1

5 0 0
                                    

"It's time for work" dan 5 menit kemudian membuat akun wattpad agak anonim dan mulai menuliskan ini. Gw mulai merasa mungkin ini cuman placebo, mungkin ngga, ada kemungkinan gw bisa lebih kecewa lagi menemukan pisang busuk yang lupa dibekukan. Gw ga semarah sebelumnya, entah karena menyadari apa yang salah, berani ke psikiater atau obat. Gw pernah minum obat yang satunya, penenang, waktu komplain perkara kehilangan keseimbangan. Gw harusnya sudah ke psikiater dari waktu itu. Tapi ga punya duit. Itu mungkin ya masalah utamanya. Ketakutan terhadap ketiadaan duit saat lo sudah dapat mengumpulkannya dengan cukup. Gw akan selalu gini-gini aja, karena gw capek, kadang mikir terlalu muda untuk capek. Seorang kawan mengatakan kita memang di persimpangan umur. Terlalu muda untuk dianggap tua, terlalu tua bagi yang muda. Masa out of place bagi sudut pandang ageism. Gw disini karena mereka yang membawa saya, gw digotong sampai sini, kaki ini hanya melangkah sebagian waktu saja. Kerja adalah rutinitas yang terasa terlalu lama. Gw sudah di titik dimana kerja adalah mengonsep dan menyuruh, dimana mengonsep terasa semakin menjenuhkan. Terutama jika konsep-konsep itu tidak kemana-mana. Isunya juga gw suka terlalu procrastinating untuk segala kerjaan. Ada tiga email yang meminta untuk berbagi pakai dokumen dari kemarin yang belum ditanggapi sampai sekarang. Malahan, menulis racauan pikiran yang ga berguna juga. Berguna buat gw, tapi untuk siapa lagi. Gw butuh platform yang lebih lugas daripada racauan yang gw tulis di wordpress. Ambiguitas adalah musuh pikiran saat ini. Kiasan-kiasan dan bahasa mbulet tidak mengejawantahkan apa yang sebenarnya dipikirkan. Itu membantu suara-suara di kepala, namun mereka sudah hilang. Entah kemana. Kadang, gw kangen juga ama suara-suara di kepala, dengan halusinasi genderuwo kuntil anak dan tuyul yang kerap menghiasi masa muda  gw. Mungkin itu, mungkin gw ngerasa spesial saat itu. "Dying to be different" adalah sematan buat gw semasa muda. Ada masa embracing your flaws, menggunakan itu untuk pembenaran viktimisasi membantu. Dan, saat itu, adalah sebuah keberanian untuk menjadi outsider. Sekarang gw sesungguhnya outsider tanpa safety net tumpuan orang-orang yang menggotong gw. Kenyataan bahwa gw sendirian, dan bahwa gw ga bisa sesendiri ini baru muncul sekarang. Gw mungkin mulai paham kenapa orang pada umumnya tiba-tiba lari ke agama, ada sense of communitynya meski palsu. Ada ide bahwa gw bagian dari sesuatu yang semua orang, mayoritas orang, berlangganan pada ide itu. Terjebak dalam filosofi pribadi berarti tidak terlalu banyak orang yang seiman. Kita sendirian memilah moralitas dan normalitas yang kita anggap cocok dengan worldview kita. Agama sudah menyiapkan fondasi worldview itu, kita diajarkan untuk menyukai dan membenci atribut-atribut tertentu manusia. Aneh bahwa agama menggerakan manusia untuk ingin homogen. Entah itu naluri manusia atau dorongan agama.

Oke, gw terpaksa mengintip lagi wordpress gw untuk melihat kembali seberapa jauh worldview gw berubah. Tidak banyak, tapi mungkin sekarang jauh lebih terbuka. Jauh lebih tidak tersinggung kalau tidak merasa berbeda. Waktunya minum obat.

Bagaimana Pikiran BerkataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang