Satu penjaga dihantam tinjuan keras, diangkat, dibanting di arah pintu yang terbuka. Dia menyambar vas bunga dan memecahkannya sebagai senjata, melukai wajah dan tangan dua penjaga yang masih berusaha menahan.

Dia mematahkan pergelangan tangan sambil menekan kaca di bahu lawan, lalu memberikan tendangan di perut. Jungkook menangkis pukulan dari penjaga yang tersisa, dia seperti ingin menyerang wajah tapi lututnya terangkat, menghantam perut penjaga itu sampai terhuyung lalu ambruk.

Jungkook mengeluarkan pistol lebih dulu dari lawannya, menembakkan pada kaki penyerang yang berusaha melarikan diri. Jungkook kehilangan dua penyerang, menarik salah satu yang tersisa dan menodongkan pistol di pelipis dengan pandangan menyala-nyala.

"Siapa yang mengirimmu, Bangsat!!!" bentak Jungkook, seraya menekan pistolnya.

Penyerang itu bungkam, meski tinjuan besar Jungkook sudah membuat mulutnya penuh darah. Di ujung kesabaran Jungkook yang tipis, ponsel penyerang itu berdering. Jungkook menyambar ponsel, dia mendesis melihat tiga hurup di layar.

"Halo, Mr. M," sapa Jungkook, sesuai nama yang tertera di layar. "Kuberitahu, kalau kau salah sasaran, sekretaris itu tidak menyimpan bukti, dia tidak ada hubungannya dengan BruteMax atau Daechwita. Kau hanya buang-buang waktu, karena bukti yang asli berada di tangan orang lain, Tuan-" Jungkook mengambil jeda, menyeringai samar begitu dia yakin bahwa lawan bicaranya adalah....

"Min Yoongi."

Sambungan terputus sepihak, sementara tendangan Jungkook mendarat di rahang penyerang, darah mengalir deras dari hidung dan mulut. Jungkook berdiri, sepatunya menekan kepala orang suruhan Yoongi sampai lelaki itu mengerang, sebelum satu injakan kuat membuatnya tidak lagi bergerak.

Ponsel Jungkook berdering, dia melirik Raina yang lemas dan pucat pasi di sudut ruang, sambil menerima telepon.

"Jim, kau dapat buktinya?"

"Yes," jawab Jimin cepat. "Bisa-bisanya aku tidak bisa membaca clue yang diberikan Seokjin, sejak awal Raina tidak memegang bukti itu. Semua ini semata-mata hanya untuk memancing lawan Seokjin agar keluar dengan sendirinya, mereka mematai-matai kita saat menemui Raina tempo hari."

"Ya, mereka menyerang Raina." Jungkook mendekati Raina dan membuka ikatan juga lakban.

"Dia baik-baik saja?" tanya Jimin.

"Kurasa begitu, cuma sedikit syok."

"Bagus. Bawa dia ke rumah sakit, akan kukirim penjaga untuk menjaganya sampai situasi lebih terkendali."

"Oke, noted."

🍁🍁🍁

Sera duduk termenung di meja kerja Jimin, di ruangan kecil di sebelah kamar mereka. Lelah menunggu kepulangan calon suami yang tetap saja tidak tampak batang hidungnya, padahal sekarang sudah pukul sebelas lewat tiga puluh lima menit. Dia ingin membicarakan perkara Taehyung pada Jimin, bahwasanya mantan pacar berengseknya itu mengancamnya.

Ancaman yang seharusnya tidak perlu Sera pikirkan, itu baru rencana awal dan tidak pernah terjadi. Dia tidak benar-benar ingin membunuh ayahnya, dia hanya ingin ayahnya menghilang dari kehidupannya yang penat. Sera benci ayahnya, fakta itu tidak akan berubah, tapi dia tetap tidak bisa membayangkan membunuh sang ayah dengan tangannya sendiri.

Pintu geser di belakangnya terdengar ditarik, Sera buru-buru berbalik.

"Sera, belum tidur?"

Sera terpaku pada pria tinggi dengan mantel sutra melapisi kaos biru, mengenakan kacamata, tengah tersenyum seraya menyapanya dari ambang pintu. Dua detik setelahnya, barulah Sera membungkuk hormat, menyadari awalnya dia berharap pria itu Jimin, bukan ayahnya Jimin.

The CovenantWhere stories live. Discover now