"Selama 16 tahun hidup, Dito nggak pernah mau ke makam Danila. Karena dia akan selalu merasa dunia nggak adil sama dia kalau dia dateng kesana. Jadi gue selalu kesana sendirian selama ini."

Oke itu fakta yang cukup mengejutkan untuk Gino dengar.

"Dia nerima kalau Danila udah nggak ada, tapi dia masih belum bisa nerima kalau Danila beneran nggak ada." Entah mengapa angin siang itu sangat kencang, menenangkan namun menusuk. "Maka nya dia nggak mau ke makam."

"Dia butuh waktu, Se."

"I know."

"Pasti suatu saat nanti dia bisa nerima semua nya."

Dia masih perlu waktu, Mas. Aku nggak marah, nanti pasti dia mau dateng. Itu ucapan terakhir dari Danila dalam mimpi nya semalam.

••••

"Kamu mau di jemput nggak?"

"Gausah, Pa. Dito masih ada urusan di ekskul, nanti pulang sama Raga aja."

"Oh yaudah. Papa langsung pulang ya."

"Iya, Pa."

Setelah panggilan nya dengan Papa terputus, Dito kembali ke ekskul nya. Hari ini ada rapat di Olimpiade membahas masalah perekrutan anak baru.

Namun sebenarnya rapat hari itu sudah selesai, Dito hanya duduk saja disana sembari menunggu Raga yang masih sibuk dengan dunia fotografi nya.

Di ruangan yang dominan warna biru tersebut dirinya tidak sendirian, masih ada beberapa anak yang kemungkinan sedang menunggu jemputan untuk pulang kerumah masing-masing. Tetapi, bukan itu yang menjadi pusat perhatian Dito hari ini.

Melainkan sebuah daftar pengunjung perpustakaan yang tidak tau kenapa ada di ruangan Olimpiade.

"Itu gue yang bawa, soalnya mau gue revisi di data tahunan."

Bias suara lembut yang sedikit cempreng itu berhasil mengembalikan kesadaran Dito. "Lo petugas perpus bulan ini?"

Giselle menganggukkan kepala nya sekilas lantas mengambil tempat duduk di seberang nya dan mulai membuka laptop warna hitam milik gadis tersebut.

"Iya. Dan gue males bawa urusan ini ke rumah, pusing."

Dito kembali diam tidak menghiraukan gerutuan teman nya itu yang seperti nya terlihat sangat kesal kebagian jadi petugas perpus di bulan-bulan yang menyibukkan seperti ini.

Sudah menjadi hal lumrah kalau anak-anak Olimpiade sering mendapatkan jadwal menjadi petugas perpus, karena memang kebanyakan yang mengisi absensi di perpus adalah sebagian dari mereka. Jadi, kepala perpus tidak mau repot mencari, cukup menunjuk salah satu dari mereka saja.

"Sel."

"Yaa?"

"Sagita Purnama ini siapa?"

Giselle menaikkan pandangan nya untuk melihat hal yang Dito tunjukkan padanya. Disana di urutan pertama daftar pengunjung.

"Wah iya bulan ini bukan nama lo ya yang ada di urutan pertama. Gue gak kenal dia, tapi kayak nya emang dia yang paling sering dateng ke perpus bulan ini."

"Masa lo gak liat muka nya?"

Mendengus pelan Giselle menaikkan kaca mata nya dengan gestur yang mulai lelah. "Gue jadi petugas perpus, bukan petugas yang kepo sama pengunjung perpus."

Mendengarkan penjelasan tersebut berhasil membuat Dito bungkam agak sedikit merasa bersalah karena membuat pekerjaan gadis itu terhambat.

"Tapi gue pernah beberapa kali merhatiin dia, anak nya cuma duduk di pojokkan diem doang."

Celetukkan dari Giselle berhasil membuat Dito kembali diam sembari terus berpikir. Sebenarnya nama itu agak mengganggu Dito, karena gadis itu nama Dito bukan berada di urutan pertama bulan ini. Ehm, Dito memang anak yang sedikit ambisius.

"TO!"

Dito tidak perlu repot-repot menoleh untuk melihat siapa orang yang dengan lantang berteriak di depan pintu ruangan nya tersebut. Jadi, yang Dito lakukan sekarang berdiri dari duduk nya setelah mencangklong tas hitam nya lalu pamit kepada Giselle yang sudah benar-benar fokus pada pekerjaan nya.

"Gue duluan ya, Sel."

"Yaa hati-hati." Balas nya tanpa mengalihkan pandangan nya dari layar laptop.

Dengan langkah gontai Dito menghampiri Raga yang sudah tersenyum lebar pada nya siang menjelang sore tersebut.

"Lo laper gak? Makan ayo?"

"Ayo"

Ajakan dari Raga dengan cepat Dito setujui membuat Raga terkejut bukan main, sebab biasa nya Dito akan selalu menolak kalau ia ajak makan bersama. Lantas dengan langkah yang girang ia merangkul bahu lebar Dito.

"Anjay tumben lo mau? Biasa nya selalu nolak kalau gue ajak."

Mengangkat bahu sekilas Dito hanya menjawab sekena nya, langkah dari ruang Olimpiade ke parkiran tidak begitu jauh tetapi hari ini Dito memang sangat lapar.

"Laper juga gue."

"McD?"

"Iya terserah."

Kedua nya langsung menggunakan helm masing-masing setelah sampai di parkiran tepat nya di samping motor Raga. Dito bersumpah akan menagih pada Papa perihal kado motor nya nanti.

Lalu dengan segera Dito melajukan motor Raga untuk segera pergi dari area sekolah sebelum satu teriakan yang berasal dari belakang nya berhasil menghentikan pergerakan nya.

"Gita! Sagita! Tungguin!"

Dengan gerakan pelan persis seperti di film-film Dito menoleh kan kepala nya ke belakang, sedetik setelah nya ia benar-benar tidak bisa menahan rasa terkejut nya.

"Gita ih!"

"Apa sih?!"

Disana ada dua perempuan yang seperti nya akan pulang bersama tapi salah satu di antara kedua nya berhasil membuat Dito terdiam cukup lama. Salah satu diantara kedua nya adalah gadis yang ia temui tempo hari di perpustakaan, gadis yang beradu argumen dengan Gara.

Dan gadis yang memiliki nama Sagita? Apa dia adalah Sagita yang berhasil menggeser peringkat pertama nya sebagai pengunjung perpustakaan bulan ini? Kalau iya kenapa bisa kebetulan seperti ini?

"To?"

"To?!"

"DITO!"

Terkesiap dari lamunan nya tanpa aba-aba Dito kembali melajukan motor Raga meninggalkan sekolah dan Sagita. Dan juga mengabaikan pertanyaan dari Raga.

"Lo kenapa dah?"

"Nggak."

Masa iya dia?

****

Bersambung..

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Hi, Bye Papa! Where stories live. Discover now