4. Julian dan Masanya yang Telah Usai

63 9 0
                                    

Seperti yang sebelumnya dipetuahkan Kirei terhadapku, aku harus menceritakan ini juga kepada Angel. Lalu bagaimana dengan dua sahabatku yang lain? Putri dan Anisa? Ah, sudahlah. Pacar-pacar mereka jauh lebih penting ketimbang mendengarkan curhatanku yang menurut mereka tak akan ada habisnya ini.

"Tunggu, apa? Kemarin kau lebih memilih menunggu di depan pagar rumahku ketimbang menerima tawaranku untuk tetap di dalam ketika pesta itu selesai?"

Aku mendengkus kesal. "Angel, ayolah. Aku bahkan belum selesai bicara. Aku tau dan yakin sekali jika akan ada banyak urusan lain yang menantimu untuk diselesaikan kemarin. Seperti membuka kado, mengganti pakaian, atau mungkin membantu para pelayanmu untuk membereskan sisa-sisa pesta? Aku tidak ingin mengganggu, itu alasan mengapa aku lebih memilih menunggu di luar."

"Kalau begitu terima saja nasibmu. Kau jadi ketemu sama Julian, kan, di depan sana?"

Lihat? Menceritakan ini semua kepada Angel hanya akan membuat kepalaku memanas, semakin pusing. "Bukankah setelah lulus SMA kau berencana melanjutkan pendidikan di jurusan psikologi? Ayolah sobat, kau seorang calon psikiater. Berikan solusi bijakmu kepadaku."

Mata Angel memicing, dari ekspresinya saja aku sudah tau, dia seperti akan membunuhku dengan tatapan tajamnya. Aku berhitung dalam hati, hingga akhirnya kata andalan yang sudah kuhafal di luar kepala itu keluar lagi dari mulutnya.

"Bodoh!"

Sudah kubilang, bukan? Biar kutebak. Setelah ini dia akan mengeluarkan pidato panjang yang lebih terkesan seperti sedang mencaci maki alih-alih menasehati.

"Raina, Raina. Kau masih sama seperti dulu. Bodoh! Bukankah sebelumnya kau sudah bertekad untuk tidak mau diperbodohi Julian lagi? Sudah berkali-kali kukatan padamu, kontrol perasaanmu! Jangan mudah terbawa, bodoh! Seharusnya sejak dia menghampirimu di depan rumahku kemarin sore kau sudah harus pergi dari sana, menjauh! Bukan malah ikut pulang dengannya. Ah, tidak. Kau tidak hanya pulang dengannya, kau tadi memberitahuku bahwa kau ikut menginap semalam penuh dengannya, kau juga mengatakan bahwa keperawananmu bahkan sudah kau lepaskan secara cuma-cuma untuknya, Raina. Yang benar saja!"

Mataku terbelalak mendengar ujung kalimat Angel, separah itukah? Oh, aku baru menyadarinya. Masalahnya memang separah itu. Wajar jika Angel bisa semarah ini. Aku menghela napas panjang, menceritakan ini semua kepada Angel membuat berbagai rasa takut lainnya datang menghampiriku. Takut ditinggalkan Julian... atau mungkin hal lain yang lebih parah dari itu.

"Sudah terjadi," lirihku yang berharap Angel melunak. "Sekarang aku harus bagaimana?"

"Tunggu. Apa yang sudah Kirei katakan padamu? Julian bisa jadi tengah berusaha mendapatkan perhatianmu lagi dengan cara mengajakmu bercinta? Itu pemikiran yang bodoh! Kau tau? Kirei terlalu sering memanjakanmu dengan pemikiran-pemikiran menyenangkan yang nyatanya tidak sesuai realita. Berpikirlah realistis, Raina! Kau sedang dimanfaatkan Julian! Dia adalah remaja pria yang tengah belajar menjadi seorang bajingan, dan kau terlalu bodoh untuk menyadari bahwa saat ini dia sedang menjadikanmu korban pertamanya."

"Angel, kumohon. Aku sudah tidak ingin mendengarkan ocehanmu yang hanya membuat pikiranku semakin rumit. Jawab pertanyaanku. Aku harus bagaimana sekarang?"

"Kau masih harus bertanya, Raina? Sungguh? Tentu saja kau harus menendangnya jauh-jauh sebelum dia melakukannya lebih dulu! Sudahi, jangan hiraukan dia. Dia hanya mempermainkanmu."

Aku berdiri dari dudukku, menjambak rambutku dengan frustrasi. "Angel... tatapan itu, saat dia menciumku... oh astaga! Aku tidak bisa."

Angel ikut berdiri, mengangkat tangannya sebelum membuang napas dengan kasar. "Terserah padamu. Sebanyak apapun aku memperingati, tidak akan ada gunanya jika kau memang masih betah dibodohi Julian."

FWB: Friends With BittersweetWhere stories live. Discover now