seseorang yang berinteraksi dengannya merasa curiga, dan melapor pada Pelahap Maut yang melakukan penyelidikan, tak ingin berada di bawah ancaman kemurkaan Lord Voldemort lebih lama, dan berhasil menangkap mereka.

Tepat setengah tahun setelah mereka mencuri mayat Harry Potter, mereka di tangkap.

Penangkapan itu dramatis dan menghebohkan. Mereka ditangkap oleh tidak hanya oleh pasukan Auror tapi juga sekelompok Pelahap Maut.

Lord Voldemort juga berada di sana.

Lord Voldemort tidak melirik mereka sedikit pun, malah maju dan melangkah ke dalam kamar mereka menyimpan mayat Harry Potter, tidak mengizinkan orang lain untuk masuk.

Kelompok bejat itu pucat.

Tamat sudah riwayat mereka.

*

*

*

*

*

Mata merah memandang tubuh tak bernyawa di atas kasur reyot tanpa berpaling. Keributan di luar sana tidak mengganggunya.

Voldemort hanya berdiri diam di pintu, tidak membuat pergerakan apapun.

Voldemort mengusir orang lain dari kamar itu dengan kasar, meneriaki mereka dengan kutukan dan ancaman kematian, hingga hanya tersisa dirinya dan beberapa Pelahap Maut saja yang ada di gubuk itu.

Kondisi mayat itu menjijikan. Tubuh mayat itu penuh dengan tumpahan air mani dan merah karena pukulan. Ada air mani di sekujur tubuhnya, menetes ke atas seprai kasur reyot.

Lord Voldemort bergerak mendekat, berdiri di pinggir kasur. Tangan terangkat, jemari bergerak menyingkirkan rambut hitam yang menutupi wajah si mayat.

"Kau tidak berubah."

Suara Voldemort adalah satu-satunya pengisi kesunyian.

Mayat itu tidak memiliki perubahan sama sekali memang. Kondisi kulit yang masih segar, kulit yang sedikit hangat dan warna yang normal, pun bibir mayat itu masih merah muda. Seolah-olah mayat itu hanya tertidur, bukan mati.

Voldemort melepas jubahnya, menutupi mayat itu dan membawanya ke manornya.

Voldemort tidak mengizinkan siapapun melihat mayat itu, menyentuhnya, ataupun berada di dekatnya.

Mayat Harry Potter ditempatkan di kamarnya, di atas ranjang Voldemort. Voldemort lalu dengan telaten membersihkan tubuh mayat itu dengan pelan seperti membersihkan kaca yang rapuh. Setelah dibersihkan Voldemort mendandani mayat Harry Potter dengan pakaian serba putih yang mewah, menata rambutnya, memakaikan mayat Harry Potter dengan cincin dan mahkota bunga perak Permaisuri Slytherin.

Voldemort lalu terdiam menatap wajah mayat itu. Ada rasa puas di hatinya, seperti balon yang dipecahkan, seperti air bah yang tumpah, seperti ombak laut yang menerjang bebatuan. Voldemort tak henti-henti memandangi wajah itu.

Step On The Lament || {TOMARRY}Where stories live. Discover now