[DAY 13] LAST TASK

Beginne am Anfang
                                    

"Semoga berhasil," kata Mattheo. "Kamu boleh masuk dan berbicara sendiri dengan direktur."

Mattheo menepuk pundak Aksa sekilas, sebelum ia berlalu memasuki ruangan lain di lantai itu.

Aksa mengetuk pintu ganda antik bergaya Perancis itu pelan tapi meyakinkan dan berharap seseorang di seberang pintu ini dapat mendengar ketukannya.

"Silahkan masuk."

Aksa sudah familiar dengan suara tegas nan berat ini. Bahkan, ia sudah tidak terlalu takut dengan sosok bossnya itu malah ia berpikir jika Xavier sebenarnya adalah sosok yang tegas dan berwibawa, tapi ia bingung dengan para karyawan lain yang selalu menganggap sosok Xavier adalah iblis yang harus dihindari.

Aksa sedikit membungkukkan badannya saat ia masuk ke dalam ruangan milik Xavier.

"Permisi, Pak. Saya ingin menyerahkan persyaratan untuk perpindahan karyawan ke Milan sesuai dengan email yang dikirimkan perusahaan kepada saya."

"Oh, kamu menerimanya? Padahal saya kira kamu tidak akan menerima tawaran itu karena kamu akan tinggal jauh dari teman dan keluargamu." Xavier bangkit dari kursinya dan bersandar di mejanya yang penuh berkas-berkas diatasnya, namun tertata rapi tidak seperti hari biasanya yang terlihat berantakan tiap kali Aksa memasuki ruangan itu.

"Saya rasa ini tawaran yang cukup bagus. Di satu sisi saya bisa melihat banyak keuntungan jika mengambilnya dan tentu saja juga karena gaji yang ditawarkan lebih tinggi," ujar Aksa jujur.

Walaupun bukan itu alasan utama ia menerima tawaran itu, tapi setidaknya itu cukup sebagai alasan tanpa menimbulkan drama yang tidak penting.

"Saya suka karyawan yang penuh ambisi dan berpikiran matang seperti kamu." Xavier mengulurkan tangannya mengisyaratkan Aksa untuk menyerahkan berkas yang dipeluknya.

Xavier tersenyum manis, "Kapan kamu bersedia untuk berangkat dan bekerja di sana?"

Tangan besar milik Xavier membalik lembar demi lembar kertas yang ada di tangannya, namun matanya sesekali tetap melihat Aksa yang tengah berbicara dalam hati.

"Saya bisa kapan saja, Pak. Sesuai yang dijadwalkan perusahaan juga bisa," ucap Aksa. Ia akan berangkat jika saatnya pergi.

"Jika bisa sesegera mungkin..." gumamnya pelan, tapi Aksa tidak sadar jika Xavier mendengarnya dengan jelas. Pendengaran Xavier sangat tajam, jelas diturunkan dari keluarganya.

"Alasannya?"

Aksa mengangkat kepalanya untuk melihat Xavier, tidak begitu mengerti apa yang Xavier maksud.

"Hah?"

"Kamu mengatakan jika kamu bisa pergi sesegera mungkin. Apa kamu menghindari sesuatu?"

"Sialan, padahal gue yakin cuma berbisik tapi malah dianya dengar," batinnya. Bagaimana Xavier bisa mendengarnya.

Keringat dingin mengucur deras di dahi Aksa. Ia sama sekali tidak mengira Xavier akan mendengar perkataannya. Ia tidak mempersiapkan jawaban untuk pertanyaan yang menuntunnya ke jalan buntu.

Xavier hanya ingin melihat alasan apa lagi yang akan dibuat oleh Aksa. Walaupun begitu, alasan-alasan apapun itu tidaklah penting bagi seorang Xavier.

"Saya hanya bercanda, tidak perlu memikirkannya sejauh itu." Xavier terkekeh singkat, saat melihat raut bingung di wajah Aksa.

Aksa mengedipkan matanya berkali-kali, tidak percaya jika bosnya itu tengah mengerjainya. Itu membuatnya panik, sial.

Berkas itu diletakkan ke atas meja oleh Xavier, sekarang fokusnya menatap lurus ke arah Xavier.

✔[SEGERA TERBIT ] SWEET PILLS Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt