4. Masa itu

1.1K 126 2
                                    

"ini bayaranmu, kau pantas mendapatkannya." Chai Lin memberikan sekantung uang koin kepada Shen Jiu.

Senyumannya di wajah Shen Jiu seketika merekah.

Jumlahnya lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan selama sebulan dan membeli obat untuk Zhuzhi Lang.

"Masalah piring keramik itu lupakan saja, aku bisa mendapatkan yang lebih bagus di rumah lelang nanti. Anggap ini sebagai bentuk rasa terima kasihku karena telah menghibur para tamu." Chai Lin tersenyum. Dia beruntung menemukan bakat tak terduga dari seorang pemuda jalanan.

Shen Jiu membungkuk untuk berterima kasih pada Chai Lin. Di saat keduanya masih berada di ruang ganti pakaian. Seorang pelayan wanita tiba-tiba mendatangi keduanya.

"Nyonya, tuan Luo dari istana Huan Hua ingin bertemu dengan pemain Guqin anda." Jelas si pelayan.

"Tunggu, kau serius?" Tanya Chai Lin memastikan. Biasanya Luo Binghe hanya meminta wanita penghibur untuk menemani malamnya.

"Benar nyonya, tuan Luo ingin pemain Guqin anda memainkan musik untuknya di kamar."

Chai Lin melirik ke arah Shen Jiu. Dia bukannya tidak ingin mempertemukan mereka, masalahnya Shen Jiu bisu. Jika Luo Binghe tau bahwa orang yang melayaninya cacat, takutnya Luo Binghe akan merasa terhina.

Setiap wanita ataupun pria di tempat ini haruslah sempurna tanpa luka ataupun cacat untuk menghibur para tamu. Hal itu sudah menjadi nilai utama dari istana merah.

Di sisi lain Chai Lin tidak berani menolak permintaan seorang raja. Nyawanya, bahkan orang-orang di sini bisa terancam.

"Aku akan bertemu dengannya dulu untuk menjelaskan sesuatu. Shen Jiu, kau tunggu di depan pintu." Perintah Chai Lin.

Shen Jiu sadar ekspresi wajah Chai Lin agak menegang. Nampaknya orang bernama Luo Binghe ini bukanlah orang sembarangan. Bahkan saat ia melakukan pertunjukan tadi, tamu-tamu lain nampaknya segan dengan Luo Binghe.

Mereka berdua pergi menuju salah satu bangunan penginapan paling besar yang berada di belakang istana merah. Berbeda dengan tempat hiburan yang berisik, di belakang istana merah jauh lebih tenang.

Setibanya di depan pintu, Chai Lin masuk lebih dulu sedangkan Shen Jiu menunggu di depan pintu.

"Salam, tuanku." Chai Lin membungkuk pada Luo Binghe yang sedang duduk santai di atas tempat tidurnya.

"Apa ini? Kupikir aku memanggil seorang pemain musik, kenapa yang datang malah nenek tua." Sindir Binghe sambil meminum arak.

"Maaf menganggu ketenangan anda tuanku. Saya datang untuk menjelaskan perihal pemain musik saya yang anda ingin temui." Jelas Chai Lin setenang mungkin.

"Langsung saja, aku tidak suka berbasa-basi."

"Tuanku, pemain musik Guqin kami sebenarnya adalah pemuda yang bisu, dan salah satu matanya buta. Saya hanya tidak ingin mengecewakan anda."

Binghe melirik ke arah Chai lain ketika mendengar penjelasannya.

"Bawa dia padaku. Aku ingin melihatnya sendiri." Perintah Binghe.

Perasaan tidak menyenangkan itu kembali muncul. Mengapa kecacatan pemain musik ini mirip dengan mantan Shizunnya.

"Masuklah." Panggil Chai Lin, usai menyuruh Shen Jiu masuk. Chai Lin mundur beberapa langkah dan berbalik meninggalkan kamar. Kini ia hanya bisa berdoa untuk keselamatan Shen Jiu.

Pintu yang terbuka membawa terpaan angin malam masuk ke dalam kamar, begitu juga dengan aroma segar dari bambu serta bunga.

Ketika aromanya memasuki indra penciuman Binghe, detik ia juga kilasan masa lalunya terlintas sesaat. Seperti potongan puzzle yang hilang.

Kelahiran kembali sang penjahatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang