"Sssshh...berteriak pun tidak akan ada yang mendengar! Kamar ini kedap suara, Rissa sayang," bisiknya lalu mencium dadaku yang sudah terbuka.

Aku menggelinjang antara geli dan takut. Air mataku mengalir. Tenaga Grand jauh lebih besar dibanding tenagaku. Ia melepaskan tanganku, agak menjauh dan membuka kemejanya sendiri. Kugunakan kesempatan itu untuk mendorongnya sekuat tenagaku, lalu aku berlari menuju pintu. Tapi apa daya, sebelum mencapai pintu, Grand sudah meraih pinggangku dan menjatuhkanku ke lantai yang beralaskan karpet tebal. Aku tersungkur disana. Grand menuju ke pintu kamarnya dan menguncinya.

"Grand, aku mohon... Jangan lakukan ini padaku," aku menangis, memohon padanya untuk menghentikan apa yang ingin diperbuatnya terhadapku. Tapi apa yang kulihat membuatku makin takut. Grand berdiri telanjang dihadapanku sekarang! Dia menghampiriku, tanpa mempedulikan tangis ketakutanku, ia menarikku dan menyeretku ke tempat tidurnya, merobek baju yang kupakai, berusaha menelanjangiku.

Ia menghempaskanku ke ranjang besarnya, membuka dengan paksa  kancing celana jeansku dan menariknya lepas. Aku makin ketakutan.
Grand melepas semua penutup tubuhku dengan kasar, menindihku dengan tubuh tegapnya. Aku meronta sekuat tenagaku. Tapi tubuh Grand mengungkungku dengan kuat. Ia menggerayangi tubuhku dengan nafsu yang tak terbendung. Aku tidak lagi melihat Grand yang kalem. Dimataku sekarang, ia adalah Grand yang menakutkan, seperti monster.
Monster yang sebentar lagi akan menjadi suamiku!

"Grand, please...jangan lakukan ini padaku," kataku makin lemah. Tangisku makin menjadi saat Grand makin tak terkendali, menyatukan tubuhnya dalam tubuhku.
Aku menjerit, sementara Grand dengan ketidak peduliannya memuaskan nafsunya atasku. Rasa sakit menjalari seluruh tubuhku ketika Grand ambruk menimpaku dengan kepuasannya.
Ia berguling dari tubuhku setelah nafasnya kembali teratur, lalu memelukku erat.
Aku masih saja terisak. Kegadisanku sudah direnggutnya, sebelum pernikahan kami terjadi.

"Ssst....maafkan aku, Ris. Aku hanya ingin kamu menjadi milikku," bisiknya mengecup pipiku dan mengeratkan dekapannya.

"Tapi tidak seperti ini, Grand. Toh sebentar lagi kita akan menikah," kataku terbata, masih terisak.

"Sama saja, Sayang," Grand mengusap perutku yang dilingkari lengannya, lalu merambat naik ke dadaku. Darahku berdesir. Apa yang akan ia lakukan sekarang?

"I want you more, Babe," bisiknya, dan langsung menyerangku dengan ciuman-ciumannya yang makin lama makin kasar dan ia memperkosaku lagi!

-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Aku menangis. Seluruh persendianku serasa terlepas semua. Grand memelukku erat.

"Maaf, Rissa. Tapi tenang saja kita tetap akan menikah," ia mengecup bibirku, dan bangkit dari tidurnya, meninggalkanku yang masih menangis sambil memeluk diriku sendiri dan menggenggam erat selimut yang menutupi tubuhku.

Grand keluar dari kamar mandi lima belas menit kemudian, lalu keluar dari kamarnya setelah ia mengganti bajunya dengan pakaian kerja. Tidak lama.
Ia masuk kembali membawa baju tidur ku.

"Ini. Pakailah!" ternyata ia mengambilnya dari kamarku. Aku segera memakai baju tidur yang diulurkan Grand dan beringsut turun, mengabaikan rasa sakit di bagian bawahku, berusaha untuk segera keluar dari kamarnya.

"Mau kemana?" tanya Grand melihatku berjalan keluar sambil menahan sakit.

"Kembali ke kamarku," jawabku dingin setengah menyentak tanpa menoleh sedikitpun padanya. Kuusap pipiku yang basah dengan kasar.

"Ada Papa dan Stella di luar. Kalau kamu mau keluar, silakan," kata Grand santai.

"Kenapa kamu melakukan ini padaku, Grand?" aku menuntutnya menjawab. Entah kenapa airmataku tidak juga mau berhenti mengalir.

Sincerity of LoveWhere stories live. Discover now