Bab 48: Dia adalah Temannya

105 9 0
                                    

C/P: sedikit intermezzo untuk ulasan novel ini. Aku akhirnya ingat kenapa memilih novel ini sebagai project terjemahanku dulu. Walaupun tidak seperti novel-novel china yang lain, yang kompleks dengan plot rumit, novel ini cukup sederhana menurutku. Tapi walaupun begitu, novel ini punya pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca yang sebenarnya agak relate dengan keadaan di sekitar kita. Di bab sebelumnya dan bab ini misalnya, kita disuguhkan dengan ketimpangan masyarakat kota dan desa, tidak hanya secara materil tapi juga secara pemikiran dan pandangan mereka akan masa depan dan perempuan. Sedih saja rasanya melihat bagaimana berbedanya kehidupan Lin Miao dan Xiao Mei di sini. Kita juga bisa melihat dengan jelas bagaimana masyarakat desa masih begitu patriarki dan memandang perempuan lebih rendah dari laki-laki dengan pikiran 'hanya dengan memiliki seorang putra barulah bisa dianggap sebagai menantu yang baik'. Memang tidak semua penduduk desa berpikir seperti itu sih, tapi jauh lebih banyak orang yang berpikir seperti itu di desa ketimbang di kota. Padahal sudah banyak perempuan yang berdikari dan bisa menyokong dirinya sendiri. Seperti Lin Miao di sini yang bisa jadi atlet badminton. Semoga saja kedepannya banyak penduduk desa yang lebih terbuka bahwa perempuan pun bisa berdikari dan bahwa perempuan bukan mesin pencetak anak dan hanya seorang menantu yang mengabdikan diri pada keluarga suaminya.

Yaaah itu saja sih untuk saat ini... dan terima kasih untuk paca pembaca terjemahan novel ini yang masih setia menunggu walaupun updatenya lama~

Akan aku usahakan untuk rutin update ya guys, selamat membaca~

***

Ibu Lin Miao segera muncul dan duduk di sebelahnya.

Dia telah mencatat semua yang terjadi hari ini.

Lin Miao memeluk ibunya, "Mama."

Suaranya tercekat oleh isak tangis. Mungkin itu normal di sini. Dia bingung sampai-sampai tidak tahu bagaimana seharusnya hidupnya ketika dia besar nanti.

Hatinya dipenuhi dengan kesedihan. Kesedihan akan melonjak ke seluruh tubuhnya setiap kali dia memikirkan Xiao Mei dan anaknya yang bergegas pergi.

"Aku tahu pasti sulit bagi Shuishui untuk menerima ini, tapi begitulah gadis-gadis dari desa." Ibu Lin Miao menepuk kepala Lin Miao, "Orang tua menginginkan anak laki-laki, dan mereka ingin anak mereka menjadi seperti mereka ketika mereka besar nanti."

Air mata Lin Miao mengalir di pipinya.

"Tapi aku tidak menginginkan ini." Menjadi jelas baginya bahwa masa kecilnya sudah lama berlalu.

Ibu Lin Miao menghela nafas. Semua gadis di desa adalah anak-anak yang baik hati, mereka adalah teman baik Lin Miao.

Lin Miao dibesarkan di kota karena orang tuanya dulu bekerja di sana. Dia hanya datang ke desa ketika dia tumbuh sedikit lebih tua.

Semua gadis selain Xiao Ling lebih tua dari Lin Miao. Lin Miao dulunya pendek dan kurus, dan karena dia berasal dari kota, semua orang menganggapnya sebagai adik perempuan mereka.

Lin Miao pernah berkata bahwa sosis Golden Gong enak, tetapi toko desa tidak menjualnya.

Jadi, ketika mereka pergi ke apotek kota untuk menjual daun Kamperfuli Jepang, mereka masing-masing mengambil satu Yuan dan membeli sosis bersama untuk Lin Miao.

Ibu Lin Miao menghela nafas lagi. "Inilah kenapa kamu harus belajar dengan giat. Jangan biarkan generasi penerusmu menjalani kehidupan seperti ini."

Di penghujung hari, Lin Miao masih belum mendapat jawaban. Dia ingin mengunjungi Xiao Ling.

Dari semua temannya di desa, jarak usianya dengan Xiao Ling adalah yang paling kecil. Nyatanya, Xiao Ling bahkan sedikit lebih muda darinya.

Xiao Ling adalah gadis yang tidak ingin diadopsi.

[END] I Give Half of My Life to YouWhere stories live. Discover now