[DAY 3] FAMILY AND FRIENDS

Start from the beginning
                                    

Tapi sekarang dirinya diterima dan akan mulai bekerja besok. Terkadang Aksa masih penasaran apakah ia masih bermimpi atau hal tadi memang benar-benar terjadi.

Aksa membanting tubuhnya ke atas kasur empuk miliknya. Ditatapnya langit-langit kamarnya dan mencoba menenangkan pikirannya.

Suasananya sungguh sepi senyap, ia bahkan tidak dapat mendengar suara yang lain kecuali detak jam dan alunan hembusan napasnya sendiri. Sedari kecil ia sudah terbiasa dengan keadaan rumah yang seperti tidak berpenghuni ini, ayahnya selalu bekerja hingga malam begitu pula butik ibunya yang selalu dipenuhi pelanggan. 

Flowbriz Textile. Perusahaan keluarganya itu tidak terlalu besar, namun terbilang cukup sukses. Tekstil yang dibuat selalu menjadi pilihan pertama para desainer terutama ibunya. Ibunya salah desainer yang sangat dikagumi di kalangan para pejabat negara karena desain-desain pakaiannya yang elegan.

Sedangkan anak-anak mereka sudah mereka tinggalkan bersama para asisten rumah tangga di tambah lagi ayah mereka selalu keras atas segala yang dilakukan. Walaupun begitu, Aksara masih bertahan untuk tinggal bersama keluarganya itu tapi tidak dengan adiknya, Randy.

Tepat hari di mana adiknya berumur 17 tahun, ia memutuskan untuk tinggal di rumah nenek dan jarang sekali mereka bertemu setelah itu. Tindakan Randy ditentang oleh ibunya, tapi ia tidak memperdulikannya dan kabur dari rumah.

Aksa menutup matanya. "Setelah ini, ayo hidup sesuai dengan keinginanmu, Aksa." Ucapnya dalam hati.

Hampir saja ia terlelap, beruntungnya suara ketukan pintu kamarnya membuat dirinya tersadar.

"Permisi, Den. Makanan Aden sudah saya sediakan di meja makan."

"Iya, Bi!"

Aksa yang tadinya ingin hampir tertidur, bangkit lagi untuk keluar. Ia mengabaikan ponselnya yang berisik. Mungkin itu pesan dari teman-temannya yang sedang heboh bertanya bagaimana bisa ia diterima di Adhiyaksa.

~~~

Bagaskara kini berganti sang rembulan ditemani para bintang. Aksa duduk terdiam di balkon kamarnya. Ingatannya kembali pada percakapan keluarganya saat makan malam tadi.

Jam tujuh lewat sedikit, ibunya pulang. Tak berselang lama ayahnya juga sudah berada di rumah. Aksa yang tahu makan malam akan segera tiba, segera turun dan duduk di salah satu kursinya.

Senyum di wajahnya belum juga menghilang, ia tidak sabar memberi tahu orang tuanya jika ia berhasil diterima sebagai calon karyawan di perusahaan besar Adhiyaksa.

Tepat pukul setengah delapan, semua keluarganya berkumpul di meja makan. Ayahnya duduk dengan angkuh di kursi utama, sedangkan ibunya tengah melayani sang ayah.

Senyum Aksa bertambah lebar saat ibunya meletakkan secentong nasi di piringnya.

"Sudah mencari kerja?"

"Papa, ini baru mau makan. Bisa dibahas nanti saja, kan?"

Aksa tahu jika ibunya tengah mengkhawatirkan dirinya, jadi dia menggeleng pelan saat ibunya melirik ke arahnya.

"Sudah kok, Pa."

Ibunya yang tadi menghela nafas pelan melihat kelakuan suaminya, kini melihat ke arah Aksa. Benarkah putranya diterima?

"Hari ini, Aksa ngelamar kerja di Adhiyaksa dan Aksa keterima, bisa mulai pelatihan kerja besok."

"Bagus, setidaknya anak sepertimu bisa berguna di perusahaan seperti itu. Aku tidak mau anak gagal untuk mengurus perusahaanku kelak."

[ ✔ ] SWEET PILLS Where stories live. Discover now