[OW•15] Mata Emas pt.2

259 35 11
                                    

"Apa-apaan raut wajahmu itu?" tanya Wei Wuxian saat melihat Wangji kembali dengan senyum mengembang. "Apa yang Pak tua itu katakan?"

Bukannya menjawab, Wangji malah mengelus pucuk kepala Wei Wuxian, membuat pria itu mengerutkan keningnya. "Oi, jawab aku."

"Kau terbebas dari hukuman mati."

Reaksi Wei Wuxian persis seperti yang tadi. Ia hanya meng-oh-kannya saja.

"Tapi sebagai gantinya, kau akan selalu dibawah pengawasanku di luar sana selama 10 tahun ini. Aku akan mengawasimu setiap saat untuk memastikan kau takkan mengulanginya. Kau mengerti?"

Wei Wuxian memiringkan kepalanya, nampak berpikir. "Benar-benar tak boleh ditinggal sendiri?" tanyanya yang hanya diangguki Wangji. "Bagaimana soal tempat tinggal?"

Wangji tersenyum mendengarnya. "Mudah saja. Kau dan aku, tinggal bersama."

๑☯๑๑☯๑

"Oi! Tungguin napa!" cerca Wei Wuxian kesal. Tangannya menyeret koper yang cukup besar, entah apa yang dibawanya.

Wangji hanya bisa mendecak kesal sembari menghampiri pemuda yang tengah kesulitan itu.

Mereka berdua baru saja beberes di rumah Wei Wuxian. Sudah ia bilang berkali-kali, bawa yang penting-penting saja! Tapi lihatlah apa yang terjadi, baru sebentar berjalan Wei Wuxian sudah ngos-ngosan karena barang bawaannya itu.

Kenapa jalan? Karena kebetulan rumah Wei Wuxian ternyata hanya berjarak beberapa blok dari apartemen Wangji. Jika saja ia tau akan jadi seperti ini, tadinya pasti ia akan bawa mobil.

Sebagai calon pacar yang baik, Wangji dengan ikhlas hati ia menggantikan Wei Wuxian.

"Demi langit dan bumi, apa saja yang kau masukkan dalamnya, hah?" sungut Wangji ketika menarik benda besar itu. "Kau bawa batu, ya?"

Wei Wuxian menggeleng. "Aku bawa yang penting-penting kok!" ujarnya sambil berjalan di sebelah Wangji dengan ringan.

"Yakin penting semua?" Wangji melirik dua buah payung yang masing-masing ada di kedua sisi koper. "Lalu, apa benda itu penting juga? Cerah gini kok."

Wei Wuxian mengerucutkan bibirnya lucu. "Sedia obat sebelum sakit, sedia payung sebelum hujan! Kau tak lihat berita cuaca pagi ini? Terprediksi akan hujan sore ini."

Keduanya diam, hanya derap langkah kaki mereka yang terdengar. Apalagi saat mereka melalui lorong kumuh dan kotor yang penuh genangan air.

Berbagai macam bentuk graviti menghiasi temboknya. Satu lagi, ia bisa mencium aroma anyir darah yang menyengat.

"Hei, kau tak merasa aneh dengan lorong ini?" tanyanya pada Wei Wuxian yang tetap berjalan santai di dekatnya.

"Hah? Apanya?"

"Entah kenapa rasanya lebih horror ketimbang kemarin." Wangji sudah sering melewati lorong ini ketika ingin berangkat ke kantor, tak ada yang aneh sebelumnya.

Lalu entah mengapa ... ia merasa lorong ini semakin panjang saja.

"Ahh~, mungkinkah sesuatu pernah terjadi?" Perkataan Wei Wuxian membuat langkah Wangji terhenti. "Hm? Ada apa?"

Perlahan tapi pasti, sekelebat ingatan masa lalu muncul dalam pikirannya. Terlintas bayangan dirinya yang sedang tersenyum sadis di hadapan pria kecil nan lemah. Pria itu ialah Wei Wuxian.

Apa ini ingatan masa lalu? Kepalanya terasa berat dan sangat sakit. Keseimbangan hilang, hingga membuatnya oleng ke dinding lorong.

Meski pandangannya mengabur, ia bisa menangkap seringaian Wei Wuxian. "Wah, sudah ingat, ya?"

Tangan pria itu meraih payung hitam berujung runcing. Ia seret benda itu sambil melangkah lebih dekat ke Wangji.

Wangji merasa deja vu dengan situasi ini. Kakinya sama sekali tak punya kekuatan untuk berdiri. Pikirannya berputar mencari jawaban tentang apa yang terjadi sebenarnya.

"Aghh!" Erang kesakitan muncul saat ujung runcing payung itu menembus perut Wangji.

