17. Sakura

21 5 0
                                    

Naresh pov

"Sakura."

Gue mendekat setelah melihat Sakura gendong anaknya di halte depan gedung studio gue. Dia sendiri menangis sembari mengusap usap belakang kepala Naresh -- anaknya, karena itulah gue penasaran apa yang membuat dia sampek nangis di pinggir jalan.

Ngomong ngomong, Sakura emang tinggal di gedung yang sama dengan studio gue. Dia nempatin sebuah studio di lantai lima yang dulunya bekas kantor asuransi jiwa. Pertemuan pertama kami di lift ketika gue mau kerja dan dia kebetulan baru pindahan. Dia cerita singkat kenapa dia bisa tinggal di gedung yang sama dengan studio lukis gue, dia bilang dia dan Naresh cuman sementara tinggal disini sampai dia bisa nemuin tempat tinggal yang dekat dengan tempat dia bekerja dan dapetin harga yang lebih terjangkau.

"Ra, are you okay?"

Dia mendongak baru menyadari kehadiran gue yang baru turun dari mobil.

Bukannya menjawab pertanyaan gue yang ada dia malah nangis lagi dan itu ngebuat gue tambah bingung.

"Hey, kenapa malah nangis? Kamu kenapa?" Gue menundukkan kepala gue mencari tahu apa ada yang salah dengannya.

"Kak... Naresh anakku..."

"Iya, Naresh kenapa?" Seketika gue melirik ke arah anak kecil dalam gendongan Sakura yang terlihat lemas dan menangis.

"Naresh badannya panas banget. Aku takut... dari tadi aku nyari taksi mau bawa Naresh ke rumah sakit tapi nggak ada. Aku coba pakai taksi online juga susah banget." dia menjelaskan dengan masih menangis.

"Oke oke, kamu tenang ya." Gue mengusap pundaknya berharap Sakura nggak panik karena ketika dia panik anaknya juga ikut nangis, "aku anter ke rumah sakit."

"Makasih ya Kak."

Gue mengangguk membukakan pintu mobil gue untuk Sakura.

"Sssttt tahan ya sayang, bentar lagi diobatin." Begitu kalimat yang dirapalkan Sakura sepanjang jalan dan membuat gue semakin dalam menginjak gas agar secepatnya sampai ke rumah sakit dan Naresh kecil bisa cepat dapat penanganan medis.

"Makasih ya Kak udah nganter aku." Kata Sakura memberesi tasnya dan bersiap menggendong anaknya menuruni mobil ketika gue membukakan pintu untuknya.

"Sini, biar aku yang gendong Naresh. "

"K-kak..."

Iya, gue memutuskan nggak ninggalin Sakura gitu aja, dia kelihatan panik banget dan masih nangis aja, apalagi anaknya juga nangis kencang merintih kesakitan dan itu membuat gue nggak tega buat ninggalin mereka disini.

Gue menggendong anak laki-laki usia lima tahun ini sedangkan Sakura berlari menuju meja resepsionis.

Brak

Entah saking paniknya atau gimana, Sakura sampai sampai menjatuhkan tasnya ketika mengambil dompet dari dalam tasnya.

"Ra...Ra... jangan panik." Gue mencoba menenangkan dia yang kini mengambil barang barangnya yang tercecer di lantai, "ini kamu yang gendong Naresh aja, administrasinya biar aku yang urus."

Sekian detik Sakura cuma liatin gue doang bukannya cepet cepet ambil alih Naresh di gendongan gue.

"Sakura."

Dia mengerjapkan matanya lalu mengambil anaknya dari tangan gue. Setelahnya gue yang mengurus segala administrasi agar Naresh cepet dapat penanganan.

Setelah dilakukan pemeriksaan menyeluruh Dokter mendiagnosa kalau Naresh kena tifus dan harus rawat inap. Selagi Sakura nemenin Naresh yang masih di IGD, gue kembali ngurusin segala hal yang diperlukan untuk rawat inap Naresh.

Kita Usahakan Rumah ItuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang