Ann langsung meletakkan handphone-nya tak peduli lalu menyandarkan kepalanya di kursi. Ia menutup mata sambil menyamankan posisinya untuk tidur sebentar. Beberapa helaan napas tenang justru membuatnya sulit tidur. Ia kembali terjaga saat merasakan hawa yang berbeda. Instingnya meminta untuk waspada dengan sekitar, tetapi setelah menoleh ke sana kemari, ia tak menemukan hal janggal. Namun saat matanya kembali lurus ke depan, ia menemukan sosok Alva sudah duduk di sana, menatap dingin dengan tangan bersedekap di dada. Ann langsung membeku saat melihat pria itu lagi.
"Kamu sudah datang? Maaf aku terlambat."
Pria itu memanggil pelayan dan memesan minuman, sedangkan Ann masih terus menatap sinis. Ia semakin mencurigai maksud kedatangan pria ini.
"Apa maumu?" desis Ann masih menatap tajam. Alva diam tak membalas sampai pesanannya datang. Pria itu menatap kopinya sejenak lalu meminumnya. Suara tegukan dan gerakan jakun Alva membuat fokus Ann terpecah. Buliran keringat dingin mengucur pelan di wajah, leher hingga punggung Ann. Tak lama Alva meletakkan cangkirnya lalu beralih menatap Ann.
"Bekerjalah untukku."
Ann diam tak membalas. Ia masih curiga dengan sosok yang terus mengusik ketenangannya. Tidak semudah itu ia menerima pekerjaan dengan membabi-buta tanpa tahu apa yang dikerjakan.
"Aku menolak."
Pria itu kembali meminum kopinya. Tegukan itu kembali membuyarkan fokus Ann. Dengan susah payah, ia menelan salivanya saat menatap gundukan kecil di tenggorokan pria itu.
"Ini bukan tawaran."
Denting gelas yang bertemu dengan piring kecil berbunyi. Tiba-tiba, tatapan Ann kembali terkunci pada iris semerah darah itu. Tiba-tiba, ia terperanjat. Hawa dingin yang mencekam kembali membuatnya bergidik ngeri, tatapan itu seakan memakan kesadarannya.
"Ini perintah."
Napas Ann sesak seketika. Perasaan waktu itu muncul lagi, tetapi kejadian waktu itu tidak ada apa-apanya dibandingkam dengan yang ia rasakan sekarang. Tubuhnya terasa panas dan dingin, ia merasa tercekik tak bisa menghirup oksigen hingga pandangannya hampir menggelap.
"Ikut aku."
Tiba-tiba tangan Ann ditarik hingga keluar dari kafe. Ia mulai bisa menghirup udara segar perlahan, tapi pria itu tak kunjung melepaskan lengannya. Ann berusaha melepaskan cengkraman itu. Tapi kondisi tubuh yang sangat lemas membuatnya tak bisa berkutik selain mengikuti pria ini. Hingga ia didorong masuk ke dalam mobil. Ann jatuh tengkurap sambil memegangi kepalanya yang berdenyut sakit. Ann berusaha bangkit tapi pria itu menekan punggungnya.
"Aku tidak menculikmu, cukup diam dan ikuti aku," bisik Alva tepat di samping telinganya. Tampaknya Ann tak memiliki pilihan lain selain mengikuti pria ini.
Alva keluar dan menutup pintu, lalu beralih ke kursi kemudi dan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Tak lama, mereka berhenti di depan gedung yang sama seperti saat ia pertama kali mereka bertemu. Setelah memarkirkan mobil, Alva membuka pintu dan menarik Ann keluar. Sontak Ann memberontak dan menepis tangan pria itu.
"Aku bisa jalan sendiri!" sinisnya lalu berjalan mengikuti Alva dari belakang.
Hening sejenak, Alva diam menatap tangannya yang baru ditepis tapi setelahnya pria itu segera berjalan pergi. Saat memasuki gedung, hanya segelintir orang yang Ann temui. Beberapa menunduk hormat saat Alva melewati mereka. Terlihat banyak orang-orang berjas hitam layaknya bodyguard sedang berjaga.
Sampai di depan ruangan yang dimaksud, Alva langsung membuka pintu dan masuk tanpa berkata apa pun. Ada perasaan ragu saat Ann menatap pintu itu karena teringat kejadian sebelumnya. Tapi ia segera menepis semua keraguan itu. Ia meyakinkan dirinya tidak akan terjadi apapun, meskipun dibunuh ia tidak akan rugi, pikirnya.
Ann membuka pintu dan melihat Alva duduk di sofa, ia ikut duduk menghadap pria itu. Ada banyak kertas di tangannya, tak lama kertas-kertas itu diletakkan di meja kecil di depannya.
Ann diam sesaat. Ini adalah data seseorang, semua koordinat sudah tertulis dan tergambar. Tapi berbeda dengan yang ia tahu, seharusnya koordinat hanya bisa dilihat dari monitor karena target akan berpindah secara signifikan.
"Ini adalah misi pertamamu," ucap Alva sembari memberikan kertas lainnya yang berisikan tulisan lebih banyak. Ann kesal melihat banyaknya tulisan yang harus dibaca. Ia terlalu malas untuk membaca dan bertele-tele seperti ini.
"Apa maksudmu? Kamu memintaku menghabisi seseorang hanya berdasarkan ini?" tanya Ann heran sebab ia tak pernah mendapatkan misi seperti ini.
"Lakukan dengan benar, aku tidak menerima kegagalan."
Suara itu terdengar lebih berat dari sebelumnya. Pria itu menatap dengan tatapan dingin, rasa tidak nyaman muncul lagi. Sontak Ann berdiri membawa kertas-kertas itu. Ia ingin pergi secepatnya, perasaan dan hawa aneh membuatnya takut untuk berlama-lama. "O-oke, akan aku laksanakan," kesalnya langsung pergi ke arah pintu.
"Jangan melibatkan orang lain."
Ann terhenti seketika. Jelas ia tahu maksud pria ini, ia harus bekerja sendiri dengan informasi seminim ini? Emosinya kembali terpancing. "Apa maksudmu? Kamu mau mempersulitku?"
"Tenanglah, aku akan ada di sana. Aku sendiri yang akan memandumu."
Jawaban pria itu membungkam Ann. Di pandu oleh mantan targetnya? Ini terdengar cukup unik. Dan lagi, ia yang terbiasa bekerja secara sembunyi-sembunyi sekarang harus bekerja secara terang-terangan begitu? Hm, terdengar menarik.
"Baiklah, kapan?"
"Malam ini."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
to be continued...
VOUS LISEZ
I'm not Enigma [TERBIT-edisi revisi]
Roman d'amourAnn, seorang pembunuh bayaran yang beralih profesi menjadi barista, tetapi diam diam ia bekerja lagi dengan seorang Enigma berbahaya bernama Alva Edison, kerjasama yang dibangun secara sepihak ini membuatnya harus memutar otak untuk menolak setiap m...
1. A Mission
Depuis le début
![I'm not Enigma [TERBIT-edisi revisi]](https://img.wattpad.com/cover/269864739-64-k685366.jpg)