[XIII/XV]

553 39 22
                                    

Kebenaran yang pahit, atau...

*********

"Haloo... Aunty boleh ikut main bareng ngga???" [Name] berjalan ke ketiga keponakannya yang sedang asyik bermain petasan.

Salah satu dari ketiganya menoleh ke [Name]. "Waaaaa, Aunty [Name]!" Anak tersebut pun berlari menuju ke [Name] dan memeluk kaki [Name].

[Name] hanya bisa terkekeh melihat perilaku anak dari Taufan ini. Anaknya sama saja seperti ayahnya. [Name] mengelus-elus rambut keponakannya dengan lembut. "Bayu... Apa kabar?"

"Baik, Aunty! Ayo ikut Bayu main petasan!" Bayu memegang tangan [Name] untuk mengajaknya bermain petasan bersama.

Ternyata Bayu bermain dengan sepupu kembarnya, Asta dan Aska. Mereka ialah anak kembar dari Gempa, bisa terlihat dari mata kedua anak tersebut yang berwarna cokelat keemasan, yang diturunkan dari sang ayah. [Name] pun mendekat ke kedua anak tersebut.

"Halo Asta, Aska... Mana si Guntur?" tanya [Name]. Ia tak bisa melihat kehadiran anak dari Halilintar di halaman depan rumahnya.

Bayu memutar bola matanya malas, "Alah, tadi Bayu udah ngajakin Guntur buat main petasan bareng, tapi ternyata Guntur takut petasan! Ahaha!" Bayu tertawa kecil setelah menyelesaikan katanya.

Anak perempuan di sebelah Bayu pun melanjutkan perkataannya, "Iya, jadi sekarang Guntur lagi nonton TV di dalem rumah sama Rayden," jelas Asta.

"Ooohh begitu ya...Berarti, Rayden juga takut petasan dong?" tanya [Name] kembali. Padahal ayah dari Rayden, Blaze, sangat berani dengan petasan.

"Engga. Rayden dipaksa sama Guntur buat temenin dia nonton TV, padahal Rayden juga mau main petasan," jawab anak laki-laki di sebelah Bayu, Aska.

[Name] hanya bisa menggelengkan kepalanya, keponakannya ini sangat lucu.

Dari kejauhan, ia bisa melihat Sopan yang sedang duduk bersama ayahnya, Sopan juga sedang memerhatikannya, [Name] hanya bisa memberi Sopan senyuman ramah yang dibalas kembali oleh Sopan.

Kemudian, ia melihat Sopan yang bangkit dari kursinya dan berjalan meninggalkan ayahnya lalu masuk ke dalam rumah. [Name] baru ingat, ia belum mematikan laptopnya!

"Bayu, Aska, Asta, kalian main petasan aja dulu sama sepupu kalian yang lain, Aunty mau masuk ke dalem rumah sebentar dulu, ya?" Setelah mengatakan itu, [Name] bergegas kembali masuk ke dalam rumah dan menuju kamarnya.

[Name] sudah masuk ke dalam kamarnya, ia bisa melihat Sopan yang sedang menggunakan laptopnya.

[Name] langsung lompat ke atas kasur, "Ngapain kamu sama laptop aku!?" [Name] berusaha merebut laptopnya kembali dengan lembut, supaya laptopnya tak rusak.

Sopan terkejut begitu [Name] lompat ke atas kasur. Ia yang sedang membaca tulisan di layar laptop [Name], langsung mematikan laptop tersebut dengan menekan tombol off yang ada di laptop itu.

"Honey... ada baiknya kamu tak lompat ke atas kasur ini. Kalau kasurnya rusak, bagaimana?" ucap Sopan sambil menatap lurus ke mata [Name].

[Name] terkejut ketika melihat Sopan yang mematikan laptopnya dengan langsung menekan tombol off. "Babee!! Kenapa kamu matiin laptopku kayak begitu! Nanti kalau rusak gimana?" omel [Name].

Sopan menghela nafasnya, kemudian ia letakkan laptop milik [Name] itu di meja di samping kasurnya.

Sopan memegang dagu [Name], ia ingin [Name] melihat kepadanya dengan serius.

"Jadi, bisa kamu jelaskan maksud dari tulisan kamu di laptop tersebut, hm?" Sopan masih menatap lurus kedua mata [Name], mukanya benar-benar sedang serius.

[Name] kembali menatap kedua mata Sopan. Ia tak sangka, ternyata Sopan sudah membaca tulisannya. Ia tak tahu harus menjawab apa, otaknya sedang mencari alasan yang bagus dan masuk akal untuk menjawabnya.

Sopan menaikkan satu alisnya, "Bisa segera dijawab pertanyaan dari saya? Saya sedang tidak bermain-main sekarang."

[Name] dibuat ngeri olehnya. Jantungnya berdebar kencang, ia takut.

"Santai aja. Itu tulisan yang temenku berikan padaku, temenku memintaku untuk me-revisinya," jawab [Name]. Ia merasa lega bisa menemukan alasan yang jelas dengan cepat.

Sopan akhirnya menghela nafas lega, "Begitu ya. Saya minta maaf, tadi saya kira itu beneran cerita kamu. Maaf, saya terlalu kebawa emosi saya." Sopan melepaskan tangannya dari dagu [Name], kemudian ia membawa [Name] ke dalam pelukan hangatnya. Sopan meletakkan kepala [Name] di dadanya, lalu ia membelai rambut [Name] dengan lembut.

Sama halnya dengan Sopan, [Name] menghela nafas lega, untung saja ia bisa menemukan alasan yang jelas dengan depat waktu. Apalagi muka Sopan tadi yang sangat serius, sangat mengerikan baginya.

*********

"Saya takut kamu masih tertarik sama wanita. Kamu kan sudah jadi milik saya sekarang. Kamu tak akan menusuk saya dari belakang hanya karena wanita, kan honey?"

[Name] menggelengkan kepalanya, "Tak. Itu kan masa laluku, sekarang aku udah ngga gitu lagi. You don't need to worry."

Sopan tersenyum.

"I hope what you're saying is true."

*********

...kebohongan yang manis?

kebohongan yang manis?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Itu nama keponakan [Name] dari keluarga Sopan, kalau dari keluarganya masih belum diketahui

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Itu nama keponakan [Name] dari keluarga Sopan, kalau dari keluarganya masih belum diketahui.

Aku berusaha untuk membuat cerita ini menjadi cerita manis, tapi sudah kehabisan ide. Tunggu aja chapter selanjutnya, aku usahakan untuk semanis mungkin 🥰

"Bapaknya takut balon, anaknya takut petasan."

711 kata.

My Tsundere Wife; BoBoiBoy Sopan (ID)Where stories live. Discover now