"Nah-ah, Ryan Marios menolak membantu Lucinta Luna."
"Yan... please... biar cepet selesai..." Lucy memelas sampai kelihatannya dia hampir menangis, lalu dia menyalakan ponsel untuk melihat jam. "Waktu gue cuma dua jam lagi... seharusnya kalo lo bantu gue, nih tugas bisa selesai kurang lebih satu jam... please?"
Ryan menatap Lucy dengan mata menyipit, satu tangannya terangkat untuk mengelus dagunya. Lagaknya sudah seperti seorang juri yang sedang menilai penampilan peserta pencari bakat.
"Oke, gue bantu."
"Yay—"
"—dengan satu syarat."
Ekspresi Lucy langsung berubah 360 derajat. "Kalo lo maksa gue minta nomor cowok ganteng di Fakultas Teknik, gue menolak!"
"Kagak, sat. Kali ini gue punya permintaan yang lebih berkualitas."
"Apaan?"
"Gue menyuruh lo buat ambil satu selfie unyu bareng dosen muda nan tampan yang ngajar dikelas lo. Pak Reza nggak sih, namanya? Yang badannya atletis dan seksih—"
"Ryan Marios anjing,"
"Et, mau dibantu apa tidak?"
"Nggak usah, makasih!"
Ryan tersenyum puas, lalu dia kembali memainkan ponselnya. Sebenarnya dia bukannya tidak mau membantu Lucy mengerjakan tugasnya, dan kalau bisa jujur dia rada kasihan sih dengan sahabatnya ini dan ingin sekali membantunya. Tapi dia sudah punya janji tersendiri dengan ibunya Lucy sejak pertama masuk kuliah. Katanya, kalau cewek itu meminta untuk membantunya menyelesaikan tugasnya, apapun itu, Ryan mesti bisa menolak. Menemani cewek itu tidak akan jadi masalah, tapi tidak dengan membantu cewek itu, sesedikit apapun tugas kuliahnya. Ibunya tahu kalau anaknya ini punya bakat yang nggak berguna, yaitu super duper pemalas. Dari kecil sampai sekarang, kalau ada apa-apa, seperti tugas sekolah atau masalah apapun, Lucy selalu mengandalkan Ryan untuk menyelesaikan semuanya sementara cewek itu hanya bantu melihat dan berkomentar, atau kalau sempat dia akan memberi pendapat yang sejujurnya sama sekali nggak membantu. Ryan sih oke-oke saja, malah dia senang karena merasa bisa diandalkan. Tapi tidak dengan ibunya Lucy, lalu akhirnya saat Lucy dan Ryan akan melanjutkan studi mereka ke perguruan tinggi, wanita setengah baya tersebut membuat perjanjian dengan Ryan. Itulah kenapa Ryan selalu memberi syarat-syarat gila waktu Lucy meminta bantuannya untuk menyelesaikan tugasnya.
Tentu saja Lucy tidak tahu menahu mengenai hal ini, kalo cewek itu sempat tahu, Ryan yakin persahabatan mereka bakal langsung putus saat itu juga.
Dia tidak mau kehilangan sahabat satu-satunya yang dia punya, yang dia sayang melebihi dia menyayangi saudara kandungnya sendiri.
Dan dia yakin kok, Lucy pasti mampu menyelesaikan tugas tersebut karena cewek itu pun (menurut Ryan) bisa dibilang lumayan pintar. Namun penyakit yang cewek itu punya hanya satu; dia sangat pemalas. Ada saatnya Lucy jadi sangat ambisius atau bergairah ketika keadaan membikin dia seperti itu, dan ada saatnya juga cewek itu jadi benar-benar malas buat melakukan apapun dan hanya memegang ponsel seharian. Lucy lebih sering malas daripada semangat buat melakukan sesuatu, tapi sekalinya semangat, cewek itu bisa melakukan segala hal dalam satu hari tersebut, atau kalau dia semangatnya cuma sejam doang, dia bakal melakukan sesuatu yang dia suka dan tidak mau menyia-nyiakan waktu berharga tersebut.
VOUS LISEZ
A Ruby Song
Roman d'amour[On Going] "apa kolerasinya antara aku dan ruby?" "mata kamu, mirip batu ruby." "yeu, aneh."
ARS: bella dan edward
Depuis le début