"Kemana saja aku selama ini? Si Mata Emas yang kucari ternyata ada di sini," ujarnya sambil menarik ujung payung keluar, membuat darah mengalir dari luka dan mulut Wangji. "Hmm, luka kecil seperti itu tak seharusnya bisa membunuhmu."

Wei Wuxian menekuk salah satu lututnya agar bisa melihat Wangji lebih dekat. "Masih bingung, ya? Wajar saja, kau melakukannya tanpa penyesalan saat itu."

"Jelaskan ... semuanya, sialan..!" desis Wangji dengan suara seraknya.

"Ok, ok." Wei Wuxian kemudian mengambil posisi duduk bersila sambil mengelus payungnya. Ia tau, Wangji tak akan punya kekuatan menyerangnya dalam situasi ini.

"Suatu waktu di masa lampau, terdapat anak muda yang hidup sebatang kara di lorong sempit ini. Kehidupan yang kejam membuatnya merasa dibuang oleh dunia itu sendiri, sampai suatu saat, datanglah sosok yang ia sebut malaikat."

Setelah ia letakkan payungnya, Wei Wuxian mencondongkan tubuh lebih dekat dengan Wangji. Dielusnya wajah Wangji sambil menatap tepat ke dalam iris emas Wangji yang nampak bergetar.

"Ahh~ Malaikat itu benar-benar tampan dengan mata emasnya ...."

Sepotong rekaman kejadian kembali terputar di ingatan Wangji. Di mana dirinya tengah memeluk tubuh ringkih Wei Wuxian.

"Si anak pikir pria itu adalah malaikat penyelamat, tapi nyatanya?" Nada bicara Wei Wuxian semakin meninggi. "Nyatanya ia adalah malaikat maut."

Wei Wuxian bergerak memeluk tubuh Wangji yang bergetar. "Dengan teganya si Malaikat Maut menipu si anak dengan pelukan hangat ini, memberinya harapan sebelum menjatuhkannya."

Wangji merasa sesak nafas, paru-parunya terasa seperti diremas. Terlebih ketika bayangan ia menusuk Wei Wuxian muncul di kepalanya. "Kau ... si Anak—"

Mata Wei Wuxian berbinar. "Kau sudah ingat, kan? Si anak yang kau tusuk jantungnya." Ditangkupnya kedua pipi Wangji sambil mengusap darah yang menetes melalui mulut.

"Seharusnya kau menyadari dari kalimatku saat di penjara. Saat kukatakan 'Kehidupan sebelumnya', itu berarti dunia di masa lalu. Saat kukatakan 'Aku kembali', itu artinya reinkarnasi," ujar Wei Wuxian sambil meraih payungnya.

"Saat aku berumur tepat 17 tahun, entah mengapa kenangan itu tiba-tiba mengalir dengan lancar dan ingin segera membuatmu merasakan hal yang sama." Wei Wuxian ayunkan payung itu ke kiri dan ke kanan.

Dengan sisa tenaganya Wangji berusaha mengucapkan sepatah kalimat. "Maafkan aku yang di kehidupan sebelumnya. Aku mengerti perasaanmu saat ini."

"Sudah terlambat, bastard."

Darah terciprat kemana-mana saat payung ditusukkan tepat ke jantung Wangji.

"Ahaha-!" Pekik kesenangan terdengar dari bibir Wei Wuxian saat darah Wangji juga mampir ke wajahnya. Ia jilat bibirnya sendiri untuk membersihkan daerah mulut yang terkena noda darah.

Sementara Wangji tak bisa melakukan apa-apa lagi selain pasrah menunggu kematian. Setiap nafas yang diambil begitu menyiksa dirinya. Inikah yang dirasakan Wei Wuxian di masa lalu?

"Ingin tau kenapa aku bisa mengenalimu sebagai malaikat maut itu?" Wei Wuxian kemudian menarik payung dari sana, hingga mempercepat aliran darah untuk keluar.

Matanya menatap datar tubuh Wangji yang sudah ambruk di bawah kakinya. "Itu karena kalimatmu saat itu. Hanya karena tujuh rangkaian kata itu kau membuatku tersadar."

Wei Wuxian membuat gerakan menutup salah satu matanya. "Ha! Kalimat itu, sangat mirip dengan yang dikatakan si Malaikat Maut. Saat itulah aku bisa mengingat dengan jelas wajahmu."

'Kau pasti sudah melalui banyak hal buruk.'

Selesai

Buat yang belum ngerti...

Inituh alur ceritanya aku buat nyambung sama Chapter 13 : Malaikat.

OneShoot WangXian Where stories live. Discover now