Taehyung merasa hidungnya hancur, darah mengucur dari kedua lubang hidung sementara dia terdorong ke belakang bersama daya pukulan itu. Taehyung menghela napas dari hidung yang penuh darah, mundur mengambil ancang-ancang membela diri selagi Jimin mendekat.

"Maaf, gerak refleks," ujar Jimin, kelewat santai.

Dia mengamati jari-jari Taehyung yang lebam, ada bekas darah kering di kelingking pria itu yang membuat Jimin punya alasan langsung memukul Taehyung.

"Di mana Chaeyeon?" Jimin kembali menyerang, tetapi kali ini Taehyung bereaksi sama cepat dengan gerakan tangannya.

Tinjuan Taehyung melayang tangkas di depannya, menghantam rahang bawah tetapi dengan cepat Jimin memberi balasan pukulan tepat di rahang Taehyung. Untuk empat menit pertama perkelahian itu masih imbang, sebab Jimin menurunkan keahlian beladiri agar berada di level yang sama dengan temannya itu.

Dia tahu emosi Taehyung cepat tersulut, salah besar bila adu otot di antara emosi yang bisa mengikis tenaga secepat jarum pasir. Sudut mata Jimin melirik sosok perempuan muncul di ujung selasar bersama Jungkook, saat itulah tarikan kuat Jimin di lengan Taehyung, lalu dia membanting Taehyung di menit berikutnya, bahkan sebelum Taehyung sadar apa yang terjadi.

"Sepertinya kau sulit sekali memahami kata-kataku, Taehyung. Oh, ini untuk Cho Sera!" Satu pukulan Jimin layangkan ke rahang Taehyung yang berada di antara kakinya, dikunci ketat.

"Ini untuk semua hal buruk yang pernah kau lakukan padanya!" satu pukulan kembali mendarat di rahang Taehyung, Jimin nyaris memberi pukulan cepat bertubi-tubi andai tidak ingat bahwa dulu Taehyung adalah teman baiknya.

"Dengar, Kim Tae Hyung! Urusanmu hanya denganku, jadi jangan pernah berpikir menyentuh Sera lagi atau kau akan membusuk di penjara!"

"Kau tidak tahu siapa Sera, dia merancang pembunuhan ayahnya."

"Akan kucari pelakunya," sela Jimin. "Kupastikan pelaku mendapatkan hukuman setimpal dan pelaku itu bukan calon istriku. Kau dengar?!"

"Kau—"

"Ternyata kau tidak benar-benar mengenal Cho Sera, sangat disayangkan, Taehyung. Lagi-lagi kau tidak mengenal orang-orang yang mencintaimu, kau hanya sibuk dengan dirimu sendiri, pada rasa sakit hatimu tanpa pernah melihat kesalahanmu yang lain."

"Berengsek!" Taehyung mengerjap, matanya berair, darah mengalir dari hidung, membanjiri pakaian dan mulutnya.

"Ya, ya, ya aku memang berengsek! Aku bersedia menjadi apa saja untuk melindunginya, kau paham?" Jimin tersenyum samar, tanpa merasa perlu terganggu dengan semua penghakiman Taehyung terhadap dirinya.

"Kau butuh psikiater, Taehyung. Mulailah untuk menyayangi dirimu sendiri, memaafkan semua hal yang terjadi di hidupmu. Aku tahu, kau bukan manusia seburuk itu, aku tahu bagaimana—"

Jimin melayangkan pukulan lagi, tapi tiba-tiba tangannya berhenti di depan wajah Taehyung. Dia mengambil jeda, sebelum menyapa dengan kata ganti yang tidak pernah Taehyung pikirkan akan kembali dia dengar dari Jimin.

"Aku tahu bagaimana sifat temanku yang sesungguhnya."

Jimin melihat Taehyung terpaku seperti orang dungu yang tidak bisa bernapas, saat dia berkata.

"Kau temanku yang baik, sangat baik. Sampai-sampai saat dulu umurku legal, aku membuat janji pada diriku sendiri untuk menjadi manusia sebaik dirimu di masa mendatang."

Tangan Jimin yang kebas oleh lebam, bergerak menarik Taehyung berdiri, dia menepuk bahu teman lamanya itu saat terbatuk-batuk.

"Berhentilah sebelum kau menyesal," kata Jimin. "Kecuali kau ingin kita bertemu di pengadilan untuk menyelesaikan semua urusan."

The CovenantWhere stories live. Discover now