page x.

2 2 0
                                    

[2] unread message from Keira.

Jaden membuka pesan itu, yang berisi: I'll go home late, have ur dinner first. see ya.

-begitu.

Baru dua hari, sih, Jaden tinggal dengan Keira, jadi tidak tau kesibukan apa yang gadis itu tekuni sampai jam sepuluh malam pun belum stand by di rumahnya.

Tapi, terserah lah, mereka 'kan tidak berbagi rahasia. Cuma simbiosis mutualisme yang saling membantu.

Malam ini Jaden lembur menyalin pekerjaan rumah yang tak ia kerjakan selama satu minggu. Menyontek milik Zav tentunya.

Bukan Jaden tak rajin atau malas. Ia hanya tak sempat. Sibuk akan masalah di luar sekolah yang ia lakukan, menolong Carael memantau kesana-kemari mencari biang kerok yang menghantuinya setahun lebih belakangan ini. Belum lagi akhir-akhir ada orang aneh yang disebut The Rock low budget oleh Keira— mengincarnya, entah untuk apa. Jaden tak bisa menebak pelakunya karena manusia problematik terlalu banyak di dunia ini.

Memang bodoh. Bertindak seperti mencurigai orang-orang di sekitarnya, namun malah berakhir di apartemen Keira.

Duh, bahasanya ambigu sekali.

Ringtone Me and My Broken Heart oleh Rixton berbunyi nyaring di tengah-tengah Jaden mengerjakan (re:menyalin) tugasnya.

incoming call from Haters always be hate.

- iya, Jaden memang alay. Dan for your info, itu adalah Carael. Yang tentunya menghubungi Jaden kalau butuh sesuatu. Ia mengangkat panggilan itu dan mengaktifkan loud speaker. Kalau tidak begitu, tugasnya tidak selesai.

"Jaden speaking."

"Better check your e-mail right now." suara Carael yang terdengar terengah membuat Jaden mengernyit. Ada apa lagi, ini?

"Tell me what happen, bro." balas Jaden lalu menyalakan laptop yang baru saja ia shutdown. Scrolling clouds yang kebanyakan notifikasi google. Contoh buruk, pemanasan global akibat kebanyakan e-mail.

"I find him."

"Find who?" tanya Jaden bingung. Semakin bingung lagi karena e-mail dari Carael adalah rekaman halaman rumah— yang entah rumah siapa itu. "Ini rumah siapa, anjir?"

"Tersangkanya. Tersangka pembunuhan Jericho, Jay."

Bersamaan dengan itu, seseorang berkupluk hoodie hitam memojokkan— mencekik, tepatnya— seseorang gadis ke tembok. Cukup lama dalam posisi itu, mungkin dua menit. Dan itu lebih dari cukup bagi Jaden menahan gejolak kepo apa yang mereka bicarakan.

"Kenapa lo berasumsi gitu? Who is that girl?"

"Jericho's twin fiance. She is Clairene twins."

"What the hell!?" pekik pemuda yang seketika jaw-drop itu. Clairene? Kembaran? Duplikat Irene?

Ah, kalau begitu, Jaden kemungkinan besar bisa menebak percakapan dua orang itu.

"Thats the fact. Jay, help me."

"Sure."

"Retas cctv di daerah rumah itu, katanya dia ngerasa diikutin beberapa hari ini. Siapa tahu, kita dapat identitasnya."

"Kirim lokasinya, gue usahain cepet. " ucap Jaden seraya merenggangkan sendinya.

Pembunuhan Jericho, hampir sampai titik terangnya. Dan kesempatan emas ini, tak bisa Jaden lewatkan.

Satu jam itu, Jaden sibuk meretas apapun yang bisa ia dapatkan. Kawasan perumahan elit tak menyusahkan Jaden untuk mendapatkan rekaman cctv secara ilegal, justru menguntungkan karena mendapat angle banyak.

Cctv-rekaman-Jericho-Irene-kembaran Irene- pelaku pembunuhan.

Hanya itu yang Jaden ingat.

Hingga, satu nama terlintas pada benak Jaden saat netranya tak sengaja melirik jam pada pojok laptopnya.

Setengah dua belas!

Segera ia mengambil ponselnya, mengetikkan sesuatu disana. Dengan gugup ia menunggu, tak lama denting notifikasi terdengar.

[1] unread message from Keira: gue di basement. susulin dong, takut naik lift :)

Sebaiknya Jaden bertanya, apa yang dilakukan gadis itu hingga baru sampai apartemennya nyaris tengah malam!?

◌◌◌

"Lo semalem kemana aja?" pertanyaan itu terlontar dari Jaden sembari menelan roti bakar gosong buatannya. Rotinya terpaksa di grill manual, karena toaster rusak.

"Tebak kemana." alih-alih menjawab, Keira malah menaik-turunkan alisnya dan bertanya balik.

"Asumsi gue nanti aneh-aneh. "

Keira mengangguk, "Gak heran sih, seperti orangnya." kemudian ia terkikik melihat alis Jaden yang sudah berkerut. "Bercanda, peace!"

"Jadi, itu privasi?"

"Enggak juga kok," balas Keira. "Lo mau tau aja atau mau tau banget?"

"Tujuan lo mengundur percakapan kita itu apa, heran gue."

"Biar misterius, dong." balas Keira.

"Kalau mau tau aja, gue kasih tau kapan-kapan. Tapi kalau mau tau banget, met me on street food, japanese restaurant at seven this evening. See you on dinner!"

Keira cepat-cepat menaruh piringnya di tumpukan kotoran wastafel dan bergegas pergi. Namun, kakinya berhenti didepan lift, tangannya pun mengambang untuk menyentuh tombol.

Gadis itu berbalik, kembali ke ruang tamu.
Jaden yang baru akan memakai sepatunya mengernyit, "Kok balik lagi? Katanya 'see you on dinner'?"

Keira hanya tersenyum menanggapi kalimat sindiran itu, "Gue nungguin lo aja. Kalau lift nya mati, gue gak sendirian."

"Dih, ajak-ajak."

"Ya, lo berharapnya gue sendirian gitu?"

"Ya enggak gitu juga."

"Yaudah, cepetan, udah jam tujuh!"

"Pemaksaan." dengus Jaden tetapi tetap membiarkan ujung jaketnya kusut karena remasan Keira yang masih gugup menaiki lift.

Mungkin besok- atau nanti, Keira ia genggam saja tangannya daripada membuat pakaiannya kusut.
Boleh 'kan?

intrépide. Where stories live. Discover now