TRACK 017 • CANGKANG

6 0 0
                                    

"I woke the same..., as any other day. You know I Should've STAYED IN BED!!!"

Chris Cornell - Soundgarden

***

Suara alarm ponselku mulai berdering. Suara itu begitu mengganggu. Aku ingin tidur lagi. Aku tidak ingin keluar hari ini. Aku pun tidak memiliki tenaga untuk mengangkat tubuhku dari kasur ini. Tetapi, rasa kesalku memberikan sedikit kekuatan agar tangan kiriku dapat meraih ponsel itu dan mematikan alarmnya.

Selimut tebalku kembali aku tarik untuk menutupi tubuhku. Aku berlindung di dalam kegelapan, menghindari terangnya sambutan hangat matahari, menghindari hembusan dingin dari AC.

Namun, keamanan dan kenyamanan itu hanya bertahan selama beberapa detik saja. Tepat saat benakku perlahan terlahap oleh kegelapan, suara dentuman pintu menggetarkan udara di kamarku dengan keras. BRAK, BRAK, BRAK!!!

"Artur! Bangun, kita udah telat berangkat kerja woi!!!"

"Biarkan aku tidur!!! Aku ingin istirahat hari ini!!!"

"Tapi si Lerri udah nelfon, katanya ada masalah di site. Kamu ga mau tanggung jawab?"

"Biar dia yang urus hal itu sendiri."

"Ka –"

"DIAM!!!" sahutku seiring mengangkat selimut. Aku kemudian meraih kepada gelas teh hangat dan menghempaskannya kepada pintu kamarku.

Dia yang memanggilku pun diam. Tidak ada lagi suara susulan. Kamarku menjadi sunyi.

Aku kemudian menatap kepada dinding-dinding yang aku panggil kamar. Ruangan ini terasa begitu kelam, walaupun ada sebuah kaca luas sembilan meter kuadrat. Dinding-dinding beton yang tidak dilapisi apapun, hanya tekstur aslinya. Warnanya telah memudar sedikit, luntur karena terik matahari.

Perlahan, emosi yang memicu adrenalinku mereda. Aku merasakan tubuhku kembali lemah. Tangan yang sebelumnya kencang setelah melempar gelas dan menghempaskan selimut, sekarang kembali kendur. Rasanya tubuhku begitu berat, aku ingin melepaskannya dan membiarkan jiwaku saja yang berada di dalam kamar ini.

Bibirku terasa kering. Aku ingin mengambil air untuk diminum, tetapi aku tidak ingin keluar.

Aku tidak ingin bertemu siapa-siapa.

Aku tidak ingin mendengar suara apapun.

Aku ingin sendiri.

Aku ingin aman.

Di hadapanku ada sebuah televisi yang tergantung pada permukaan dinding beton. Aku menyalakannya untuk meredam pikiranku. Layar itu kemudian memutar sebuah kartun. Aku tidak mengingat judulnya, aku pun tidak ingat apa inti cerita kartun itu. Tetapi, kartun itu begitu familiar, kartun itu memberikan aku kenyamanan.

Sekitar satu menit berlalu seiring aku menikmati kartun itu, ponselku berdering. Aku tidak ingin mengangkatnya. Jika aku mematikannya, mereka tahu bahwa aku ada di sini. Aku berada di rumah.

Aku tidak ingin mereka tahu aku bisa dicapai.

Aku ingin sendiri.

Aku pun menangguhkan diri untuk tidak mengangkat ponselku. Aku berharap mereka menyangka bahwa aku sibuk. Bahkan, akan lebih baik kalau mereka menyangka aku tidak pernah ada.

Aku telah menyakiti orang-orang yang ingin aku bantu. Kenaifan ku berakhir mengorbankan mereka yang tidak berdosa.

Ketika kartun itu usai, rasa berat itu kembali, meremas diriku di pundak. Aku merasa rasa salahku terbangun bagai gedung-gedung apartemen yang terlihat dari kaca. Beban gedung-gedung itu memeras air semangatku dari tubuh.

Kan Ku Coba LagiWhere stories live. Discover now