▶[04] Dulu Idola

515 59 1
                                    

Tidak perlu menjadi munafik untuk terlihat menarik; semua punya daya tariknya masing-masing.

Tidak perlu menjadi munafik untuk terlihat menarik; semua punya daya tariknya masing-masing

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hari Senin entah mengapa selalu menjadi pagi terpanas selama sepekan. Murid-murid yang sedang berbaris diam-diam mengeluh lelah, atau bahkan telah meluncurkan beribu umpatan dalam hati. Sebagian bermonolog, bertanya pada Tuhan kapan 'siksaan' akan berakhir.

Empat orang yang berbaris di sisi paling panas, menghadap langsung ke arah puluhan murid menjadi objek paling mencolok. Resultan sebab bertandang ke sekolah melebihi durasi yang diberikan. Laki-laki berjaket adalah yang paling dominan dari keempat siswa. Ratusan pasang mata menatapnya dengan berbagai pandangan. Tidak ada yang tak mengenal siswa tersebut, cap 'Preman Sekolah' sudah disandang olehnya terhitung sejak awal menginjakkan kaki di sekolah ini. Apalagi hari ini dia hadir dengan sisa lebam di wajah, membuat grup gosip ketumpahan topik untuk bergunjing sehabis upacara.

Awal masuk Sekolah Menengah Atas, Azkan-Arkan dikenal dengan sebutan kembar Bramantio-diambil dari nama belakang keduanya. Arkan, pemuda tersebut berhasil menjadi perhatian utama sebab parasnya yang di atas rata-rata, tubuh tegap tinggi dengan rahang tegas. Netra hitam legamnya yang memandang orang tajam menjadi daya tarik tersendiri. Tak banyak bicara, terlihat begitu cool. Sedang Azkan tampil lebih bersinar dengan senyum yang mengembang. Akhirnya, pandangan awal yang menyatakan bahwa kembar Bramantio adalah sama, terganti menjadi beda.

Namun, rasa takjub juga mendamba pada sosok seorang Arkan berangsur pupus saat mengetahui kelakuan pemuda tersebut. Laki-laki yang banyak dikagumi para siswi itu ternyata berkelakuan dingin sekaligus bengis serta ketus dalam berkata. Sering kali, Arkan enggan menganggap ada hadir gadis-gadis yang ingin akrab dengannya, sama sekali tak dilirik sehingga siswi tersebut pergi dengan sendirinya. Arkan bahkan tak segan-segan mendorong siswi yang berniat berkenalan dengan cara yang dianggap menjijikkan di mata pria itu, pun membuang barang-barang yang diperuntukkan kepadanya di hadapan sang pemberi.

Sehingga, semakin lama, bukan rasa kagum yang mendominasi ketika sosok Arkan lewat di hadapan mereka, melainkan rasa gondok, benci, juga hal-hal negatif lain. Seluruh gadis terpaksa mengubur rasa suka. Mereka tak ingin mengejar orang yang kelakuannya tidak bermoral.

Sebetulnya, kebanyakan enggan memancing masalah dengan laki-laki berjaket tersebut, itu untuk anak baik-baik yang tidak ingin mendapatkan poin BK atau orang tuanya disuruh menghadap ke sekolah. Beberapa lagi karena memang ingin menjalani hidup kalem, jika tidak dengan prestasi setidaknya jangan membuat sensasi, seperti itu kira-kira. Namun, sebagian lagi sangat gencar mencari kasus secara terang-terangan dengan sosoknya, membuat hari-hari seorang Arkan selalu 'berwarna'.

Dapat disaksisan sendiri, jikalau bukan hanya murid-murid yang memandangnya dengan tatapan muak, beberapa guru turut melirik tak suka. Namun, Arkan tetap bersikap enggan peduli terhadap orang-orang tersebut, mengangkat kepalanya tetap tegap dalam memandang sekitar.

RETISALYAWhere stories live. Discover now