Daripada pertengkaran terus berlanjut dan mengganggu ketentraman kantin, Seina mungkin akan membantu meluruskan kesalahpahamannya. Karena, kebetulan ia juga tahu betul jika mahasiswa itu tidak bersalah. Bergegas ia beranjak dan menghampiri meja tersebut.

"Saya bisa jamin dia gak fotoin cewek kamu," ucap Seina yang membuat keduanya kini menoleh ke arahnya. "Saya liat dia lagi vc an kok sama pacarnya. Mending kamu lanjutin makan siang kamu, daripada bikin gaduh di sini." Ia mendorong pundak laki-laki itu untuk pergi.

"Nggk, Kak Seina. Gua yakin dia fotoin pac-" Beberapa orang mungkin mengenal dirinya yang berprofesi sebagai Pustakawan di sini.

"Dari sana saya bisa liat," tunjuk Seina ke tempat duduknya berada.

"O-oke.. gua pergi."

"Setelah nuduh gua terus pukul gua, lu gak ada maksud buat minta maaf, brengsek?!"

"Ya, sorry." Setelah mengatakannya ia kembali ke mejanya.

"Ck! Sialan," umpatnya sambil menendang kaki meja dan kembali duduk.

Seina juga sebenarnya ikut geram, walau bukan ia yang dituduh seperti itu dan dipermalukan pula.

"Thanks udah bantuin gua," ujar laki-laki itu.

"Sama-sama." Seina mengangguk disertai dengan senyum tipisnya. Lalu ia berniat untuk kembali ke mejanya, namun laki-laki itu malah menahan tangan Seina.

"Tunggu dulu."

"Kenapa, ya?"

"Kita saling kenal gak?"

"Eh? Kayaknya saya gak kenal kamu."

"Tapi, muka lu gak asing. Kayaknya gua pernah ketemu lu deh."

"Ya, mungkin kamu liat saya di perpustakaan. Saya Pustakawan di sana."

"Nggk nggk.. gua justru gak tau lu Pustakawan."

"Boleh lepasin tangan saya gak? Saya mau lanjut makan."

Laki-laki itu menyipitkan matanya dan melihat ke arah dada Seina. Sontak Seina menarik paksa tangannya dan menutupi dadanya dengan kedua tangan.

"Liat apa kamu?!"

Laki-laki itu malah tertawa kecil. "Seina Ayumi."

Sejenak Seina terpesona melihat tawa laki-laki di hadapannya ini.

Sadar Seina, dia udah punya pacar. Tadi aja vc an..

"Ngapain? Katanya mau lanjut makan, yaudah sana."

Seina menarik napasnya panjang, mencoba sabar pada sikap laki-laki itu. Padahal dia yang barusan menahan tangannya.

"Sebelumnya saya mungkin harus ngajarin kamu sesuatu.."

"Apa?"

"Soal sopan santun dan tata krama tentang menghargai dan menghormati yang lebih tua dari kamu." Setelah mengatakannya, Seina kembali ke meja dan melanjutkan makannya.

Ia sungguh sedikit tersinggung dengan cara mahasiswa itu mengusirnya. Bukannya ia gila hormat atau apa, hanya saja selama ia tinggal di Jepang, orang-orang di sana sangat disiplin dan punya nilai santun yang tinggi. Jadi, mungkin ia masih terbawa karena itu.

Tiba-tiba kursi di depannya berdecit menandakan ada seseorang yang duduk di atasnya. Seina mengangkat wajahnya setelah menyendok makanannya.

"Kamu? Ngapain lagi?"

"Waktu itu lu kenapa nangis?"

"Nangis?"

"Ya, lu nangis di tempat Omah."

"Omah? Oooooohh." Seina tampak terkejut, karena sepertinya ia teringat sesuatu tentang laki-laki di hadapannya ini. "Kamu cowok yang pake kupluk hitam waktu itu? Yang duduk di sebelah aku?"

Mengetahui ia pernah bertemu pria ini, Seina merasa tidak perlu menggunakan bahasa formal. Apalagi dia sudah pernah melihatnya menangis kala itu. Jika kembali diingat, ternyata itu cukup memalukan.

Laki-laki itu mengangguk disertai tawa kecilnya. "Ya, itu gua." Ia lalu melihat Jam di tangannya. "Gua duluan, ada matkul sekarang," ucapnya beranjak dari kursi dan lekas pergi.

Seina sontak ikut berdiri. "Tunggu sebentar!" Ia buru-buru menghampirinya begitu laki-laki itu menghentikan langkahnya.

"Aku mau bayar hutang. Kamu bayarin makanan aku kata Omah." Seina merogoh dompetnya lalu mengeluarkan selembar uang 50.000.

"Kita bisa ketemu lagi nanti. Lu bisa bayar kapan-kapan. Oke, bye.."

"Hei!"

"Hmm?"

"Aku tunggu kamu di perpustakaan setelah matkul."

░▒▓█ 𝑇𝑜 𝑏𝑒 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑖𝑛𝑢𝑒 █▓▒░

YEYY BOOK baruuu.... yang udah baca sequelnya pasti tau soal si Omah😃

Aku mau usahain cerita ini cuma konflik ringan aja.. jadi mungkin gk perlu banyak chapter.. 

Dan kalo cerita ini rame. Aku mau buat video trailer, maybe...

𝗖𝗼𝗺𝗲𝘁 ✮ 🅥︎🅢︎🅞︎🅞︎Where stories live. Discover now