Episode 4

14 5 0
                                    

***

Perbincangan keduanya semakin menarik karena membahas seputar kehidupan Dina ketika sudah memiliki seorang putri yang baru dilahirkan.

Dian pun semakin menyukai bayi mungil itu dari berbagai aspek. Hidung mancung, bibir kecil, mata berwarna cokelat, pipi gembul dan didukung dengan wajah yang sudah terlihat aura kecantikannya.

"Masya Allah, Kakak. Putrimu ini lucu sekali." Dian mendadak lemas saat mendapat respon senyuman kecil dari bayi itu. Dian merasa gemas dan ingin sekali rasanya mencubit pipi si bayi imut.

"Nanti, setelah kau menikah, kau akan bisa memilikinya, hmmm. Jadi, carilah pasangan dulu baru bisa menikah dan memiliki seorang baby," kata Dina terdengar seperti ejekan untuk Dian.

"Astaga, tentu saja hahaha," balasnya lagi yang berakhir dengan tawa mereka memenuhi ruang rawat inap Dina.

"Kakak, aku pergi dulu ya. Nanti sejam lagi aku balik ke sini lagi untuk membawakan makanan siang dan sekalian menjenguk ponakanku yang cantik ini."  Setelah mengatakan itu Dian tetap meneruskan niatnya untuk memberikan cubitan kecil di pipi bayi itu, lalu buru-buru berlari dari sana, karena takut mendapat umpatan dari Dina.

"Ya ampun, anak itu benar-benar."  Dina tidak bisa melakukan apa-apa untuk menolong putrinya dari kejahilan Dian.

Dina hanya bisa melihat kepergian Dian itu dengan tersenyum lebar karena biar bagaimana pun dia merasa sedikit terhibur oleh kedatangan Dian yang selalu mendatangi dirinya dan sang bayi selama dirawat. Mungkin Dian kasihan karena melihat perempuan lemah seperti Dina tanpa wali dan pendamping di rumah sakit sebesar ini.


***

Malam harinya, Dina masih belum bisa memastikan tentang keberadaan suaminya, eh, salah lebih tepatnya mantan suaminya yang baru 2 hari lalu menceraikannya, kalau dilihat dari kapan surat gugatan perceraian mereka dibuat.

Bukankah Dika wajib menafkahi putri mereka? Lalu kenapa hingga sampai detik ini, pria 30 tahun itu tidak menunjukan batang hidungnya untuk setidaknya menjenguk putrinya sendiri.

"Sepertinya dia sungguh sudah melupakan kami," gumam Dina yang masih menyusui putrinya di atas ranjang rumah sakit tempatnya dirawat selama beberapa hari ini.

Kegiatan ibu muda itu terganggu oleh deringan telponnya. Dina pun terpaksa menghentikan kegiatan menyusui sang putri demi mengangkat telpon yang masuk.

"Bibi?" Dina kaget tentang siapa yang sedang menelponnya saat ini. "Ada apa, ya?" ucapnya menekan tombol hijau sebagai tanda dia menerima panggilan dari bibi.

"Assalamualaikum, Nyonya," salam wanita paruh baya dari seberang telpon kepada Dina.

"Waalaikum'salam, Bi. Ada apa?" Dina membalas salam itu terlebih dahulu. Lalu menanyakan maksud dari pembantunya yang menelepon. Padahal sejak dia melahirkan dan dirawat di sini ini pertama kalinya pembantunya itu menghubunginya.

Pembantunya?

Iya. Bibi Nara sendiri adalah seorang pembantu keluarga Jordi yang memang sejak Dina menjadi bagian keluarga itu sudah ikut bersamanya dan Dika saat menempati rumah baru mereka setelah menikah.

Sebagai pembantu yang menyayangi majikannya, sudah sewajarnya Bibi Nara mencari keberadaan Dina. Setelah beberapa hari tidak terlihat setelah pergi bersama Dika dan Nyonya Jordi alis Leni; Ibu mertua Dina beberapa hari yang lalu.

"Nyonya Dina ada di mana sekarang? Bibi jadi khawatir setelah mengetahui nyonya tidak ikut pulang bersama nyonya besar dan tuan muda kemarin." Bibi Nara menanyakan keberadaan Dina sekarang agar dia bisa sedikit lega mendengar sendiri kabar dari majikannya itu.

I Love You' versi Indonesia Where stories live. Discover now