ARS: bella dan edward

Start from the beginning
                                        

Gadis tersebut langsung berdecak kesal, dia melepas kacamata dari wajahnya seraya menatap temannya dengan wajah super jengkel. "Anjing lo ya, nama gue Lucianna Yviane!"

Temannya Lucianna langsung ngakak keras, membuat beberapa pengunjung dalam Kafe—iya, mereka sedang berada di sebuah Kafe saat ini—melirik kearah meja mereka dengan wajah yang jelas terganggu. Tidak heran, Kafe tersebut bisa dibilang memiliki suasana yang tenang dan teduh, karena desain Kafe itu sendiri dibuat bertema nature dengan banyaknya tanaman hijau didalam maupun luar bangunan Kafe, begitu juga dengan dindingnya yang di cat hijau lembut yang tidak bikin sakit mata, disertai beberapa lukisan pohon dan tanaman, juga tulisan mengenai alam dan ketenangan jiwa.

Jadi bisa dibilang, orang-orang yang berkunjung ke Kafe tersebut berniat menjernihkan otak dan menenangkan jiwa dari kemumetan realita. Namun keberadaan Lucianna dan temannya—yang bernama Ryan, dianggap seperti musik dj super keras nan mengganggu dari tetangga sebelah rumah.

"Abis nama lo sama doi nggak jauh beda, beda di a ama t doang. Trus nama panggilan lo Lulu, Lucinta Luna, 'kan cocok!" Seakan mukanya setebal tembok Cina, Ryan masih ngakak, nggak mempedulikan tatapan menghakimi para pengunjung Kafe yang lain. Sementara Lucianna, yang namanya bisa dipendekkan menjadi Lucy, hanya bisa memijat batang hidungnya dengan frustasi, lalu dia menyeruput iced frappuccino miliknya dengan sepenuh nafsu.

"Tugas kemarin masih belum siap juga? Bukannya lo bilang jam 8 malam batas terakhir tugas lo di submit?"

"Jangan bacot doang, bantuin kek. Gue udah pusing banget nih, sat. Mana pas gue bangun karena ketiduran pagi tadi tugas gue nggak ke save sama sekali. Kelas hari ini juga bikin gue stres. Lengkap sudah penderitaan gue hari ini." Lucy menekan tombol backspace pada papan ketik laptopnya dengan kasar demi menyalurkan emosinya. Soalnya dia udah capek banget, semalaman udah begadang memelototi layar laptopnya sampai Lucy pikir dia bakalan buta, pun dia juga sudah memberikan semua hal terbaik yang dia dapat dan mengerjakannya dengan penuh hikmat dan kesabaran agar hasilnya memuaskan, eh tugasnya malah tidak tersimpan sama sekali. Saking emosinya, Lucy hampir membanting laptopnya dan menghancurkan seisi kamarnya sampai tak berbentuk sambil berteriak frustasi.

Hampir, karena kalau dia sampai melakukannya, sedetik kemudian sebuah sapu melayang kekepalanya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan sang Mama.

Itulah kenapa dia mengajak sahabat terbaik nan laknatnya ini untuk menemaninya mengerjakan ulang tugas tersebut di Kafe di sore menjelang malam ini. Supaya dia bisa sedikit lebih rileks dan fokus. Dia juga dengan sangat tulus berharap Ryan bakal turut membantunya supaya tugas tersebut lekas selesai, tapi kelihatannya cowok itu lebih senang scrolling TikTok dan mengganggunya daripada membantunya.

"Ingat kata nyokap lo? Pekerjaanmu, tanggung jawabmu. Gue hadir disini hanya untuk menemani lo, Lucinta Luna." Ryan membalas santai.

"Bantu nyari ide doang, gue nggak nyuruh lo ngerjain semua tugas gue! Setidaknya kalo lo mengaku sebagai sahabat gue, kasih gue sedikit keringanan pikiran dengan membantu gue sedikit. Lo mah enak, anak Geologi tugasnya nggak susah-susah amat..." Lucy mengeluh sambil manyun.

"Nggak susah pala lo peyang. Buat gue, setiap jurusan sama aja tugasnya, nggak ada yang lebih mudah atau lebih susah. Semuanya tergantung di lo-nya aja, mampu apa nggak ngerjain tuh tugas. Itulah tanggung jawab lo sebagai mahasiswi."

Lucy memutar bola mata. "Iye, dah. Gue tau lo emang lebih pinter dari gue. Makanya gue ngajak lo kemari buat bantuin gue! Bukan malah scrolling TikTok dan mengganggu gue!"

A Ruby SongWhere stories live. Discover now