12. Menolak Mengabaikan

Start from the beginning
                                    

Aku tanpa arah yang jelas hanya berselancar di aplikasi Instagram, melakukan apa saja yang mampu membuatku terhibur—atau setidaknya membuatku yakin bahwa apa yang kualami beberapa waktu lalu bukan hal yang pantas untuk kuresahkan. Biarlah terjadi, itu bukan urusanku lagi. Akan menjadi lebih baik jika tiap manusia mengurusi dosanya masing-masing, kan?

Setiap cerita dari orang-orang yang kuikuti di Instagram tanpa kusadari sudah habis kutonton. Semua detetan foto berbentuk lingkaran yang di pinggirnya berwarna ungu-jingga itu pada akhirnya berubah menjadi abu-abu—menandakan bahwa tidak ada cerita lain lagi yang bisa kutonton untuk menutupi kegelisahan.

Aku beralih ke kolom pesan pribadi, membuka permintaan pesan yang ternyata angkanya sudah melebihi perkiraanku. Banyak pesan dari pembacaku yang membuatku sedikit merasa bersalah karena selama ini mengabaikan mereka, padahal tidak sedikit dari mereka yang sampai mengucapkan banyak sekali doa yang baik-baik lewat pesan-pesan itu.

Aku memilih untuk membalas beberapa dari mereka, sampai itu membuatku teringat akan satu hal; aku sudah lebih dua jam mengabaikan Rama yang siang tadi membalas ceritaku.

Segera aku membuka ruang obrolan antara aku dan dia, sebelum kemudian menghela napas panjang karena sadar bahwa Rama tidak lagi mengirim pesan apapun. Mungkin dia merasa bahwa aku sama sekali tidak ingin meresponnya lagi, padahal jika aku harus jujur—aku tidak benar-benar berniat untuk mengabaikannya. Aku hanya tidak ingin Angel menanggapi ini semua secara berlebihan. Aku tidak mau dia menuduhku menyukai Rama jika seandainya siang tadi aku langsung meresponnya.

@rainagenna:
"Maaf, tadi aku sedikit sibuk sampai lupa mengirim balasan."

Itu saja, namun cukup membuatku berpikir lama sebelum benar-benar mengirimnya. Waktu berjalan hingga lima menit kemudian, dan aku tetap gugup karena tidak menemukan balasan apapun dari Rama.

Aku berdiri dari kursi kerja di kamarku, berpikir keras tentang apakah Rama berusaha membalaskan hal yang sama terhadapku? Dengan cara mengabaikanku seperti ini? Dia bahkan tidak membaca pesan pribadi yang kukirim itu.

@rainagenna:
"Maafkan aku."

Kemudian aku langsung melempar ponselku ke kasur setelah mengirim pesan kedua. Aku sendiri pun bingung mengapa bisa segelisah ini. Seingatku, terakhir kali merasakan kegelisahan yang seperti ini hanya saat aku masih SMA. Sewaktu aku masih mengagumi Julian. Tapi itu tentu saja belum bisa membuktikan bahwa aku sudah menyukai Rama, kan? Tentu tidak. Aku bahkan belum terlalu mengenalnya. Rasa suka masih terlalu jauh, dan kurasa itu juga masih terlalu mustahil akan terjadi.

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam sejak aku menunggu balasan Rama. Sejenak aku sudah tidak lagi menunggu balasan itu, karena pikiranku sudah terlanjur tenggelam dalam novel karangan Ratih Kumala yang berjudul "Gadis Kretek".  Namun justru ketika aku sudah tidak lagi mempedulikan ponselku dan lebih memilih hanyut di tengah-tengah cerita novel bacaanku yang sudah tiba di bagian konflik—dentingan ponselku memecah keheningan.

@ramahakmani
"Permintaan maaf diterima."

Senyuman kecil tersimpul begitu saja di bibirku hanya karena tebakanku benar. Bahwa dentingan ponsel itu datang dari pesan balasan yang dikirim Rama. Aku bersyukur karena di kamarku waktu itu tidak ada satu pun orang yang bisa tau bahwa aku memang tidak bisa memilih untuk mengabaikan Rama. Lagi pula, untuk apa? Bukankah jahat jika aku mengabaikan orang lain yang sedang ingin berkenalan lebih jauh sebagai teman? Tentu saja aku tidak bisa disimpulkan menyukai Rama hanya karena aku meresponinya. Ayolah, jangan berlebihan. Aku benar-benar hanya menganggap dia temanku. Aku hanya mendapati diriku merasa nyaman dan aman ketika mengobrol dengan dia ... tidak lebih.

FWB: Friends With BittersweetWhere stories live. Discover now