𖠗 05 ꞋꞌꞋ

Start from the beginning
                                        

Dan satu lagi, dia kabur? Dari mana?

"Maksud lo?"

Seungmin menggeleng pelan, "boleh minta minum gak? Haus banget tenggorokan gue, tega banget lo sama tamu!"

Alih-alih menjawab pertanyaan Minho, Seungmin justru mengalihkan topik.

Walaupun Minho masih bingung, dia menuruti permintaan temannya. Dia berpikir jika Seungmin membutuhkan waktu untuk siap bercerita perihal dirinya yang hilang tanpa adanya kabar.

Tak lama kemudian Minho kembali sembari membawa segelas air putih. Namun anehnya, dia tak menemukan presensi Seungmin di sana.

"Seungmin?! Buset itu anak ke mana lagi?!"

Minho mencari ke seluruh sudut ruangan rumahnya tanpa terkecuali. Untungnya rumah Minho tidak begitu besar, jadi dia bisa leluasa mencari Seungmin.

Tapi Seungmin tidak ada di mana pun.

"Masa pulang? Aneh banget kemarin di rumah Changbin gitu, masa sekarang juga? Stress kayanya itu anak."

Minho kembali ke kamarnya tanpa memikirkan apapun, yang pasti dia kesal dengan oknum bernama Seungmin.

Baru saja bokongnya mendarat di ranjang, suara bell rumahnya kembali terdengar. Minho yang sudah kepalang kesal langsung berlari ke depan rumahnya dan membuka pintu.

Itu bukan Seungmin, apalagi ibunya.

Tapi seseorang lagi, yang Minho kenal. Temannya yang lain.

"Hai, Minho!" sapanya ramah.

Minho menatap curiga pada orang yang ada di depannya. "Tumben nyapa. Ngapain lo ke sini?"

Seseorang itu hanya tersenyum, tapi senyumannya aneh. Senyuman yang menyiratkan arti tersembunyi.

"Ya emang napasi? Biasanya juga gue suka ke sini." Balasnya santai.

"Tapi ini udah malem! Orang-orang hari ini pada kenapa si. Tadi Seungmin ke sini, dan sekarang? Lo juga ke sini? Ngapainn anjir!!" ujar Minho ketus.

Seseorang itu membelalak terkejut. "Seungmin juga? Dia ke sini?! Kok bisa padahal kan dia ud—"

Sebelum dirinya menyelesaikan ucapan, Minho terlebih dahulu menyela.

"Tapi itu anak hilang lagi. Gatau deh, lo kalo gak ada urusan sama gue mending pulang aja sono!"

Minho hendak menutup pintu rumahnya, tapi tangan orang itu mencegah pintu tertutup dan dengan terpaksa Minho kembali membukanya.

"Apaan?!" seru Minho kesal.

Seseorang itu tiba-tiba saja mengeluarkan pisau yang entah dia sembunyikan di mana. Retina Minho melebar, dia langsung mundur tatkala orang yang ada di hadapannya terus maju sembari mengacungkan pisau di depan wajahnya.

"Jadi lo yang ngirim pesan terror itu?!" tanya Minho tidak percaya, dan orang itu mengangguk sebagai jawabannya.

"BANGSAT! GUE KIRA LO ORANG BAIK!"

Seseorang itu menyeringai lebar, lalu dia tertawa pelan. "Orang baik juga bisa jadi pembunuh."

"Bajingan! Gue gak punya salah apapun sama lo, kenapa gue juga terlibat hah?!"

Orang itu berhenti, atensinya beralih pada sisi kanan Minho, lalu dia meletakkan jari telunjuknya di dagu seolah tengah berpikir.

"Muak." Hanya itu satu kata yang terlontar.

Atensinya kembali pada Minho, dia bisa melihat jika Minho menatapnya dengan tajam.

"Omong koso—ng..."

Suara Minho kian mengecil ketika sebuah benda tajam telah menghunus badannya, namun bukan dari arah depan, melainkan bagian belakangnya—tepat di punggungnya.

Minho sempat menoleh ke belakang, dia ingin mencari tau siapa yang baru saja menancapkan benda itu di punggungnya.

Minho melihatnya—dia melihat dengan jelas dan hampir tidak percaya jika mereka adalah pembunuh.

Temannya adalah pembunuh.

"T-ternyata lo..."

Minho ambruk seketika, dia kehilangan kesadarannya. Dan darah mulai bergenangan di mana-mana.

"Idiot."













































































"Btw, permainan baru saja di mulai."

hide and seekWhere stories live. Discover now