Bab 22

162 6 1
                                    

Kyra panik sekali ketika suhu tubuh Arzan bertambah panas. Sedari tadi, Arzan terus menanyakan keberadaan Arshaka. Dua hari Arzan tidak bertemu dengan Arshaka, tampaknya seperti dua windu.

“Ma, yayah ana, Ma.” (Ma, ayah mana, Ma.)

“Arzan sabar ya, Sayang.”

Kyra duduk di tepi ranjang sambil menggendong Arzan yang masih sesenggukan. Setelah mengenyahkan keraguan di hati, akhirnya Kyra menelepon Arshaka. Kyra tidak peduli dengan waktu yang sudah menunjuk ke angka dua dini hari. Kyra tidak peduli dengan cuaca di luar yang sedang hujan dengan derasnya. Baginya, Arzan segala-galanya.

Panggilan kali ini merupakan panggilan kedua, tapi Arshaka tidak kunjung mengangkatnya. Biar Kyra tebak, Arshaka pasti sudah terlelap, atau lelaki yang akhir-akhir ini senyuman dan tatapannya membuat dadanya berdebar tak keruan itu masih marah karena insiden kemarin.

Kyra kembali beranjak karena Arzan enggan dibawa duduk. Ponsel yang sedari tadi digenggam sudah dibanting ke arah tumpukan bantal. Masa bodoh! Untuk saat ini, Kyra sudah malas menghubungi Arshaka, atau sekadar memohon-mohon demi Arzan.

“Ma, Yayah ana?” tanya Arzan sambil menatap manik kesal Kyra.

“Arzan, bobo!” bentak Kyra kadung sewot. “Dia itu bukan ayah kamu. Kamu cuma punya mama. Paham?”

Arzan mengangguk seraya menundukkan pandangan karena takut menatap sorot tajam Kyra. Tangisnya sedikit mereda, tetapi masih sesenggukan.

Kyra mengempaskan bokongnya di kursi. Kantuk yang tadi menyerang kini sudah menghilang. Kepalanga sakit bukan kepalang. Tak lama berselang, ponsel Kyra berdering. Arzan memberitahu Kyra agar segera menerima panggilan masuk tersebut.

“Kenapa, Ra?” tanya Arshaka setelah panggilan terhubung.

“Yayah, Ma, yayah.”

“Arzan rewel?” tanya Arshaka kemudian.

“Arzan demam, Kak. Terus belum ke klinik juga karna di sini ujan.”

“Oke, Kakak ke tempatmu sekarang.”

Panggilan terputus, padahal Kyra baru saja mau mengatakan kalau Arshaka harus bersama siapa saja jika mau ke rumah kontrakannya. Kyra hanya tidak mau mendengar kalimat nyinyir tetangga rumah mengingat status jandanya.

“Walaupun dia adik sepupu Mbak Kyra, tapi ada baiknya jangan terlalu dekat,” komentar salah satu tetangga saat Kyra sudah memberi tahu bahwa mereka bukan hanya sekadar mantan suami istri.

***

Setelah mendapatkan perawatan intensif, akhirnya Arzan terlelap juga. Arzan terpaksa masuk ruang rawat inap karena dia kekurangan cairan. Tak bisa Kyra bayangkan bagaimana sulitnya seumpama Arshaka tidak ikut serta. Sebagai ibu, Kyra tidak sekuat itu, dia tak sanggup menyaksikan Arzan mengamuk ketika perawat menusukan jarum pada punggung tangannya.

Usai sholat Subuh, Kyra baru bisa istirahat. Bahunya pegal dan sakit bekas menggendong semalaman. Kyra ingin sekali tertidur walau sebentar saja, tetapi dia tidak enak hati karena Arshaka pun masih terjaga.

Karena tidak kuasa menahan kantuk, akhirnya Kyra terlelap sampai pukul enam. Dia terbangun pun karena Arzan menangis enggan diinfus. Namun, ternyata Arshaka sudah sigap menenangkan sambil menggendong.

“Hari ini kamu ambil cuti, Ra?” tanya Arshaka setelah Arzan kembali berbaring di brankar.

Kyra terdiam setelah melirik jam tangan. “Aku nggak tau, Kak.”

Arshaka menyelisik raut kacau Kyra. Dalam kondisi seperti ini, sempat-sempatnya Arshaka merindukan cara Kyra memanggil dirinya sendiri. Bukan menggunakan kata aku, tetapi menyebut namanya sendiri.

Nikah tanpa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang