[DAY 16] MESS

Magsimula sa umpisa
                                    

"Danuar, tidak ada salahnya mengungkapkan perasaan pada seseorang. Kau tidak harus bersedih atas penolakan yang Aksa lakukan. Mungkin dia memikiki alasan untuk menolakmu."

Mattheo melihat tatapan rumit milik Danuar, dia hanya bisa tersenyum tipis membalasnya.

"Kita baru bertemu, mengapa kau sepeduli ini padaku? Tidak peduli jika aku akan patah hati atau tidak, bukankah aneh jika kau sepeduli ini pada orang asing?"

"Ya, anggap saja kau beruntung bertemu motivator sepertiku. Aku sangat berbakat menjadi motivator, lho."

Mattheo terkekeh melihat raut masam di wajah Danuar. Ah... perasaan senang itu datang lagi.

"Lebih baik kau pulang, istirahatkan diri dan pikiranmu. Masalah tidak akan bisa langsung selesai, semua butuh waktu dan proses."

Danuar mengangguk membalasnya, lalu menyodorkan handphone miliknya. Mattheo mengernyit bingung, untuk apa?

"Minta nomormu."

Namun, Mattheo menggeleng. Menolak memberikan nomor pribadinya. "Kita tidak harus sering bertemu dan berbincang seperti ini. Tapi, kau bisa menemuiku di galerimu setiap pukul 7 malam."

Sebenarnya, Danuar tidak puas dengan perkataan Mattheo. Namun, jika menyangkut privasi, Danuar tidak bisa memaksa. Jadi dia mengambil handphone-nya dan pergi.

"Ck. Perasaan yang memuakkan, layaknya bunga krisan. Dia bisa hancur bersama perasaannya itu."

Sekarang tatapan Mattheo tampak rumit. Menatap punggung Danuar yang menghilang di balik pintu, ada rasa tidak nyaman di dadanya.

"Sial! Aku tidak mau menjadi bunga krisan."

~~~~

Aksa terbangun, namun is tetap tidak bisa menggunakan pancanya untuk melihat karena kain yang masih menutupi matanya. Namun, ia tidak merasakan kakinya yang terikat lagi, bahkan kini kondisinya tengah berbaring.

Tapi, ia tidak bisa menggerakkan tangannya dengan leluasa. Sial! Tangannya masih terikat dan parahnya sekarang diikat dengan rantai. Karena setiap ia menggerakkan tangannya, bunyi gemerincing mengiringinya.

"SIAPAPUN TOLONG GUE!!"

Bunyi gemerincing terdengar berisik karena Aksa terus bergerak untuk melepaskan diri. Ia yang tadinya berbaring kini setengah terduduk, ia tidak bisa menggapai tangannya satu sama lain karena pendeknya rantai yang mengikat tangannya.

Aroma itu lagi. Walaupun tidak ada terdengar suara apapun, aroma itu selalu menggelitik hidungnya.

"TOLONG LEPASIN GUE, BRENGSEK!" Suaranya sedikit teredam karena suara gemerincing gesekan besi rantai.

"Sungguh mengesankan, padahal aku belum mengeluarkan suara apa-apa"

Suara langkahnya kini lebih terdengar bahkan menggema bagaikan mendengar suara teriakan yang teredam.

Aksa merinding, ia lebih memilih untuk diikat di kursi seperti sebelumnya daripada ini. Ia masih bisa mengelak dari apapun yang ia lakukan jika saat duduk, tapi sekarang menggerakkan kepalanya saja sungguh susah.

Aksa bisa merasakan kain satin sprai yang menggesek kulit lengannya. Ia menyadari ia masih menggunakan celana kerjanya namun bajunya bukan lagi kemeja kerjanya melainkan kaos kebesaran yang ia tidak tau milik siapa.

"Apa? Apa yang lo lakuin ke gue?! Bajingan!!"

Aksa meringis kesakitan kala rahangnya kembali dicengkeram dengan kuat. "Kamu tahu, Sayang? Aku ingin segera ke inti, tapi bermain denganmu terlihat lebih menyenangkan."

[ ✔ ] SWEET PILLS Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon