5

973 35 1
                                    

Makan malam bertiga yang mereka lakukan tampak indah di mata orang lain. Mereka terlihat seperti keluarga sempurna. Suami yang tampan dan sempurna, istri yang cantik dan juga seorang bocah perempuan yang sangat cantik.

"Kau harus minum ini. Colmar adalah surganya anggur. Cobalah".

Larine menyodorkan gelas berisi anggur yang disajikan pelayan. Frank menyesapnya lalu menunggu sebentar. Setelah itu barulah ia membiarkan anggur itu melewati kerongkongannya.

"Perfect!".

Ucap Frank sambil mengangkat jempol nya. Anggur ini benar sangat enak. Sena menyodorkan steik yang tersisa di piring nya.

"Aku sudah kenyang. Sudah lama sekali aku tidak makan daging".

Larine membekap mulut polos Sena. Pipinya memerah. Frank bisa melihat kecanggungan Larine.

"Aku datang untuk membantumu mengurus asuransi kematian Carl. Jika kau tidak keberatan, besok kita bisa bertemu untuk menyelesaikan itu".

Larine menyeka mulutnya cepat. Ia membuang pandangannya ke sembarang arah sebelum kembali menatap Frank.

"Apa yang terjadi hari ini membuatku tidak menginginkan apapun dari Carl. Dia menyembunyikan begitu banyak hal dariku. Aku, rasanya ingin menggali kuburnya dan melampiaskan  semuanya". 

Larine menggigit bibir dalamnya untuk menekan kemarahan dan juga rasa sakit di hatinya. Ia begitu malu dengan semua orang, terutama tetangganya. Bahkan jika bisa memilih ia tidak ingin kembali ke rumahnya lagi.

"Frank...aku benar-benar tidak memiliki harga diri untuk kembali ke rumah itu".

Larine akhirnya menangis. Ia menunduk dan membekap mulutnya untuk tidak terisak. Sena bangkit dan memeluk erat perut Larine.

"Mom, aku akan menjagamu dari orang-orang jahat itu. Jika aku besar nanti aku akan membawamu pergi jauh. Tolong jangan menangis lagi".

Hati Frank sangat tersentuh dengan kata-kata Sena. Sejenak ia teringat masa kecilnya di panti asuhan. Dulu, itu yang selalu ia pikirkan jika ibu panti ada dalam keadaan sulit.

Perlahan Frank berdiri dan menghampiri Larine dan Sena. Ia meraih kepala Larine dan mendekapnya.

"Kendalikan dirimu, ayo pergi ke suatu tempat dan bicara. Tidak baik dilihat orang".

Frank memanggil pelayan dan membayar semua tagihan lalu menarik tangan Larine dan Sena ke mobil.

Ia tidak mengenal tempat ini dengan baik tapi pikirannya mengatakan mungkin ada satu tempat yang nyaman untuk membawa Larine dan Sena.

Sepanjang perjalanan mata Frank terus mencari tempat yang sesuai. Dan ia tersenyum saat melihat tanah lapang di tengah kota. Ia menghentikan mobil dan menoleh pada Sena tapi bocah itu sudah tidur.

"Sena sudah tidur. Aku rasa kita bicara di mobil saja".

Larine menoleh pada Sena di bangku belakang lalu mengangguk.

"Apa yang akan kau lakukan setelah ini?".

Tanya Frank. Larine menarik napas.

"Aku harus mencari pekerjaan. Hidupku dan Sena harus berlanjut".

"Pekerjaan seperti apa? Maksudku kau ingin bekerja sebagai apa?".

"Aku tidak tahu. Aku bisa melakukan apa saja yang penting bisa menghasilkan uang. Dan juga tidak mengganggu tugasku merawat Sena. Kami hanya memiliki satu sama lain".

Frank terdiam dan berpikir lama. Kemudian ia menatap Larine.

"Apa kau mau menginap di suatu tempat malam ini? Di sana kita bisa bicara lebih leluasa. Kasihan Sena tidak nyaman".

"Sebenarnya aku tidak mau tapi memikirkan apa yang terjadi tadi aku ingin menerima tawaran ini. Aku hanya butuh sedikit angin untuk mengusir hari yang berat Frank. Ayo!".

