Grumpy

232 12 2
                                    

.˖⑅*♡*⑅˖.

Ruang kerja Jake nampak kosong. Satu jam menjelang makan siang, sejawatnya sedang melakukan visit kepada pasien rawat inap. Jake berencana melakukannya nanti. Pria itu sedang menatap benda kotak di tangannya, seperti menantikan sesuatu.

Sejak pagi tadi, suasana hati Jay tidak karuan. Jake sudah menyempatkan waktunya untuk menjeputnya terlebih dahulu, mengantar Jay ke universitas tempatnya mengajar, baru kembali ke Rumah Sakit. Ya, kembali. Karena kemarin ia mendapatkan jaga malam. Sungguh berat menjalani hubungan bagi seorang dokter residen. Tapi bagaimana lagi? Kalau tidak ada Jay, Jake juga tidak bisa.

Jake menghembuskan nafas berat, mengingat hal yang pagi tadi menyebabkan pacarnya marah.

"Kamu nggak liat jam? Jake, kamu telat 3 menit. Kalau di jalan macet trus ada apa-apa, aku telat sampai kampus gimana? Kamu padahal yang selalu bilang disiplin itu penting." Begitu singkatnya, karena ocehan masih berlanjut selama perjalanan.

Malamnya, Jay terus mengeluh tentang pekerjaan mahasiswanya. Tidak ada yang benar lah, plagiasi skornya lebih dari lima puluh persen lah, sampai kesalahan penulisan namanya. Malam itu, Jake dengan sabar menanggapi tiap cerita yang ia sampaikan. Tetapi Jay kesal. Katanya, "Kenapa sih kamu nggak bisa ngertiin aku? Kenapa semuanya sama aja? Aku capek. Capek banget. Kamu juga malah bikin tambah capek. Kenapa sih Jake?"

Tentu saja Jake tidak tahu harus bagaimana menanggapinya. Ia tertolong dengan Prof Seo yang memanggilnya untuk melakukan pemeriksaan pasien IGD, dan persiapan menjadi asisten bedah setelahnya.

Dan beberapa menit yang lalu, Jake mendapatkan pesan dari Jay. "Nanti sore mau nonton."

Hanya satu kalimat, tapi mengerikan.

Banyak hal yang harus Jake lakukan hari ini. Ada tiga pasien rawat inap yang harus ia jaga, satu pasien pasca operasi semalam yang perlu di observasi minimal hingga malam nanti, membuat laporan kasus, dan juga review jurnal yang di tugaskan Prof Seo. Lucunya, bukannya melakukan salah satu dari semua itu, sekarang ia hanya menatap ponselnya.

"Kalau aku tolak, pasti dia akan sangat marah. Ya kan?" gerutunya.

"Aargh," Jake mengusap kasar wajahnya.

Sebenarnya, Jay biasanya akan menerima tolakan Jake. Biasanya ia akan memahami padatnya jadwal kekasihnya, dan menahan apa yang ingin ia lakukan hingga Jake ada waktu. Atau ia akan mencari teman untuk menemaninya. Tapi apakah biasanya itu akan berlaku sekarang? Gantungan mobil yang bergoyang akibat guncangan jalan saja membuatnya marah pagi tadi.

"Jake?" panggil seseorang dari pintu, membuat lamunannya buyar.

"Ah, Prof Seo. Bagaimana Prof?" Jake dengan gugup karena terkejut tiba-tiba ada seseorang di baliknya datang mendekati guru sekaligus seniornya. Um, sekaligus ayah dari pacarnya.

"Sudah masuk jam makan siang, tidak makan?" tanya Woojin.

"Um.. nanti, Prof. Masih ada yang harus Jake selesaikan.." jelasnya.

"Jay masih marah-marah?" Woojin mendekati murid yang sudah seperti anaknya. Jay dan Jake berteman sejak kecil, dan keluarga mereka juga saling mengenal. Hanya saja, sejak menjadi murid dari Woojin, Jake sering kesulitan menempatkan dirinya.

"Um..."  Jake menelisik tiap sudut ruangan, mendapati seluruhnya kosong dan pintu tertutup. "Nggak apa-apa, Prof? Dibahas disini?" tanya Jake dengan wajah polosnya.

Woojin tersenyum, lalu menepuk pundak Jake.

"Jay sudah kayak gini tiga hari ya?" Jake mengangguk lalu menelungkupkan kepalanya, kemudian mengambil nafas panjang dan menegakan duduknya.

Jake And Jay's Daily Life Where stories live. Discover now