Frank menatap Larine lekat.

"Terima kasih. Kau sangat jujur Lar. Aku sungguh bersyukur bisa mengenalmu".

Mobil melaju meninggalkan Colmar menuju Paris. Frank membawa Larine dan Sena menginap di hotel tempatnya menginap. Ia memesan tambahan kamar di lantai yang sama.

Frank menggendong Sena hingga kamar mereka. Ia meminta layanan kamar untuk beberapa minuman dan camilan.

"Duduklah di sini!".

Frank menepuk tempat kosong di sebelahnya dan Larine duduk dengan canggung.

"Aku ingin menawarkan pekerjaan di perusahaanku tapi itu jika kau tidak keberatan untuk pindah ke Kopenhagen ".

Larine menggeleng.

"Tidak perlu Frank. Aku menghargai niat baikmu tapi maafkan aku, aku tidak bisa kembali ke sana. Aku akan mencoba peruntungan nasib di sini".

"Kalau begitu, sekarang kau harus istirahat. Besok setelah semua selesai kita bicara lagi".

Frank berdiri dan berjalan ke pintu.

"Frank...".

Suara Larine menghentikan langkah Frank. Ia menoleh dengan tanda tanya. Larine berlari dan memeluknya erat.

"Terima kasih untuk hari ini. Good night ".

"Good night Larine".

Balas Frank pelan. Ia mengurai pelukan mereka dan melanjutkan langkahnya. Larine masih terpaku di balik pintu. Ia tidak menyangka dirinya begitu berani melakukan itu. Tapi itu adalah gerakan refleks. Dia hanya ingin mengucapkan terima kasih pada pria itu.

Di kamarnya, Frank masih mendekap dadanya sendiri. Jantungnya benar-benar tidak normal sekarang. Aroma parfum Larine masih tertinggal di kemejanya. Dan itu membuat perasaannya semakin menggila.

Ponselnya berdering dan nama Elena di sana.

"Halo sayang?".

"Ini sudah larut dan kau belum tidur?".

"Aku tidak bisa tidur. Perasaanku sungguh tidak nyaman. Apa kau baik-baik saja? ".

"Tentu saja Elena. Itu hanya pikiranmu saja. Pergilah tidur, aku juga sudah lelah dan ingin tidur".

"Sayang...teman-temanku mengajakku ke Paris besok. Ada festival musim semi disana. Apa aku boleh meninggalkan anak-anak? ".

"Berapa hari?".

"Tiga hari. Hanya tiga hari Frank, aku mohon".

"Baiklah. Tapi pastikan Dorete menjaga anak-anak dengan baik".

"Kau pria terbaikku. Aku mencintaimu Frank Jensen. Terima kasih sayang".

"Tidurlah sebelum aku berubah pikiran".

"Ya...Ya... sampai jumpa. Good night honey ".

Frank menekan tombol merah untuk mengakhiri percakapan mereka, ia menarik napas dan tersenyum.
Elena selalu membuatnya merasa disanjung dan dihargai. Walaupun terlahir kaya raya, Elena tetaplah gadis manja yang penuh dengan banyak kelebihan. Tidak pernah sekalipun dia menyinggung Frank apalagi merendahkan pria itu.

Elena sangat menghargai Frank. Apapun yang ia lakukan selalu dengan ijin dan persetujuan Frank. Jika Frank menolak, ia tetap patuh dan tidak memaksa. Itulah sebabnya Frank selalu merasa rumah tangganya sempurna.

Paris?

Frank baru sadar akan perkataan Elena tadi. Ia tidak sadar bahwa dirinya juga ada di Paris.

Bagaimana jika Elena melihatnya di Paris?

"Ah! Paris sangat luas, lagi pula di sini aku bisa memberi alasan jika ini adalah pekerjaan".

Ucap Frank pada dirinya sendiri. Ia sangat yakin bahwa segalanya akan baik-baik saja.

➡️➡️➡️➡️➡️➡️➡️➡️➡️➡️➡️➡️➡️➡️➡️

SECOND HOME (TAMAT)Where stories live. Discover now